5 'Pukulan Telak' untuk Ekonomi Indonesia Imbas AS Tetapkan Resiprokal 32%

Kamis, 03 April 2025 - Wisnu Cipto

MerahPutih.com - Kebijakan kontroversial Resiprokal ditetapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Rabu (2/3). Lantas apa artinya bagi Indonesia yang termasuk dalam daftar resiprokal Negeri Paman Sam itu?

Resiprokal merupakan timbal balik. Dalam konteks ekonomi dagang, resiprokal yang diterapkan AS ke negara lain adalah upaya timbal balik tarif dagang yang dihitung berdasarkan tarif dagang yang tetapkan negara mitra dagang terhadap barang import asal negeri Paman Sam .

Kebijakan Resiprokal ini diambil Trump karena situasi neraca perdagangan Amerika yang mengalami negatif (defisit). Namun, Kebijakan Resiprokal sangat menyengat Indonesia. Indonesia sendiri termasuk dalam daftar lima besar yang dikenai tarif resiprokal tertinggi di kawasam Asia Tenggara dengan besaran hingga 32 persen. Nomor satu ditempati Kamboja mencapai 49 persen.

Baca juga:

Indonesia Terpukul Kebijakan Tarif Resiprokal AS Sebesar 32 Persen, Lebih Tinggi dari India

Berikut ini artinya efek Resiprokal terhadap situasi ekonomi Indonesia:

1. Penurunan nilai mata uang

Dilansir dari laman Antara, Guru Besar Fakultas Ekonomi & Manajemen IPB Bogor dan Universitas Paramadina, Didin S Damanhuri mengatakan kebijakan tarif dagang ini bakal menekan kurs rupiah dan IHSG.

Menurut dia, depresiasi rupiah perhari ini sudah terjadi. Per dolar, nilai rupiah sudah menembus Rp 16.700. Angka depresiasi kata Didin bukan tidak mungkin makin melonjak hingga Rp 17.000. "Entah sampai berapa dalam lagi depresiasi rupiah tersebut akan terjadi," ungkap dia dalam keterangannya, Rabu (3/4/2025).

2. Lesunya eksport Indonesia

Valuasi daya eksport akan menurun lantaran biaya tarif dagang yang tinggi. Mengikuti situasi nilai mata uang yang terus tertekan. Apalagi produk ekspor Indonesia kebanyakan dalam bentuk padat karya seperti elektronik, pakaian, sepatu, dan lainnya.

Baca juga:

Legislator Senayan Desak Pemerintah Berani 'Lawan' Perang Dagang Trump

3. Ekonomi Indonesia menyusut

Efek resiprokal bagi negara berkembang tidak biasa. Negara seperti Indonesia, kondisi ekonominya bisa mengalami defisit hingga 0,08 persen.

4. Membengkaknya angka pengangguran

Beberapa sektor penguat ekonomi indonesia adalah sektor industri padat karya. Jika iklim eksport mengalami penurunan daya jual, hal tersebut memicu kemampuan industri untuk terus produksi. Ketika aktivitas penompang industri tidak kuat, kemungkinan pabrik padat karya akan melakukan kebijakan pengurangan karyawan alias PHK agar meringankan beban perusahaan.

Baca juga:

AS Kenakan Tarif Timbal Balik Barang Impor Sedikitnya 10 Persen, Indonesia Sebesar 32 Persen

5. Kesulitan membayar utang negara

Karena terdesaknya nilai mata uang Rupiah, ditambah lagi kondisi pertumbuh ekonomi yag tersendat akan mempengaruhi kemampuan bayar utang negara Indonesia. Pada tahun lalu, mengawali pemerintahan baru, Indonesia berencana melunasi utang dengan refinancing. Refinancing adalah metode pelunasan utang dengan mengambil pinjaman baru untuk membayar pinjaman yang sudah ada.

Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan karena adanya resiprokal ini, upaya refinancing utang dan utang baru sebesar Rp 800 triliun dan Rp 700 triliun tidak mudah. "Indonesia juga menghadapi pasar yang semakin berat," kata dia. (Tka)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan