KPK Akan Ambil Alih Perkara Jaksa Pinangki Jika....

Jaksa Pinangki saat menjadi ketua Bhayangkari Rejang Lebong, Bengkulu pada 2018. Foto: Instagram
MerahPutih.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih bersikap 'wait and see' terkait pengambilalihan perkara dugaan suap jaksa Pinangki Sirna Malasari. KPK akan mengambil alih perkara yang sedang ditangani Kejaksaan Agung (Kejakgung) tersebut bila ada salah satu syarat yang terpenuhi.
"KPK memahami harapan publik terkait penyelesaian perkara tersebut, namun semua harus sesuai mekanisme aturan main yaitu UU. KPK akan ambil alih jika ada salah satu syarat-syarat yang ditentukan oleh Pasal 10 A terpenuhi," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Rabu (2/9).
Baca Juga
Lembaga antirasuah mendorong Kejagung transparan dan objektif dalam mengusut perkara yang menjerat Pinangki. Termasuk menjerat petinggi Korps Adhyaksa yang diduga terlibat.
"Kembangkan jika ada fakta-fakta keterlibatan pihak lain karena bagaimanapun publik akan memberikan penilaian hasil kerjanya, " ujar Ali.
Dalam pasal 10A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK disebutkan, KPK berwenang mengambil alih penyidikan dan atau penuntutan terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sedang dilakukan oleh Kepolisian dan Kejaksaan.

Pengambilalihan itu bisa dilakukan atas beberapa alasan. Poin pertama yakni adanya laporan masyarakat mengenai Tindak Pidana Korupsi tidak ditindaklanjuti.
Poin kedua, pengambilalihan dilakukan bila proses penanganan Tindak Pidana Korupsi tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Poin ketiga yakni bila penanganan Tindak Pidana Korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sesungguhnya.
Baca Juga
LG Electronic Indonesia Terpukul 242 Karyawan Terpapar COVID-19
Kemudian poin keempat adalah bila penanganan Tindak Pidana Korupsi mengandung unsur Tindak Pidana Korupsi. Untuk poin kelima pengambilalihan dilakukan bila ada hambatan penanganan Tindak Pidana Korupsi karena campur tangan dari pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif dan di poin keenam yakni bila ada keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabakan. (Pon)
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
Mencegah Kesucian Ibadah Tercoreng, KPK Diminta Tuntaskan Skandal Korupsi Kuota Haji Secepatnya

KPK Wanti-Wanti Potensi Korupsi di Balik Rangkap Jabatan Pejabat Negara

KPK Memanggil 23 Pemilik Tanah Diduga Terlibat Korupsi CSR Bank Indonesia

Komisi III DPR Desak KPK Segera Tuntaskan Kasus Korupsi Kuota Haji

Dugaan Korupsi Kuota Haji Terbongkar, KPK Ungkap Alasan Khalid Basalamah Kembalikan Dolar Secara Bertahap

KPK Ungkap 'Rayuan' Oknum Kemenag Agar Khalid Basalamah Pindah dari Haji Furoda ke Khusus

KPK Segera Umumkan Tersangka Korupsi Kuota Haji, Ini 3 Nama yang Sudah Dicekal

Indeks Integritas Pemkot Anjlok, Alarm Bagi Status Solo Percontohan Kota Anti Korupsi

KPK Desak Pemerintah Patuhi Putusan MK Soal Rangkap Jabatan

Pakar Hukum UNAIR Soroti Pasal Kontroversial RUU Perampasan Aset, Dinilai Bisa Jadi Pedang Bermata Dua
