Pengacara Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Asabri Minta Kejagung Tidak Beropini


Asabri. (Foto: Antara)
MerahPutih.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) dinilai gagal membuktikan aset milik Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro, salah satunya dalam bentuk bitcoin sebagai modus penyembunyian hasil dugaan korupsi PT Asabri.
Kuasa hukum Heru Hidayat, Kresna Hutauruk menegaskan, kegagalan tersebut membuktikan jika Kejagung selama ini hanya berasumsi dan membantah tuduhan adanya transaksi bitcoin yang diduga dilakukan oleh kliennya itu.
Baca Juga:
17 Kapal Sitaan TPPU Kasus PT Asabri Dilelang, Ini Kisaran Harganya
"Sebagaimana tanggapan kami sebelumnya, klien kami tidak pernah bermain dan berinvestasi bitcoin," ujar Kresna dalam keteranganya, Kamis (25/6).
Ia meminta, Kejagung tidak membuat opini dan fitnah dalam proses hukum. Padahal, penelusuran akun investasi bitcoin sebenarnya mudah dilakukan apalagi atas permintaan penegak hukum.
"Investasi bitcoin sangat mudah ditelusuri, siapa yang berinvestasi, akunnya apa, dari rekening mana dan uangnya lari kemana. Sehingga lebih baik Kejaksaan Agung membuka saja datanya ke masyarakat, siapa yang sebenarnya berinvestasi di bitcoin," kata dia.
Ia menilai kejaksaan cenderung menggiring opini masyarakat dan tidak adil dengan tak menyebut secara jelas nama-nama tersangka yang berinvestasi bitcoin.
"Ketimbang hanya menyebutnya dengan istilah para tersangka, sehingga menggiring opini seakan-akan klien kami yang berinvestasi di bitcoin, walaupun investasi tersebut bukanlah haram. Apalagi sampai dikatakan mengosongkan akun," kata Kresna.
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar mengatakan, Kejagung seharusnya membuktikan terlebih dahulu adanya kerugian negara akibat investasi bitcoin sebelum menyampaikan ke publik.
"Mau bitcoin, mau perbuatan apa saja tidak masalah, yang penting ada pembuktian bahwa tindakan mereka merugikan negara," ujar Fickar.

Ia menegaskan, kejaksaan dalam kiprahnya tidak boleh berasumsi dan menebak-nebak, karena fungsi kejaksaan di seluruh dunia itu sebagai penuntut umum.
"Karena itulah seorang jaksa ataupun institusinya diharamkan berasumsi, dan mengeluarkan pernyataan yang didasarkan perkiraan atau opini," ujarnya.
Fickar menegaskan, pernyataan kejaksaan harus didasarkan pada bukti-bukti yang ada. Jika berasumsi, maka kejaksaan akan terjebak menjadi lembaga penuntutan yang otoriter.
"Ini akan mempengaruhi keabsahan hasil-hasil kerjanya. Kejaksaan bekerja harus base on fakta," kata Fickar. (Knu)
Baca Juga:
Usut Kasus PT Asabri, Kejagung Periksa Ibu Rumah Tangga Hingga Tukang Loak
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
KPK Periksa Bupati Pati Sudewo, Dalami Dugaan Fee Proyek DJKA yang Mengalir ke DPR

Riza Chalid Diduga ‘Bersembunyi’ di Malaysia, Mabes Polri Segera Terbitkan Red Notice

Bupati Pati Sudewo Irit Bicara Usai Diperiksa KPK 5 Jam terkait Kasus Korupsi Proyek DJKA

KPK Kembali Periksa Bupati Pati Sudewo terkait Kasus Korupsi DJKA

Mencegah Kesucian Ibadah Tercoreng, KPK Diminta Tuntaskan Skandal Korupsi Kuota Haji Secepatnya

Guru Besar UNS: RUU Perampasan Aset Permudah Sita Aset Hasil Korupsi di Luar Negeri

Komisi III DPR Desak KPK Segera Tuntaskan Kasus Korupsi Kuota Haji

Dugaan Korupsi Kuota Haji Terbongkar, KPK Ungkap Alasan Khalid Basalamah Kembalikan Dolar Secara Bertahap

KPK Ungkap 'Rayuan' Oknum Kemenag Agar Khalid Basalamah Pindah dari Haji Furoda ke Khusus

Bos Sritex Terseret Kasus Korupsi, Nunggak PBB Rp 1,1 Miliar ke Pemkab Sukoharjo
