KPK Amankan Uang Hingga Dokumen Terkait Kasus Bupati Hulu Sungai Utara


KPK menetapkan Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid sebagai tersangka. (Foto: MP/Ponco Sulaksono)
MerahPutih.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi yang menjerat Bupati nonaktif Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Abdul Wahid. Yang terbaru, para penyidik lembaga antirasuah itu terbang ke Kalimantan Selatan untuk menggeledah beberapa tempat pada Jumat (19/11).
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menjelaskan, salah satu tempat yang digeledah tim penyidik adalah rumah Sekda Kabupaten Hulu Sungai Utara. Adapun lokasinya berada di Kelurahan Paliwara, Kecamatan Amuntai tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Tujuan penggeledahan itu adalah untuk mencari barang bukti.
Baca Juga
"Dari lokasi ini, ditemukan dan diamankan bukti antara lain berupa sejumlah uang, berbagai dokumen dan alat elektronik yang diduga kuat terkait dengan perkara," kata Ali dalam keterangannya, Senin (22/11).
Menurut Ali, KPK segera melakukan analisa lanjutan akan dilakukan oleh tim penyidik dan nantinya segera dilakukan penyitaan untuk melengkapi berkas perkara tersangkaAbdul Wahid.
Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus yang telah menjerat Kepala Dinas PU Hulu Sungai Utara, Maliki; Direktur CV Hanamas, Marhaini; dan Direktur CV Kalpataru, Fachriadi.
Dalam konstruksi perkaranya, Abdul Wahid selaku Bupati Hulu Sungai Utara dua periode menunjuk Maliki sebagai Plt Kepala Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara pada 2019. Maliki diduga memberikan uang kepada Abdul Wahid agar menduduki jabatan tersebut.
Tak hanya soal jual beli jabatan Kepala Dinas PUPRP, Abdul Wahid juga diduga menerima suap dari proyek-proyek di Kabupaten Hulu Sungai Utara.

Pada awal 2021, Maliki menemui Abdul Wahid di rumah dinas bupati untuk melaporkan plotting paket pekerjaan lelang pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara tahun 2021.
Dalam dokumen laporan paket plotting pekerjaan tersebut, Maliki telah menyusun sedemikian rupa dan menyebutkan nama-nama dari para kontraktor yang akan dimenangkan dan mengerjakan berbagai proyek tersebut.
Abdul Wahid menyetujui paket plotting ini dengan syarat adanya fee dari nilai proyek dengan persentase pembagian fee yaitu 10 persen untuk dirinya dan 5 persen untuk Maliki.
Pemberian commitment fee yang antara lain diduga diterima oleh Abdul Wahid melalui Maliki berasal dari Marhaini dan Fachriadi senilai sekitar Rp 500 juta.
Selain melalui perantaraan Maliki, Abdul Wahid juga diduga menerima commitment fee dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara, yakni sebesar Rp 4,6 miliar untuk tahun 2019, sebesar Rp 12 miliar pada 2020 dan sebesar Rp 1,8 miliar pada 2021. (Pon)
Baca Juga
KPK Tetapkan Bupati Hulu Sungai Utara Tersangka Suap dan Gratifikasi
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
KPK Periksa Bupati Pati Sudewo, Dalami Dugaan Fee Proyek DJKA yang Mengalir ke DPR

Riza Chalid Diduga ‘Bersembunyi’ di Malaysia, Mabes Polri Segera Terbitkan Red Notice

Bupati Pati Sudewo Irit Bicara Usai Diperiksa KPK 5 Jam terkait Kasus Korupsi Proyek DJKA

KPK Kembali Periksa Bupati Pati Sudewo terkait Kasus Korupsi DJKA

Mencegah Kesucian Ibadah Tercoreng, KPK Diminta Tuntaskan Skandal Korupsi Kuota Haji Secepatnya

Guru Besar UNS: RUU Perampasan Aset Permudah Sita Aset Hasil Korupsi di Luar Negeri

Komisi III DPR Desak KPK Segera Tuntaskan Kasus Korupsi Kuota Haji

Dugaan Korupsi Kuota Haji Terbongkar, KPK Ungkap Alasan Khalid Basalamah Kembalikan Dolar Secara Bertahap

KPK Ungkap 'Rayuan' Oknum Kemenag Agar Khalid Basalamah Pindah dari Haji Furoda ke Khusus

Bos Sritex Terseret Kasus Korupsi, Nunggak PBB Rp 1,1 Miliar ke Pemkab Sukoharjo
