KPU Bersiap Berikan Keterangan Soal Sistem Pemilu di Sidang Judicial Review MK


Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari saat menghadiri rakor persiapan pemilu serentak 2024 provinsi Maluku, di Kota Ambon, Kamis (21/7). (HO/Biro Adpim Setda Maluku)
MerahPutih.com - Isu soal sistem Pemilu kini tengah ramai dibahas. Perlu diketahui, sistem proporsional terbuka digugat judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sidang pleno itu terkait gugatan JR mengenai Pemilu 2024 menggunakan proporsional tertutup masih berlangsung. Sidang selanjutnya, dijadwalkan pada Selasa (17/1) mendatang.
Baca Juga:
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari tidak akan berteori soal sistem pemilu akan menerapkan coblos partai (sistem proporsional tertutup) atau tetap memilih langsung nama calegnya (sistem proporsional terbuka).
"Karena level itu di pembentuk undang-undang dan para pengkaji," kata Hasyim kepada wartawan di Jakarta, Kamis (5/1).
Menurut Hasyim, KPU tugasnya sebagai pelaksana UU.
"Sehingga kalau KPU nanti memberi keterangan ya sesuai dengan apa yang dialami dan apa yang menjadi ruang lingkup tugas KPU dalam menyelenggarakan pemilu," sambungnya.
Hasyim menyiapkan kajian terkait sistem pemilu dan bakal disampaikan saat sidang Mahkamah Konstitusi (MK).
"Sudah ada (kajian) nanti disampaikan pada saatnya sidang," ujarnya.
Hasyim mengatakan sebelumnya telah dijadwalkan sidang untuk penyampaian kajian tersebut.
Baca Juga:
Meski begitu, dia menyebut KPU selalu siap memberi keterangan terkait proporsional tertutup atau terbuka di sidang MK.
"Pada saatnya KPU diminta memberi keterangan itu secara proporsional sesuai dengan bidang tugas ruang lingkup kerjanya KPU," ujarnya.
Tak hanya di MK, isu ini juga memantik anggota DPR bereaksi. Sebanyak delapan fraksi di DPR RI menolak usulan Pemilu 2024 dengan sistem proporsional tertutup.
Sejumlah fraksi itu terdiri dari Fraksi Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PKS, PAN, dan PPP.
Baca Juga:
Delapan fraksi di DPR menyatakan, permintaannya agar Mahkamah Konstitusi untuk tetap konsisten dengan Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008, "dengan mempertahankan pasal 168 ayat (2) UU No.7 tahun 2017 sebagai wujud ikut menjaga kemajuan demokrasi Indonesia".
Delapan fraksi itu mengingatkan KPU untuk bekerja sesuai amanat Undang-Undang, tetap independen, tidak mewakili kepentingan siapa pun, kecuali kepentingan rakyat, bangsa dan negara.
"Kami akan terus mengawal pertumbuhan demokrasi Indonesia tetap ke arah yang lebih maju," tulis keterangan delapan fraksi itu. (*)
Baca Juga:
Sejumlah Parpol Kritisi Pernyataan KPU Soal Peluang Pemilu 2024 Coblos Partai Bukan Caleg
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Ogah Buka Dokumen Capres-Cawapres, KPU Jadi Tidak Transparan

KPU Minta Maaf Bikin Gaduh soal Dokumen Capres-Cawapres, Apresiasi Masukan Masyarakat

KPU Batalkan Aturan Kerahasiaan 16 Dokumen Syarat Capres-Cawapres, Termasuk Soal Ijazah

Ijazah Capres/Cawapres tak Ditampilkan ke Publik, Roy Suryo: ini Seperti Beli Kucing dalam Karung

KPU Tutup Akses Dokumen Capres-Cawapres, DPR Ibaratkan Beli Kucing dalam Karung

KPU Tepis Rumor Penyembunyian Ijazah Sengaja untuk Lindungi Capres/Cawapres

Kebijakan KPU Batasi Akses Ijazah Capres/Cawapres, Pengamat Politik: Berpotensi Langgar Keterbukaan Publik

KPU tak Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, Pengamat: Berpotensi Langgar Undang-undang

Istana Tidak Bakal Ikut Campur Soal Larangan Dokumen Capres Cawapres Dikunci KPU

16 Dokumen Syarat Pendaftaran Capres-Wawapres Tertutup Bagi Publik, Termasuk Fotokopi Ijazah
