Amnesty International Indonesia Desak Pemerintah Cabut Nama Soeharto dari Daftar Calon Pahlawan Nasional
Kamis, 23 Oktober 2025 -
MerahPutih.com - Menteri Sosial Saifullah Yusuf telah menyerahkan dokumen berisi daftar 40 nama calon Pahlawan Nasional kepada Menteri Kebudayaan Fadli Zon, yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), pada Selasa (21/1).
Dari daftar tersebut, muncul nama Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, sebagai salah satu calon penerima gelar pahlawan nasional.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai upaya menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional merupakan bentuk pengkhianatan terbesar terhadap mandat rakyat sejak reformasi 1998.
“Jika usulan ini terus dilanjutkan, reformasi berpotensi berakhir di tangan pemerintahan Prabowo. Soeharto jatuh akibat protes publik yang melahirkan reformasi. Oleh karena itu, menganugerahi Soeharto gelar pahlawan nasional bisa dipandang sebagai akhir dari reformasi itu sendiri,” ujar Usman, Kamis (23/10).
Baca juga:
40 Nama Calon Pahlawan Nasional Resmi Diajukan, Ada Marsinah, Ali Sadikin, Hingga Soeharto
Menurutnya, langkah Kementerian Sosial ini tampak sebagai upaya sistematis untuk mencuci dosa rezim Orde Baru yang identik dengan praktik korupsi, kolusi, nepotisme, serta pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Selama 32 tahun berkuasa, Soeharto memimpin dengan gaya otoriter, mengekang kebebasan berekspresi, membungkam oposisi, dan menormalisasi praktik pelanggaran HAM secara sistematis.
Usman menegaskan, mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan nasional sama saja dengan mengabaikan penderitaan para korban dan keluarga mereka yang hingga kini belum mendapatkan keadilan.
Berbagai pelanggaran HAM berat terjadi di bawah kekuasaan Soeharto, seperti pembantaian massal 1965–1966, penembakan misterius (Petrus) 1982–1985, tragedi Tanjung Priok 1984, Talangsari 1989, serta kekerasan di Aceh, Timor Timur, dan Papua, termasuk penghilangan paksa aktivis 1997–1998.
“Negara telah mengakui peristiwa-peristiwa ini sebagai pelanggaran HAM berat, baik melalui Ketetapan MPR pada awal reformasi maupun pernyataan resmi Presiden Joko Widodo pada Januari 2023. Namun hingga kini, tidak satu pun aktor utama, termasuk Soeharto, yang dimintai pertanggungjawaban,” jelasnya.
Baca juga:
Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan, Politisi PDIP: Aktivis 1998 Bisa Dianggap Pengkhianat
Usman menegaskan, pemerintah seharusnya memprioritaskan penyelesaian yudisial dan non-yudisial atas kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, bukan justru memberikan penghargaan kepada mereka yang diduga bertanggung jawab.
“Pemerintah harus mengeluarkan Soeharto dari daftar nama-nama yang diusulkan untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional. Soeharto tidak layak berada di daftar itu, apalagi diberi gelar pahlawan. Hentikan upaya pemutarbalikan sejarah ini,” tegas Usman. (Asp)