Jubir MK Tegaskan Keserentakan Pemilu Konstitusional
Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono Soeroso. (ANTARA / Maria Rosari)
MerahPutih.com - Kamis (7/7), Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu yang diajukan Partai Gelora terkait keserentakan Pemilu, yang mengusulkan pemisahan waktu penyelenggaraan pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres).
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menilai pemisahan waktu penyelenggaraan Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tidak dilaksanakan pada hari yang sama tetapi pada tahun yang sama dengan penyelenggaraan Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD dilaksanakan lebih dahulu dibandingkan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana yang diajukan oleh pemohon, sama saja mengembalikan model penyelenggaraan Pemilu 2004, Pemilu 2009, dan Pemilu 2014 yang telah tegas dinilai dan dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah.
Baca Juga:
Bawaslu Pertajam Kemampuan Anggotanya Petakan Potensi Pelanggaran Pemilu
Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono menegaskan, aturan penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) secara serentak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu adalah konstitusional.
"Keserentakan pemilu yang itu sudah dipertimbangkan di dalam putusan-putusan sebelumnya," kata Fajar dalam diskusi daring Gelora Talks bertajuk "Menyoal Putusan MK Atas UU Pemilu: Pilihan Rakyat Makin Terbatas", Jakarta, Rabu (13/7).
Fajar mengatakan, penjelasan tafsir konstitusional MK terkait penyelenggaraan pemilu serentak sudah dijelaskan di dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013.
Ia menjelaskan, pada perkembangan selanjutnya di putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019 telah menjelaskan beberapa kemungkinan alternatif pilihan model pelaksanaan Pemilu Serentak 2024.
"Itu sudah dipertimbangkan semua pilihan penafsiran itu," ujarnya.
Tim Kuasa Hukum Partai Gelora Untuk Judicial Review Said Salahudin mengatakan, uji materi terkait penyelenggaraan Pemilu serentak yang diajukan pihaknya ke MK memiliki relevansi dengan ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold).
"Alternatifnya adalah dengan memisahkan kembali Pileg dengan Pilpres. Kalau Pileg diselenggarakan lebih dulu, partai mana yang dapat kursi dan suara di Pemilu 2024 maka mereka inilah yang diberi hak untuk mengusulkan walaupun masih pakai presidential threshold," ungkap Said dkutip Antara. (*)
Baca Juga:
43 Parpol Miliki Akun Sipol, Siap Bertarung di Pemilu 2024
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
[HOAKS atau FAKTA]: Puan Maharani Gandeng Anies Baswedan di Pilpres 2029, Pede Bisa Raih 68 Persen Suara
DPR Jelaskan Alasan Uang Pengganti Tak Melanggar UUD 1945, Bisa Jadi Senjata Rahasia Jaksa Sita Aset Koruptor
MK Tolak Perubahan Usai Pemuda Menjadi 40 Tahun di UU Kepemudaan
[HOAKS atau FAKTA]: Ketua Harian PSI Usulkan Duet Gibran-Jokowi di Pilpres 2029
Iwakum Nilai Keterangan DPR dan Dewan Pers di MK Tak Jawab Substansi Perlindungan Wartawan
Imunitas Jaksa Dibatasi oleh Putusan MK, Kejagung Janji Lebih Berintegritas
Putusan MK 'Paksa' Revisi UU ASN, DPR Tegaskan Perlunya Pembentukan Lembaga Independen Baru untuk Awasi Sistem Merit
Istana Pelajari Putusan Mahkamah Konstitusi Soal Pembentukan Lembaga Pengawas ASN, Diklaim Sejalan Dengan Pemerintah
Komisi Kejaksaan Hormati Putusan MK soal Pembatasan Imunitas Jaksa
MK Batasi Imunitas Kejaksaan: Pemeriksaan Hingga OTT Jaksa Tidak Perlu Izin Jaksa Agung