Budidaya Lalat Tentara Hitam untuk Pengolahan Sampah Organik
Rabu, 21 September 2022 -
LALAT itu berukuran dua kali lebih besar daripada lalat biasa. Warnanya kehitaman dan bentuknya agak menyerupai lebah. Lalat ini kerap terbang di sekitar sampah organik, tapi tak bersifat membawa penyakit atau patogen. Itulah Lalat Maggot Tentara Hitam atau Black Soldier Fly (BSF).
Lalat ini telah dibudidayakan sebagai dekomposer alami sampah organik. Satu kilogram lalat hitam yang masuk fase larva mampu mengonsumsi sekira 300 kilogram sampah organik selama satu bulan.
Berbekal temuan tersebut, PT Elnusa Petrofin (EPN), anak usaha PT Elnusa Tbk (ELSA), menggulirkan program Corporate Social Responsibility (CSR) Budidaya lalat BSF di Siantan Hulu, Pontianak, Kalimantan Barat, 19 September 2022.
Kegiatan CSR ini wujud dari pilar Petrofin Pintar yang memiliki fokus pada pendidikan melalui pelatihan dan pemberdayaan ekonomi kreatif masyarakat.
Pelaksanaan program CSR Budidaya Maggot BSF atau lalat hitam merupakan sebentuk upaya menjawab persoalan sampah organik yang dihasilkan warga. Setiap bulan warga Siantan Hulu menghasilkan sampah organik dan belum ada pengolahan khusus untuk sampah tersebut.
Baca juga:
Entomofagi, Praktek Menyantap Serangga di Berbagai Belahan Dunia
Budidaya Maggot merupakan upaya alternatif untuk menjawab isu penanganan sampah secara cepat. (Foto: Elnusa Petrofin)
Budidaya Maggot merupakan upaya alternatif untuk menjawab isu penanganan sampah secara cepat. Ini juga diharapkan menjadi pendorong peningkatan ekonomi warga melalui hasil pengelolaan Maggot yang dapat dijual.
Maggot adalah salah satu serangga yang membutuhkan sampah untuk berkembang. Serangga ini mampu mengurangi sampah organik sebanyak 800 kg per bulan di Siantan Hulu.
Putiarsa Bagus Wibowo, Head of Corporate Communication & BoD Support Elnusa Petrofin menyampaikan bahwa pemilihan program CSR Budidaya Maggot BSF ini merupakan upaya Elnusa Petrofin dalam mendukung kebersihan di sekitar wilayah operasional. Selain itu budidaya Maggot juga dapat menjadi salah satu upaya peningkatan ekonomi masyarakat Siantan Hulu.
"Budidaya Maggot ini sebagai bentuk dukungan Elnusa Petrofin kepada PT Pertamina Patra Niaga yang sebelumnya telah memulai kegiatan CSR terintegrasi melalui program Katana Pangeran (Kampung Tanggap Bencana, Penggerak Kesadaran Lingkungan) 27 di wilayah tersebut,” ungkap Putiarsa.
Program CSR Budidaya Maggot ini ditujukan bagi 40 kelompok warga yang telah terbentuk. Bentuknya pemberian bantuan bibit, rumah produksi, hingga pemdampingan agar mampu menjalankan Budidaya tersebut secara mandiri.
Baca juga:
Wis Hardianto, Ketua RW 27 Siantan Hulu sekaligus ketua Kampung Tangguh 27, menyebut kegiatan ini sangat bermanfaat. Menurutnya, warga Kampung Tangguh 27 telah sekian lama menghadapi permasalahan sampah.
"Selain itu, program CSR ini pun menjadi kolaborasi antara Elnusa Petrofin dan Pertamina Patra Niaga. Jadi kami bisa menjalankan langsung karena masih berkesinambungan,” ujar Wis.
Dari sisi ekonomi, Budidaya Maggot diproyeksi mampu menghasilkan keuntungan untuk kelompok masyarakat hingga Rp 5.000.000 per bulan. Pangsa pasarnya telah tersedia. Hasil budidaya Maggot akan dijual langsung ke pengepul. Maggot memiliki kandungan protein tinggi sehingga dapat dijadikan sebagai pakan ayam, ikan, dan bahan komsumsi hewani lainnya.
Program CSR ini dinilai mendukung Sustainable Development Goal’s (SDG’s) Pemerintah. Sebab, program bertujuan pula menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, tenaga kerja penuh dan produktif, dan pekerjaan yang layak bagi semua.
Melalui program ini juga diharapkan tercipta pembangunan kota dan permukiman yang inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan.
Perusahaan berharap CSR Budidaya Maggot dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya dari segi lingkungan dan ekonomi bagi masyarakat. Kehadiran kelompok binaan perusahaan yang strategis membuktikan adanya usaha pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan. (dru)
Baca juga:
Selain Belalang, Serangga ini Jadi Pangan Tradisional di Indonesia