DPR Kembali Dikritik karena Bahas Percepatan RKUHP saat Pandemi COVID-19


Suasana Rapat Paripurna ke 11 DPR RI Masa persidangan 2 tahun 2019-2020, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis. (ANTARA/Imam B)
MerahPutih.com - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengkritik langkah DPR yang melakukan pembahasan RKUHP di tengah pandemi COVID-19.
ICJR mengatakan, dalam kondisi Pembatasan Sosial Berskala Besar ini, seharusnya DPR dan pemerintah memfasilitasi diskusi-diskusi online terkait dengan substansi-substansi RKUHP untuk mensosialisasikan, mendapatkan masukan, dan menjangkau pelbagai pihak dan seluas-luasnya.
Baca Juga:
MUI Ingatkan Pemerintah Transparan Kelola Anggaran Penanggulangan COVID-19
"Pandemi ini tidak boleh dijadikan kesempatan untuk mengesahkan RUU yang masih mengandung banyak permasalahan dan tidak dibahas secara inklusif," kata ICJR dalam keterangannya, Kamis (2/4).
ICJR mencatat di dalam draf terakhir per September 2019, masih terdapat pasal bermasalah yang overkriminalisasi.
Seperti pasal hukum yang hidup di masyarakat, penghinaan presiden dan pemerintah, larangan mempertunjukkan alat kontrasepsi, perzinaan, kohabitasi, penggelandangan, aborsi, tindak pidana korupsi, contempt of court, makar, kriminalisasi penghinaan yang eksesif, tindak pidana terhadap agama, rumusan tindak pencabulan yang diskriminatif, tindak pidana narkotika dan pelanggaran HAM berat.
"Pembahasan RKUHP belum melibatkan lebih banyak pihak yang akan terdampak dari penegakan RKUHP nantinya," jelas ICJR.
Selama ini, pembahasan hanya fokus dilakukan oleh ahli-ahli hukum pidana, tanpa mempertimbangkan pendapat dari bidang ilmu lain yang terdampak seperti bidang kesehatan, kesehatan masyarakat, kriminologi, pariwisata, dan ekonomi.
"Selain penting melibatkan lebih banyak aktor, skala konsultasi pembahasan RKUHP tidak boleh hanya berpusat di Jawa, perlu keterwakilan seluruh daerah di Indonesia untuk menjamin KUHP di masa depan mampu ditegakkan hukumnya di seluruh wilayah," imbuh ICJR.

ICJR mendesak DPR dan pemerintah kembali membahas dengan lebih teliti dan inklusif seluruh pasal dalam RKUHP khususnya yang berpotensi memperburuk kondisi overcriminalization yang mengakibatkan overcrowding rutan dan lapas.
Serta menekankan pentingnya membuka akses dan pengaturan lebih komprehensif terkait alternatif pemidanaan non-pemenjaraan.
"Apabila pemerintah dan DPR masih memaksakan melakukan pengesahan dalam waktu yang sempit ini terhadap pengaturan RKUHP yang diyakini justru memperburuk kondisi pandemi COVID-19, " kata ICJR.
DPR sebelumnya menyetujui tindak lanjut pembahasan Rancangan Undang-undang Kitab Hukum Pidana atau RKUHP dan RUU Pemasyarakatan.
Wakil Ketua DPR Azis Syamsudin mengatakan, telah berkoordinasi dengan pimpinan Komisi III DPR, komisi yang membahas dua RUU itu.
"Persetujuan terhadap tindak lanjut pembahasan RUU Pemasyarakatan dan RKUHP kami telah menerima dan berkoordinasi dengan pimpinan Komisi tiga," kata Azis.
Baca Juga:
Program Jaring Pengaman Sosial Harus Dipastikan Tepat Sasaran
Azis mengatakan, pimpinan Komisi III meminta waktu satu pekan menyelesaikan pembahasan dua RUU itu untuk selanjutnya dibawa ke rapat paripurna. Pimpinan DPR pun menunggu keputusan berikutnya dari Komisi III.
"Kami menunggu tindak lanjut dari pimpinan Komisi III yang meminta waktu satu pekan dalam rangka pengesahan untuk dibawa ke tingkat dua," kata politikus Golkar ini.
Langkah DPR mempercepat pengesahan RKUHP dan RUU Pemasyarakatan memang sudah terlihat dalam rapat Komisi III dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Rabu (1/4).
Azis yang hadir dalam rapat itu meminta Komisi III dan pemerintah segera melanjutkan pembahasan RKUHP dan RUU Pemasyarakatan. (Knu)
Baca Juga:
Anies Ngaku ke Ma'ruf Amin Makamkan 38 Orang Meninggal Dengan Protap WHO
Bagikan
Berita Terkait
Menilik Pameran Foto Warna-Warni Parlemen Bertajuk Parlemen Berdaulat Indonesia Maju

DPR Singgung 5.626 Kasus Keracunan MBG, Desak Pemerintah Alihkan Wewenang ke Sekolah

DPR Minta Audit Menyeluruh Program Makan Bergizi Gratis Usai Temuan Food Tray Non Halal

Nurdin Halid Sebut Kebijakan Impor BBM Pertamina Selaras Semangat Ekonomi Pancasila, Bukan Monopoli

Mencegah Kesucian Ibadah Tercoreng, KPK Diminta Tuntaskan Skandal Korupsi Kuota Haji Secepatnya

Politikus Kritik Perintah Menteri ESDM Jika Impor Minyak Satu Pintu Lewat Pertamina, Langar Aturan

DPR Dorong OJK Perketat Pengawasan Bank Himbara dan Prioritaskan Kredit UMKM

Revisi UU LPSK Dorong Restitusi Diperluas Hingga Pemulihan Hak Korban secara Menyeluruh

DPR Sebut Stok BBM Aman, Kelangkaan di SPBU Swasta Hanya Terjadi di Jabodetabek

Ketua Baleg DPR Pastikan RUU Perampasan Aset Dibahas Tahun ini, Tekankan Transparansi Publik
