PKS Nilai BRIN Lamban Meneliti Penyebab dan Obat Kasus Ginjal Akut


Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS Mulyanto. (Foto: PKS.id)
MerahPutih.com - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) lamban melakukan riset penyebab gangguan ginjal akut pada anak.
Sementara, yang dilakukan Kementerian Kesehatan sekarang hanya aksi sporadis yang belum tentu efektif mengatasi masalah.
Baca Juga:
Hanya 30 Persen Anak Gangguan Ginjal Akut dapat Sembuh Sempurna
"Penelitian terkait sebab-sebab terjadinya maupun kebijakan impor antidotum Fomepizole dari Singapura sebagai obat pasien kasus gangguan ginjal akut sebagai kebijakan yang bersifat sporadis. Karena tidak jelas lembaga mana yang melakukan penelitian tersebut," kata Wakil Ketua Fraksi PKS Mulyanto, dalam keterangannya, Kamis (27/10).
Anggota Komisi VII DPR RI ini mengamini Kemenkes memang terkesan bergerak cepat. Namun, apakah kesimpulan yang diperoleh tersebut benar-benar dapat dikatakan valid secara ilmiah. Hal Ini menurut Mulyanto yang masih perlu pembuktian lebih lanjut.
Ia menjelaskan, saat ini Kemenkes tidak lagi memiliki badan penelitian dan pengembangan (litbang), termasuk lembaga kajian pendukung kebijakan. Sebab, seluruh badan litbang baik di kementeran teknis maupun di lembaga pemerintah non kementerian telah dilebur kedalam BRIN.
"Namun sayang, sampai hari ini tidak terdengar gerak-cepat BRIN untuk meneliti sebab-sebab sekaligus obat bagi pasien kasus gangguan ginjal akut yang telah menelan korban ratusan anak ini," ujarnya.
Mulyanto menegaskan BRIN terkesan lamban dalam merespons kebutuhan riset secara sektoral. Bukan hanya pada kasus gangguan ginjal akut, namun juga pada kasus penyakit kuku-mulut sapi sebelumnya di Kementeran Pertanian.
Baca Juga:
Akhirnya, secara de facto, yang bergerak melaksanakan riset adalah kementerian teknis yang bersangkutan dengan kelembagaan, SDM dan anggaran riset seadanya. Karena dengan terbentuknya BRIN, kementerian teknis tidak lagi memiliki SDM, anggaran, dan laboratorium riset.
"Ini kan jadi kontra produktif. Karenanya sudah selayaknya, riset untuk mendukung kebijakan sektoral ini dikembalikan lagi pada kementerian teknis. Jangan dilebur ke dalam BRIN," imbuhnya.
Untuk diketahui Kemenkes bersama IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) dan profesi terkait telah melakukan surveilans atau penyelidikan epidemiologi untuk mencari sebab sebab terjadinya kasus gangguan ginjal akut pada anak.
Pemerintah menduga kasus gangguan ginjal akut pada anak ini akibat adanya cemaran senyawa kimia pada obat tertentu yang saat ini sebagian sudah teridentifikasi.
Pemerintah juga sudah menyingkirkan kasus yang disebabkan infeksi, dehidrasi berat, oleh perdarahan berat termasuk keracunan makanan minuman. Dengan kata lain, penelitian tersebut telah menjurus kepada salah satu penyebab, yaitu adanya keracunan atau intoksikasi obat.
Sementara itu, Kemenkes memutuskan menggunakan obat penawar antidotum Fomepizole setelah melakukan tes toksikologi pada sejumlah pasien gagal ginjal akut yang dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Impor antidotum Fomepizole dari Singapura sebagai obat kasus gangguan ginjal akut pada anak ini sudah dilakukan. (Pon)
Baca Juga:
Indonesia Masih Nego Harga Penawar Gangguan Ginjal Akut dengan AS dan Jepang
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
F-PKS DPRD DKI Minta Transjakarta Perluas Rute Mikrotrans

DPR dan Pemerintah Sepakati 52 RUU Masuk Prolegnas Prioritas 2025, Termasuk Perampasan Aset dan PRT

DPR Dorong OJK Perketat Pengawasan Bank Himbara dan Prioritaskan Kredit UMKM

Prabowo Lantik Djamari Chaniago Jadi Menko Polkam, PKS Ingatkan Tantangan Berat

Revisi UU LPSK Dorong Restitusi Diperluas Hingga Pemulihan Hak Korban secara Menyeluruh

DPR Sebut Stok BBM Aman, Kelangkaan di SPBU Swasta Hanya Terjadi di Jabodetabek

Pemerintah Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Canggih Berbasis Integrasi Data

Bukan Tugas Enteng, Menkopolkam Djamari Chaniago Diharap Jaga Stabilitas Politik dan Keamanan di Tengah Krisis Kepercayaan Publik

Kepala SMPN 1 Prabumulih Batal Dicopot, Komisi II DPR Tegaskan jangan Ada lagi Kepala Daerah yang Arogan

12 Siswa Diduga Keracunan Makanan Bergizi Gratis di Kabupaten Bandung, Legislator Tekankan Pentingnya Keterlibatan Ahli Gizi
