2 Mahasiswa Gugat Larangan Rangkap Jabatan Menteri ke MK

Selasa, 16 Desember 2025 - Dwi Astarini

MERAHPUTIH.COM - DUA mahasiswa asal Kota Solo, Aufaa Luqmana Re A dan Arkaan Wahyu Re A, mengajukan uji materiil Pasal 23 huruf b Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal tersebut mengatur larangan rangkap jabatan bagi menteri dan wakil menteri. Keduanya merupakan putra dari advokat yang juga Ketua Masyarakat Antikorupsi Indonesia (Maki), Boyamin Saiman.

Aufaa saat ini tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) semester pertama, sedangkan Arkaan merupakan mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) semester akhir.

Ketua Maki Boyamin menyebut kedua anaknya ingin bersikap lebih serius dalam menguji kebijakan negara melalui jalur konstitusional. Ia menegaskan bahwa permohonan tersebut merupakan inisiatif pribadi mereka.

“Jadi dua pemohon mengajukan uji materi tersebut tanpa didampingi pengacara. Saya hanya bertindak sebagai juru bicara,” ujar Boyamin, Senin (15/12).

Dia menegaskan, dalam gugatan ini, MK sudah memutuskan bahwa menteri dan wakil menteri dilarang rangkap jabatan. Pihaknya dalam hal ini meminta pengecualian terhadap jabatan tertentu agar tidak menimbulkan kegaduhan hukum.

Baca juga:

KPK Wanti-Wanti Potensi Korupsi di Balik Rangkap Jabatan Pejabat Negara

Permohonan Arkaan, kata dia, telah diregistrasi MK dengan nomor perkara 236/PUU-XXIII/2025. Gugatan itu mempersoalkan rangkap jabatan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang juga menjabat Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas). Permohonan tersebut diterima MK pada 1 Desember 2025.

Adapun permohonan Aufaa tercatat dengan nomor perkara 240/PUU-XXIII/2025 terkait dengan rangkap jabatan Menteri Investasi Rosan Perkasa Roeslani sebagai Kepala Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara atau Danantara. Gugatan tersebut diterima MK pada 5 Desember 2025.

“Pasal 23 huruf b UU Kementerian Negara secara tegas melarang menteri merangkap jabatan sebagai pejabat negara lain, komisaris atau direksi perusahaan, maupun pimpinan organisasi yang dibiayai APBN atau APBD. Namun, dalam praktik ketatanegaraan terkini, larangan itu dinilai menimbulkan tafsir yang berpotensi memicu konflik hukum,” paparnya.

Dia mengatakan penggugat meminta MK mengecualikan dua jabatan ini. Menteri Pertanian boleh merangkap Kepala Badan Pangan Nasional, dan Menteri Investasi boleh merangkap Kepala Danantara. Menurut Boyamin, rangkap jabatan pada sektor strategis diperlukan untuk memangkas birokrasi dan mempercepat pengambilan keputusan. Ia menilai pengelolaan pangan nasional dan investasi negara membutuhkan kepemimpinan yang gesit dan terintegrasi. “Kalau harus lewat birokrasi panjang, itu akan jadi penyakit lama, lambat, lemot, dan tidak efektif meski terlihat bekerja,” katanya.

Ia menambahkan, Danantara sebagai badan investasi strategis negara membutuhkan kewenangan langsung agar tidak terhambat prosedur administratif. Boyamin menegaskan, permohonan tersebut tidak dimaksudkan untuk membuka ruang konflik kepentingan. Ia menyebut praktik serupa juga diterapkan di sejumlah negara seperti Singapura, China, Prancis, dan Korea Selatan, dengan pengawasan yang ketat.

“Rangkap jabatan menjadi tabu karena rawan korupsi. Tapi kalau diawasi ketat dan dibatasi, justru bisa mempercepat pelayanan dan pembangunan,” ucapnya.

Meski demikian, Boyamin menegaskan sepenuhnya menyerahkan keputusan kepada Mahkamah Konstitusi.

Aufaa mengatakan pengajuan judicial review ini merupakan bagian dari proses belajarnya memahami hukum tata negara.

“Saya masih semester satu dan perlu banyak belajar. Ini murni untuk keperluan ilmu,” katanya.(Ismail/Jawa Tengah)

Baca juga:

Rosan Roeslani Enggan Berkomentar soal Rangkap Jabatan Dony Oskaria di BP BUMN dan Danantara



Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan