G30STWK, Gerak Cepat Pemecatan Pegawai KPK Dicap Merah dan Tidak Bisa Dibina

Alwan Ridha RamdaniAlwan Ridha Ramdani - Rabu, 15 September 2021
G30STWK, Gerak Cepat Pemecatan Pegawai KPK Dicap Merah dan Tidak Bisa Dibina

Novel Baswedan. (Foto: Antara)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.com - Akhirnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipimpin Firli Bahuri, mengeluarkan surat pemecatan pada Novel Baswedan dan kawan-kawan atau pada 57 pegawai yang di cap merah, tidak bisa dibina karena tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) dan dinyatakan tidak layak menjadi PNS di Komisi Antirasuh tersebut.

Walaupun awalnya, pada Rabu (15/9), Ketua Firli Bahuri ogah membeberkan secara detail dan berjanji memilih waktu yang tepat diumumkan ada publik. Tetapi dihari yang sama pula, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, mengumukan pemecatan para anak buahnya tersebut secara resmi per 30 September 2021.

Surat pemecatan, bahkan sudah ada di tangan para atasan 57 pegawai dan mereka diminta untuk segera ambil. Bahkan, pemanggilan untuk menerima surat tersebut, dilayangkan lewat pesan elektronik agar para pegawai datang ke kantor dan menghadap atasannya, seperti yang diungkapkan salah satu pegawai Tata Khoiriyah.

Baca Juga:

57 Pegawai KPK Tak Lolos TWK Dipecat 30 September

Di tengah pemecatan ini, tersiar kabar jika beberapa pegawai yang tidak lolos TWK ini bakal disalurkan pada peruasahaan BUMN. Tetapi syaratnya, mereka harus mengundurkan diri. Upaya penyaluran ini sempat dibantah Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron namun Sekjen KPK Cahya Harefa sebagai bantuan pada pegawai KPK untuk disalurkan bekerja di tempat lain sesuai dengan pengalaman kerja dan kompetensi yang dimilikinya.

Padahal, Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) telah memberikan penilaian atas aduan para pegawai dengan memberikan putusanagar memulihkan status Pegawai KPK yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) untuk dapat diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) KPK yang dapat dimaknai sebagai bagian dari upaya menindaklanjuti arahan Bapak Presiden RI yang sebelumnya telah disampaikan kepada publik.

Bahkan, hasil kesimpulan Komnas HAM, jika pengangkatan sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 70/PUU-XVII/2019 dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa pengalihan
status pegawai KPK tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN
dengan alasan apapun.

Di sisi lain, Ombudsman menyatakan ada penyimpangan prosedur, penyalahgunaan kekuasaan, dan maladministrasi dalam proses tes wawasan kebangsaan pegawai KPK. Ombudsman lantas meminta KPK dan BKN melakukan sejumlah tindakan korektif, salah satunya dengan menetapkan 75 pegawai KPK yang tak lolos tes menjadi aparatur sipil negara.

Selain itu, hasil putusan MA yang menolak permohonan uji materi pegawai KPK nonaktif, Yudi Purnomo dan Farid Andhika terkait Perkom 1/2021. Perkara nomor: 26 P/HUM/202, memberikan penilaian jika secara substansial desain pengalihan Pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) mengikuti ketentuan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan peraturan pelaksanaannya tetapi menegaskan jika tindak lanjut dari TMS adalah domain pemerintah.

Namun, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengartikan dan mengklaim putusan Mahkamah Agung terhadap Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 yang memuat Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) menepis tudingan malaadministrasi dan melanggar HAM dalam proses alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Sementara, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tes wawasan kebangsaan (TWK) bagi pegawai KPK sah dan konstitusional. MK memutuskan Pasal 69B ayat 1 dan Pasal 69C UU KPK tidak bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional). Namun, empat hakim konstitusi sepakat dengan amar putusan tetapi mengajukan alasan yang berbeda (concuring opinion).

"Memberhentikan dengan hormat kepada 51 orang pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat per tanggal 30 September 2021," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu (15/9).

Alex, sapaan Alexander Marwata, mengatakan ada tambahan enam orang pegawai yang bakal ikut dipecat. Menurut Alex, mereka diberhentikan dari KPK karena tidak mau ikut pelatihan bela negara.

Presiden Joko Widodo, sendiri belum memberikan respon pada putusan Komnas HAM dan rekomendasi dari Ombudsman, walaupun dua lembaga tersebut meminta bertemu dan sudah berkirim surat untuk membahas terkait polemik soal TWK ini.

Sejumlah pakar hukum dari Themis Indonesia Law Firm & Dewi Keadilan yang teridir dari Feri Amsari, Bivitri Susanti, Usman Hamid, Titi Anggraini, Nanang Farid Syam, Fadli Ramadhanil dan Ibnu Syamsu telah memberikan penilaian jika kewenangan yang konstitusional tidak menjadi pembenar atas implementasi dari kewenangan tersebut yang dilakukan secara cacat prosedural dan melanggar HAM.

"Mahkamah tidak memutus apapun terkait prosedur yang cacat dalam pelaksanaan TWK oleh KPK, Badan Kepegawaian Negara atau pihak-pihak lain terlibat menyimpangkan kewenangan dalam pelaksanaan TWK. Sehingga putusan MK sama sekali tidak mengenyampingkan temuan Ombudsman RI dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia," kata para peneliti Themis pada 7 September 2021.

Meskipun TWK konstitusional, lanjut para peneliti, namun tidak dapat proses pelaksanaanya tidak menjunjung nilai-nilai konstitusi (UUD 1945) terkait perlindungan HAM dan ketentuan undang-undang lainnya, termasuk UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Para peneliti meminta pimpinan KPK mengakui kealpaan dalam proses penyelenggaraan TWK yang tidak sesuai dengan nilai-nilai UUD 1945, UU Administrasi Pemerintahan, UU HAM dan nilai-nilai tentang kejujuran, transparansi dan menjunjung kemanusian.

Pimpinan KPK
Alexander Marwata

"Melaksanakan TWK ulang yang transparan dan/atau melakukan proses alihstatus sebagaimana pernah diberlakukan terhadap anggota TNI dan kepolisian tanpa perlu melakukan TWK dengan meminta Presiden Joko Widodo menyelesaikan berdasarkan ketentuan PP No 17 Tahun 2020 tentang Manajemen PNS yang membuat Presiden berwenang melantik langsung pegawai KPK menjadi PNS," demikian disampaikan para peneliti.

Tepi, dengan berdasarkan putusan MK dan MK serta mengabaikan putusan Komnas HAM dan rekomendasi Ombudsman, KPK akhirnya memilih untuk memecat para pungganya yang telah puluhan tahun mengabdi dengan alasan telah rampungnya alih status menjadi PNS.

Dalam cuitanya, Giri Supradiono, salah seorang mengisaratkan, telah mendapatkan pemberitahuan pemecatan dan menilai jika pimpinan KPK ingin mendahului keputusan presiden sebagai kepala pemerintahan.

"Hari ini kami dapat SK dari pimpinan KPK. Mereka memecat kami! berlaku 30 September 2021. Layaknya, mereka ingin buru-buru mendahuli Presiden sebagai kepala pemerintahan. Memilih 30 September sebagai kesengajaan. Mengingatkan sebuah gerakan yang jahat dan kejam," cuit Giri di akun twitternya @giriprapdiono.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron berkilah, pemecatan tersebut tidak melanggar hukum. Pasalnya, pemecatan para pegawai dilakukan setelah Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan keputusan tentang uji materil terkait TWK.

KPK enggan menunggu batas akhir pemecatan, proses alih status rampung sebelum 31 Oktober 2021. Sehingga, kata dia, pemecatan pegawai tidak perlu menunggu batas akhir.

"Jadi ini bukan percepatan tapi ini dalam durasi yang dimandatkan dalam undang-undang," ungkap Ghufron. (Pon)

Baca Juga:

Kata Firli Soal Kabar Novel Baswedan Cs Akan Dipecat pada 1 Oktober

#TWK #Novel Baswedan #KPK #Revisi UU KPK
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Berita Terkait

Indonesia
KPK Wanti-Wanti Potensi Korupsi di Balik Rangkap Jabatan Pejabat Negara
KPK akan melakukan kajian terkait praktik rangkap jabatan.
Ananda Dimas Prasetya - Jumat, 19 September 2025
KPK Wanti-Wanti Potensi Korupsi di Balik Rangkap Jabatan Pejabat Negara
Indonesia
KPK Memanggil 23 Pemilik Tanah Diduga Terlibat Korupsi CSR Bank Indonesia
Ada tujuh pemilik tanah yang dipanggil lembaga antirasuah untuk diperiksa sebagai saksi kasus tersebut.
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 19 September 2025
KPK Memanggil 23 Pemilik Tanah Diduga Terlibat Korupsi CSR Bank Indonesia
Indonesia
Komisi III DPR Desak KPK Segera Tuntaskan Kasus Korupsi Kuota Haji
Korupsi kuota haji merupakan bentuk pengkhianatan terhadap amanah umat.
Dwi Astarini - Jumat, 19 September 2025
Komisi III DPR Desak KPK Segera Tuntaskan Kasus Korupsi Kuota Haji
Indonesia
Dugaan Korupsi Kuota Haji Terbongkar, KPK Ungkap Alasan Khalid Basalamah Kembalikan Dolar Secara Bertahap
KPK juga telah meminta keterangan dari mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas
Angga Yudha Pratama - Jumat, 19 September 2025
Dugaan Korupsi Kuota Haji Terbongkar, KPK Ungkap Alasan Khalid Basalamah Kembalikan Dolar Secara Bertahap
Indonesia
KPK Ungkap 'Rayuan' Oknum Kemenag Agar Khalid Basalamah Pindah dari Haji Furoda ke Khusus
Asep menjelaskan bahwa oknum Kemenag tersebut menjanjikan Khalid Basalamah dan ratusan jemaahnya tetap bisa berangkat haji pada tahun yang sama melalui jalur haji khusus
Angga Yudha Pratama - Jumat, 19 September 2025
KPK Ungkap 'Rayuan' Oknum Kemenag Agar Khalid Basalamah Pindah dari Haji Furoda ke Khusus
Indonesia
KPK Segera Umumkan Tersangka Korupsi Kuota Haji, Ini 3 Nama yang Sudah Dicekal 
Rabu (10/9) pekan lalu, KPK menyatakan sudah mempunyai nama calon tersangka, tetapi hingga hari ini belum juga dibuka ke publik.
Wisnu Cipto - Kamis, 18 September 2025
KPK Segera Umumkan Tersangka Korupsi Kuota Haji, Ini 3 Nama yang Sudah Dicekal 
Indonesia
Indeks Integritas Pemkot Anjlok, Alarm Bagi Status Solo Percontohan Kota Anti Korupsi
Survei Penilaian Integritas Kota Solo turun menjadi 76,55 masuk kategori warna kuning (waspada) di posisi 19 dari 36 kabupaten/kota di Jawa Tengah
Wisnu Cipto - Kamis, 18 September 2025
Indeks Integritas Pemkot Anjlok, Alarm Bagi Status Solo Percontohan Kota Anti Korupsi
Indonesia
KPK Desak Pemerintah Patuhi Putusan MK Soal Rangkap Jabatan
Mendorong pembentukan Komite Remunerasi Independen di BUMN atau lembaga publik untuk menjaga transparansi dan perbaikan skema pensiun.
Alwan Ridha Ramdani - Kamis, 18 September 2025
KPK Desak Pemerintah Patuhi Putusan MK Soal Rangkap Jabatan
Indonesia
Pakar Hukum UNAIR Soroti Pasal Kontroversial RUU Perampasan Aset, Dinilai Bisa Jadi Pedang Bermata Dua
RUU tersebut mengandung potensi masalah serius apabila tidak dibarengi penegakan hukum yang bersih dan berintegritas.
Dwi Astarini - Kamis, 18 September 2025
Pakar Hukum UNAIR Soroti Pasal Kontroversial RUU Perampasan Aset, Dinilai Bisa Jadi Pedang Bermata Dua
Indonesia
Bekas Milik Koruptor, Baju Seharga Goceng Laku Rp 2,6 Juta di Lelang KPK
KPK awalnya mematok harga harga limit baju milik terpidana kasus dugaan korupsi pengadaan pupuk urea tablet di Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah tahun anggaran 2010-2011 dan 2012-2013, Librato El Arif itu Rp 5.700.
Wisnu Cipto - Rabu, 17 September 2025
Bekas Milik Koruptor, Baju Seharga Goceng Laku Rp 2,6 Juta di Lelang KPK
Bagikan