Faktor Yang Bisa Bikin Redenominasi Rupiah Gagal Versi Analis Ekonomi Politik
Rabu, 26 November 2025 -
MerahPutih.com - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersiap menyusun kajian dan rekomendasi terkait rencana redenominasi rupiah. Redenominasi rupiah menjadi salah satu usulan Bank Indonesia.
Analis Ekonomi Politik FINE Institute Kusfiardi menilai, rencana redenominasi rupiah tanpa adanya kerangka strategis yang matang mempunyai risiko untuk gagal.
Perdebatan publik mengenai rencana redenominasi rupiah perlu ditempatkan dalam kerangka strategis, bukan sebatas perubahan kosmetik "menghapus tiga nol".
Sebab, diskursus publik sering kali terjebak pada aspek teknis tanpa memahami prasyarat makro, institusional dan perilaku yang menentukan keberhasilan redenominasi.
Baca juga:
Begini Tahapan Redenominasi, Butuh Waktu 6 Tahun
"Debat publik soal redenominasi sering berhenti pada tataran kosmetik, yaitu ‘menghapus tiga nol’, tanpa memahami kerangka strategis yang justru menentukan keberhasilannya," ujar Kusfiardi.
Ia memaparkan, pengalaman internasional menunjukkan pola yang konsisten, yakni redenominasi hanya sukses apabila menjadi bagian dari paket reformasi komprehensif (reform package) yang menyasar kredibilitas negara, stabilitas harga, serta efisiensi sistem transaksi.
"Di banyak negara, redenominasi berhasil ketika ia menjadi bagian dari reform package yang menyasar kredibilitas negara, stabilitas harga, serta efisiensi sistem transaksi," katanya, menambahkan.
Kusfiardi merujuk kepada studi Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia yang memperlihatkan redominasi efektif hanya dilakukan di tengah stabilitas harga yang kuat dan kedisiplinan fiskal yang kredibel.
Contohnya, papar ia, Turki (2005) dan Polandia yang menghimpun keberhasilan setelah membenahi disiplin makro dan reformasi lembaga serta memperkuat kapasitas bank sentralnya.
Selain itu, literatur mengenai credibility of central banks, salah satunya dibahas oleh Cukierman dalam Federal Reserve Bank of St Louis Review.
"Ini menunjukkan bahwa kepercayaan publik merupakan prasyarat krusial agar perubahan angka nominal tidak dipersepsikan sebagai sinyal ketidakstabilan atau krisis.
Ia melanjutan, berbagai studi kasus Ghana dan Meksiko, serta laporan sistem pembayaran dari Bank for International Settlements-Committee on Payment and Market Infrastructures (BIS-CPMI), memperlihatkan bkapasitas transisi, mulai dari kesiapan infrastruktur teknologi informasi, integrasi digital, hingga koordinasi pelaku ritel, sering kali menjadi faktor pembeda antara redenominasi yang berjalan mulus dan yang memicu disrupsi harga.
"Kami melihat bahwa kesiapan transisi digital dan sistem pembayaran adalah faktor penentu yang tidak boleh diabaikan," kata Kusfiardi.