Post Power Syndrome, Mengarah pada Gangguan Kesehatan Mental

P Suryo RP Suryo R - Sabtu, 20 Mei 2023
Post Power Syndrome, Mengarah pada Gangguan Kesehatan Mental

Post power syndrome adalah kondisi ketika seseorang hidup dalam bayang-bayang kekuasaan yang pernah dimilikinya. (Pexels/RDNE Stock project)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

BIASANYA sering dialami oleh orang yang baru saja memasuki masa pensiun. Ya, post power syndrome atau sindrom pascakekuasaan adalah kondisi ketika seseorang hidup dalam bayang-bayang kekuasaan yang pernah dimilikinya dan belum bisa menerima hilangnya kekuasaan itu.

Pada beberapa orang menjadikan pekerjaan sebagai bentuk aktualisasi diri dan tujuan hidupnya. Jadi saat memasuki masa pensiun, orang seperti ini tidak hanya kehilangan pekerjaan yang dicintai, tetapi juga segala bentuk penghargaan diri yang mereka dapatkan saat masih bekerja, seperti pujian, rasa hormat, dan rasa dibutuhkan oleh orang lain.

Baca Juga:

Nostalgia Foto Lama Bisa Bikin Bahagia

kesehatan
Jaga komunikasi dengan orang yang mengalami post power syndrome karena ia tidak boleh ditinggalkan sendiri, hal ini akan memperparah gejala penderitanya. (Pexels/Den iwan Setiawan)

Melansir laman Psychology Today, perubahan besar seperti ini bisa mengakibatkan timbulnya perasaan bahwa mereka sudah tidak lagi berguna, bahkan tidak memiliki tujuan hidup.

Jika terjadi pada salah satu keluarga atau teman yang mengalami sindrom ini, bantuan dan dukungan kamu akan sangat ia butuhkan agar bisa melewati masa ini. Apabila sindrom ini dibiarkan berlarut-larut dapat menyebabkan penderitanya mengalami berbagai gangguan kesehatan, baik secara fisik maupun mental.

Gejala

Terdapat beberapa gejala yang bisa menjadi tanda bahwa seseorang sedang mengalami sindrom ini, yaitu:

- Kurang bergairah dalam menjalani kehidupan setelah pensiun

- Mudah tersinggung

- Menarik diri dari pergaulan

- Tidak mau kalah

- Tidak suka mendengar pendapat orang lain

- Suka mengkritik atau mencela pendapat orang lain

- Suka membicarakan mengenai kehebatan atau kekuasaannya di masa lalu

Orang yang mengalami sindrom ini biasanya akan menunjukkan berbagai emosi yang negatif. Meski demikian, ingatlah untuk tidak menghindar atau menjauhinya. Bantu ia untuk beradaptasi dan menerima kondisinya melalui beberapa cara ini, yaitu:

Pertama, berikan ia kesibukan baru. Ia mengalami sindrom ini maka ia kehilangan rutinitas atau kebiasaan yang dilakukan setiap hari. Oleh sebab itu, dengan kamu memberikan mereka kesibukan baru, maka akan menjadi salah satu cara untuk mengalihkan pikirannya dari bayang-bayang pekerjaannya di masa lalu.

Baca Juga:

Penelitian: Generasi Z Lebih Pemalu dibanding Milenial

kesehatan
Post power syndrome mengakibatkan timbulnya perasaan bahwa mereka sudah tidak lagi berguna, bahkan tidak memiliki tujuan hidup. (Pexels/Nishant Aneja)

Kegiatannya yang bisa kamu tawarkan bisa seperti olahraga hingga rutinitas menjemput cucu di sekolah setiap sore. Kamu juga bisa bertanya kepadanya mengenai kesibukan apa yang ingin ia lakukan di masa pensiunnya.

Kedua, jaga komunikasi. Seperti yang disebutkan sebelumnya, orang yang sedang mengalami sindrom ini tidak boleh ditinggalkan sendiri, karena hal ini bisa menyebabkan gejala sindrom ini menjadi lebih parah. Maka dari itu, sebisa mungkin kamu harus terus menjaga komunikasi dengannya.

Bila tidak bisa bertemu secara langsung setiap hari, menjaga komunikasi juga bisa dilakukan melalui sambungan telepon atau video call. Dengan begitu, ia tidak akan merasa sendiri saat menghadapi masa sindrom ini.

Ketiga, minta bantuan orang ketiga bila kamu merasa kesulitan dalam menghadapi orang yang sedang mengalami sindrom ini. Kamu mungkin dapat meminta bantuan orang lain untuk mendampinginya.

Cara mudah diatas mungkin akan menjadi hal sepele untukmu, tapi bisa berdampak positif baik orang yang mengalami sindrom ini. Dengan ini kamu telah membantu ia melewati masa sindrom ini dengan lebih baik. Dengan begitu, ia bisa menjalani masa pensiunnya dengan sehat dan bahagia.

Ingat, kamu harus pastikan penderita sindrom ini menjalani pola hidup yang sehat. Kamu bisa mengajaknya untuk membiasakan diri makan makanan sehat, mengingatkannya untuk tidur cukup dan tidak begadang, dan mengajaknya berolahraga bersama. Hal ini akan memberikan pengaruh baik untuk kesehatan mentalnya.

Mintalah bantuan psikolog bila yang sudah kamu berikan tidak juga berhasil atau mungkin ia malah terlihat tambah murung dan mengutarakan perasaan bahwa dirinya tidak berguna atau tidak lagi punya tujuan atau aspirasi hidup. Bahaya jika penderita post power syndrome yang mungkin sudah sampai mengalami depresi. (dgs)

Baca Juga:

Mengenal Social Loafing, Malas Bekerja dalam Kelompok

#Kesehatan Mental
Bagikan
Ditulis Oleh

P Suryo R

Stay stoned on your love

Berita Terkait

Lifestyle
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Stres dapat bermanifestasi pada gangguan di permukaan kulit.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Fun
Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres
Pelarian Artscape hadir sebagai pelampiasan yang sehat dan penuh makna.
Ananda Dimas Prasetya - Senin, 04 Agustus 2025
Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres
Indonesia
Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya
Kelelahan mental merupakan sindrom yang dihasilkan dari stres terkait dengan pekerjaan kronis.
Dwi Astarini - Rabu, 30 Juli 2025
Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya
Lifestyle
Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui
Gangguan perasaan bisa berupa emosi yang tumpul atau suasana hati yang kacau
Angga Yudha Pratama - Sabtu, 26 Juli 2025
Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui
Indonesia
Dinkes DKI Jakarta Ungkap 15 Persen ASN Terindikasi Memiliki Masalah Kesehatan Mental
Hasil ini menjadi sinyal penting perlunya konsultasi lebih lanjut dengan tenaga profesional.
Ananda Dimas Prasetya - Senin, 21 Juli 2025
Dinkes DKI Jakarta Ungkap 15 Persen ASN Terindikasi Memiliki Masalah Kesehatan Mental
Indonesia
Ingat! Depresi Bukan Aib, Jangan Resistan Terhadap Pengobatan
Depresi yang tidak ditangani dengan baik bisa menyebabkan depresi yang resistan terhadap pengobatan atau treatment resistant depression atau (TRD).
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 11 Juli 2025
Ingat! Depresi Bukan Aib, Jangan Resistan Terhadap Pengobatan
Lifestyle
Mengenali Gangguan Mental Sejak Dini: Ini Perbedaan Bipolar dan Skizofrenia pada Anak dan Remaja
Untuk skizofrenia, faktor risikonya mencakup genetik
Angga Yudha Pratama - Kamis, 15 Mei 2025
Mengenali Gangguan Mental Sejak Dini: Ini Perbedaan Bipolar dan Skizofrenia pada Anak dan Remaja
Fun
Apa Saja Gejala Awal Penyebab Skizofrenia Pada Anak-Anak dan Remaja
Skizofrenia dapat menurunkan kualitas hidup secara signifikan.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 15 Mei 2025
Apa Saja Gejala Awal Penyebab Skizofrenia Pada Anak-Anak dan Remaja
Fun
Ahli Ungkap Gejala Awal dari Gangguan Bipolar I pada Anak-Anak dan Remaja
Penderita GB I, mengalami setidaknya satu episode manik yang berlangsung selama seminggu atau lebih.
Ananda Dimas Prasetya - Rabu, 14 Mei 2025
Ahli Ungkap Gejala Awal dari Gangguan Bipolar I pada Anak-Anak dan Remaja
Fun
Pelan Tapi Pasti Hempas Insecure, Ini 5 Cara Mudah Tingkatkan Kepercayaan Diri
Perasaan insecure selalu berkaitan dengan kepercayaan diri.
Ananda Dimas Prasetya - Selasa, 25 Februari 2025
Pelan Tapi Pasti Hempas Insecure, Ini 5 Cara Mudah Tingkatkan Kepercayaan Diri
Bagikan