Pejabat Kemendagri dan Anggota DPR Bersaksi di Sidang Korupsi e-KTP Hari Ini
Sidang kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (16/3). (MP/Dery Ridwansah)
Sidang kasus dugaan korupsi e-KTP kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) hari ini. Ada tujuh saksi yang akan diminta keterangan dalam korupsi yang merugikan negara Rp2,3 triliun dari total nilai proyek Rp5,9 triliun tersebut.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan ketujuh saksi yang dijadwalkan diperiksa dalam sidang lanjutan tindak pidana korupsi pengadaan paket KTP elektronik (e-KTP) pada Kamis (23/3) berasal dari unsur Kemendagri dan DPR.
"Dari tujuh orang saksi itu, empat orang adalah pejabat atau mantan pejabat di Kemendagri dan tiga orang dari anggota atau mantan anggota DPR RI," kata Febri di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (22/3).
Febri menyatakan pemeriksaan terhadap tujuh saksi itu masih berkaitan dengan aspek penganggaran pada proyek e-KTP tersebut.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Antara, berikut nama-nama yang dijadwalkan diperiksa dalam sidang ketiga kasus proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (23/3).
1. Miryam S Haryani (anggota Komisi II DPR RI 2009-2014 dari Partai Hanura).
2. Taufiq Effendi (Wakil Ketua Komisi II DPR dari Partai Demokrat)
3. Wisnu Wibowo (Kepala Bagian Perencanaan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri)
4. Rasyid Saleh (mantan Dirjen Administrasi Kependudukan Kemendagri)
5. Dian Hasanah (pensiunan PNS Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri)
6. Teguh Juwarno (Wakil Ketua Komisi II dari PAN)
7. Suparmanto (Staf Bagian Perencanaan Ditjen Dukcapil Kemendagri).
Sebelumnya, dalam sidang lanjutan pada Kamis (16/3), jaksa dari KPK menghadirkan delapan saksi, namun satu saksi yakni mantan Menteri Keuangan Agus Martowardojo tidak hadir dan satu lagi saksi, yakni mantan Dirjen Administrasi Kependudukan Kemendagri Rasyid Saleh terlambat sehingga kesaksiannya ditunda pada 23 Maret.
Sehingga majelis hakim yang diketuai John Halasan hanya mendengar keterangan enam saksi, yakni mantan Mendagri Gamawan Fauzi, mantan Sekjen Kemendagri Diah Angraeni, Kabiro Perencanaan Kementerian Dalam Negeri 2004-2010 Yuswandi A Temenggung, mantan Ditjen Keuangan Daerah Kemendagri Elvius Dailami, anggota DPR Chaeruman Harahap dan pengusaha Winata Cahyadi.
Terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.
Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Puluhan pihak disebut menikmati aliran dana pengadan KTP Elektronik (KTP) tahun anggaran 2011-2012 dari total anggaran sebesar Rp5,95 triliun.
Sumber: ANTARA
Bagikan
Berita Terkait
DPR Jelaskan Alasan Uang Pengganti Tak Melanggar UUD 1945, Bisa Jadi Senjata Rahasia Jaksa Sita Aset Koruptor
KPK Tidak Periksa Bobby Nasution di Jakarta, Langsung Dicecar Saat Bersaksi di Sidang Korupsi
Hakim Tipikor Minta Bobby Nasution Jadi Saksi, Eks Penyidik KPK: Momentum Bongkar Aktor Intelektual
Hakim Tipikor Perintahkan Hadirkan Bobby Nasution, KPK Tunggu Jaksa Pulang dari Sumut
KPK Dalami Peran Gubernur Kalbar Ria Norsan di Kasus Proyek Jalan Mempawah
Golkar Siapkan Posisi Jika Setnov Mau Aktif Lagi di Kepengurusan Partai
Golkar Tegaskan Setnov Tidak Pernah Dipecat, Statusnya Masih Kader Beringin
Menteri Hukum Tegaskan Pembebasan Bersyarat Setya Novanto Murni Wewenang Pengadilan
ICW Kritik Pembebasan Bersyarat Setya Novanto, Sebut Kemunduran dalam Pemberantasan Korupsi
Setnov Wajib Lapor Sebulan Sekali ke Penjara Sampai 2029, Bisa Dihukum Kembali jika Langgar Aturan