Bukan Karena Corona, Faktor ini yang Buat Angka Kematian Ibu dan Janin Meningkat
Jumat, 28 Agustus 2020 -
PANDEMI COVID-19 sangat berdampak pada semua aspek kehidupan. Salah satunya ialah kesehatan reproduksi perempuan. Dokter spesialis obstetri dan ginekologi, dr Upik Anggrahaeni, SpOG mengungkapkan kekhawatiran masyarakat akan penularan penyakit menyebabkan banyak perempuan tidak mendapatkan akses fasilitas kesehatan yang memadai sehingga berakibat pada tingginya angka kesakitan atau komplikasi kehamilan.
"Ketakutan yang berlebihan menyebabkan ibu hamil mencari informasi kesehatan yang kurang tepat sehingga merugikan dirinya sendiri,” ujarnya dalam Virtual Media Briefing Bamed, Rabu (26/8).
BACA JUGA:
Ia menambahkan, kondisi pandemi saat ini memperburuk misinformasi yang terjadi. "Ironisnya, mereka takut ke rumah sakit karena COVID-19, tetapi masih keluar rumah untuk bekerja atau aktivitas tidak perlu lainnya," sesal Upik.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, kematian bayi dalam janin meningkat dua bulan terakhir. Rata-rata janin yang meninggal berusia 12 hingga 36 minggu. Kasus kematian bayi pun beraneka ragam. "Untuk kematian janin berusia kurang dari enam minggu biasanya disebabkan kelainan kromosom. Kematian janin usia 6 hingga 10 minggu disebabkan infeksi atau ibu kecapaian. Sementara itu, kematian janin di atas 10 minggu bisa faktor ibu atau lingkungan sekitar janin," urainya.

Selain kematian janin, kematian ibu pun banyak ditemukan di masa pandemi ini. Ia menyebutkan penyebab kematian ibu terbanyak disebabkan terjadinya pendarahan, eklamsia, dan infeksi.
Untuk mengantisipasi hal itu, Upik menyarankan para ibu untuk tetap memeriksakan kesehatan kandungan. “Tentunya ada perbedaan layanan kesehatan ibu hamil sebelum era pandemi dan sekarang, yakni dalam hal protokol kesehatan yang digunakan serta penyesuaian jadwal kontrol sesuai kebutuhan setiap ibu hamil," ujarnya.
Protokol kesehatan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit, misalnya semua dokter yang bertugas harus menggunakan APD serta berkomunikasi dengan face shield. Selain itu, ada pula sedikit perubahan pada jadwal pemeriksaan kandungan ibu. “Idealnya frekuensi pemeriksaan kehamilan dilakukan sebanyak tujuh kali pertemuan. Namun di era new normal, dapat diberlakukan penundaan pemeriksaan bila memungkinkan terutama pada trimester pertama dan kedua," terangnya.

Jadwal kontrol kehamilan disesuaikan dengan kondisi kehamilan dan risiko yang dimiliki setiap pasien. "Bila ada keluhan flek, pendarahan, nyeri perut, tekanan darah tinggi, pusing, sesak, keluar cairan dari vagina, atau gerak janin berkurang, harus segera dilakukan pemeriksaan,” tambahnya.
Upik pun membagikan beberapa tips untuk ibu hamil agar tetap sehat di era new normal. Misalnya, sering mencuci tangan terutama sebelum menyentuh area muka, memakai masker setiap keluar rumah atau bila bertemu dengan orang yang tidak serumah, menghindari berkerumun yang tidak perlu, makan makanan sehat gizi seimbang, rajin minum vitamin kehamilan, dan kontrol teratur sesuai jadwal. "Catat semua keluhan yang dirasakan untuk mempermudah konsultasi dengan dokter," saran Upik.(avia)
BACA JUGA: