Domba Padjadjaran Ikon Baru Sumedang
Selasa, 15 Juni 2021 -
KOTA tahu Sumedang kini punya ikon baru, yaitu domba jenis padjadjaran. Domba ini merupakan hasil penelitian para dosen Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Padjadjaran (Unpad).
Domba hasil penelitian ini diperkenalkan saat Fakultas Peternakan menerima kunjungan dari pimpinan Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Sumedang. Kunjungan diterima di sekretariat Kelompok Karya Mandiri Prima, Dusun Margabakti, Desa Sukawangi, Pamulihan, Sumedang, Selasa (8/6) lalu.
Baca Juga:

Kelompok Karya Mandiri Prima merupakan binaan dari Fapet Unpad. Di dusun Margabakti, Fapet Unpad mengembangkan budidaya ternak dombanya.
Wakil Dekan Bidang Sumber Daya dan Organisasi Fapet Unpad, Andre Rivianda Daud, mengatakan domba padjadjaran diharapkan menjadi ikon baru Sumedang. Hal ini didasarkan, jenis domba yang memiliki sejumlah keunggulan.
Menurutnya, keunggulan tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat dan mengakselerasi nilai tambah bagi warga Sumedang.
“Kami berharap agar pertemuan hari ini pengembangan domba pada umumnya bagi kabupaten sumedang akan cepat berakselerasi dan kembali berdampak positif bagi warga masyarakat Sumedang,” kata Andre.
Baca Juga:

Sementara itu Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan Sumedang Nandang Suparman mengatakan, pengembangan domba padjadjaran di Pamulihan, Sumedang, dapat memberikan manfaat yang baik bagi warga.
“Domba padjadjaran ini diharapkan ke depannya dapat memberikan prospek baik sekaligus menjadi ikon baru di Kabupaten Sumedang,” kata Nandang.
Sumedang terkenal dengan tahunya yang berbeda dengan tahu-tahu lainnya. Karakteristik tahu Sumedang dalamnya bisa separuh kosong atau memang kosong sama sekali. Bentuknya seperti kubus, pas dijepit dengan jempol, telunjuk dan jari tengah. Dimakan langsung dengan cabe rawit akan terasa gurih-asinnya. Bahkan cocok disandingkan dengan lontong dan berbagai jenis sambal sesuai selera.
Toko tahu paling tua yang ada di Sumedang adalah Tahu Bunkeng yang sudah ada sejak tahun 1917. Tahu bunkeng orisinil dibuat oleh imigran Tionghoa bernama Ong Kino. Ong Kino tadinya membuat tahu hanya untuk dikonsumsi oleh keluarganya saja. Namun tak berapa lama, kemudian dia mulai menjajakannya ke tetangga-tetangganya. Perlahan dia mulai membangun usaha tahunya itu menjadi besar.
Usahanya itu kemudian diteruskan oleh anak tunggalnya Ong Boen Keng atau Ong Bunkeng. Usaha tahu ini menjadi bisnis besar sejak tahun 1970, kemudian terus membesar hingga sekarang.
Alkisah Pangeran Soeriatmadja sempat mampir ke Tahu Bungkeng dan merasakan gurihnya makanan itu. Sampai dia berkata, "Geuning ngeunah ieu kadaharan teh, moal burung payu geura" (diterjemahkan bebas: "rasanya enak, pantas orang banyak yang membelinya"). (Imanha/Jawa Barat)
Baca Juga: