Aborsi? Pertimbangkan dengan Matang
Rabu, 19 Agustus 2020 -
SEBUAH survei di Indonesia pada tahun 2019 menunjukan bahwai hampir 2 juta bayi diaborsi. Tercatat kasusnya sebanyak 27 persen karena hubungan di luar nikah dan pelakunya 12,5 persen adalah pelajar. Apalagi baru-baru ini terbongkar praktik aborsi di Jakarta Pusat yang sudah berjalan selama lima tahun.
Aborsi bisa dikatakan tindakan yang tidak tepat namun bisa juga menjadi tindakan yang tepat jika mempunyai landasan yang kuat untuk melakukannya. Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD) mendorong pasangan terutama wanita untuk melakukan aborsi. Dengan berbagai pertimbangan seperti ketidak mampuan finansial, masalah kesehatan, dan lain-lain. Tapi faktanya, wanita melakukan aborsi bukan hal seperti demikian.
Baca Juga:
Praktik Aborsi di Raden Saleh Dibongkar, 17 Orang Dijadikan Tersangka

Melansir dari alodokter, melakukan aborsi memiliki risiko tinggi ditambah Indonesia memberikan hukuman jika dilakukan secara sengaja. Ada dua metode dalam aborsi yaitu dengan menggunakan obat-obatan atau prosedur operasi.
Menggunakan obat agar menghalangi gormon progesteron, sehingga lapisan rahim menipis yang kemudian mencegah pertumbuhan janin. Setelah obat dikonsumsi maka akan memberikan efek yaitu reaksi kontraksi pada rahim sehingga embrio akan dikeluarkan melalui vagina.
Sementara metode operasi, dokter menggunakan aspirasi vakum. Dalam metode ini ada dua jenis vakum, yaitu manual dan elektrik dengan kinerja yang sama yaitu menghisap embrio dari rahim.
Baca Juga:
Praktik Aborsi Ilegal di Raden Saleh Sudah Layani 2.638 Pasien

Berbeda jika umur kandungan sudah empat bulan. Pada usia kandungan ini biasanya tenaga medis akan menggunakan metode operasi Dilation and Evacuation (D&E). Metode yang menggunakan peralatan operasi untuk membuka leher rahim dan menyedot janin keluar.
Risiko aborsi bisa terjadi tergantung tenaga medis yang menangangi, fasilitas yang tersedia dan metodenya. Risiko yang terjadi adalah perdarahan berat, rusaknya kondisi rahim atau infeksi akibat aborsi yang tidak bersih, gangguan sistem reproduksi, kemandulan dan kondisi serviks yang tidak optimal lantaran dilakukan aborsi berkali-kali, sehingga meningkatkan risiko keguguran pada kehamilan yang kedua.
Risiko semakin tinggi apabila usia kehamilan semakin tua. Maka dari itu semua harus dipertimbangkan secara matang-matang agar tidak menyesal dikemudian hari. (ray)
Baca Juga:
[HOAKS atau FAKTA] PBB tak Beri Bantuan COVID-19 Bagi Negara yang tidak Legalkan Aborsi