BUMN Aktor di Balik Masalah Konflik Agraria
Selasa, 23 Desember 2014 -
Merahputih, Nasional - Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Iwan Nurdin menyebut Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor kehutanan (Perhutani) mendominasi masalah konflik agraria dengan masyarakat. Hal ini terjadi sebagai akibat dari monopoli Perhutani atas tata kelola hutan Jawa. Menurut Iwan, monopoli Perhutani ini berakibat lebih jauh menjadi sumber terjadinya ketimpangan struktur agraria atas kawasan hutan di Jawa.
"Kawasan Perhutani berbatasan dengan sedikitnya 6.172 desa, dan desa-desa yang berada di dalam kawasan hutan sedikitnya berjumlah 366 desa. Situasi agraria semacam ini, telah menempatkan sedikitnya 21 juta penduduk hidup berbatasan dengan wilayah Perhutani," kata Iwan saat memaparkan laporan akhir tahun 2014 bertajuk "Membenahi Masalah Agraria: Prioritas Kerja Jokowi-JK 2015" di Bumbu Desa, Jakarta, Selasa (23/12).
Menurut Iwan, pada 2014 ini tercatat titik lokasi klaim Perhutani yang menyebabkan letusan konflik agraria dengan warga setempat. Lebih jauh, persinggungan dan pertentangan klaim, antara wilayah hidup warga setempat dengan wilayah Perhutani kerapkali berkahir dengan kriminalisasi (penangkapan) warga. Menurutnya, Perhutani mengklaim bahwa wilayah pengelolaannya telah selesai ditata sejak zaman Belanada 1865-1930 an, namun Berita Acara Tata Batas (BATB) tidak pernah transparan. Masalah utamanya, kata Iwan, adalah maksud dan itikad tata batas zaman kolonial yang berbeda dengan tujuan kemerdekaan.
"Itulah sebabnya mengapa UUPA 1960 secara jelas telah memandatkan bahwa hak-hak barat atas tanah dikonversi selambat-lambatnya tahun 1980," katanya.
Menurut Iwan, jika BATB Perhutani dahulu menegaskan penetapan hak negara (staatdomein) atas hutan jati di Jawa dan Madura, lalu apakah jangka waktu dan batasan luas tidak berlaku untuk Perhutani? Lahirnya UUPA 1960 telah menghapus berlakunya hukum agraria produk kolonial. Wilayah penguasaan Perhutani atas Hutan Jawa yang berdasarkan BATB Kolonial tentu harus dirubah karena tidak relevan lagi delam kondisi negara Indonesa yang telah merdeka.
"Dengan demikian, monopoli Hutan Jawa oleh Perhutani harus digugat," tutup Iwan. (MP/HUR)