Yuk Kenali Perbedaan Stres, Parental Burnout dan Depresi


Mengenal parental burnout. (Foto: Pixabay/finelightarts)
HINGGA saat ini beberapa kegiatan belum berlangsung normal, salah satunya ialah belajar di sekolah. Para murid terpaksa harus menimba ilmu di rumah masing-masing guna meminimalisir penyebaran virus COVID-19. Sayangnya, hal tersebut menimbulkan masalah baru.
Para orangtua merasa keteteran menghadapi tingkah laku anak selama proses belajar. Akhirnya istilah parental burnout atau kelelahan mengurus anak akhirnya menjadi populer sejak pandemi berlangsung. Lantas, apa sih bedanya dengan stres dan depresi?
Baca juga:
Lagu Seru untuk Rayakan Keberhasilan Survive di Masa Pandemi
Dilansir Antaranews.com, Rabu (16/12), Putu Andani, M.Psi., psikolog dari TigaGenerasi menjelaskan para ibu memiliki risiko lebih tinggi terkena stres, parental burnout dan depresi. Agar bisa membedakan antara stres, burnout dan depresi, Putu membaginya ke dalam tingkatan tertentu.

Stres berada di tingkatan pertama, kemudian di urutan selanjutnya ada burnout dan terakhir yang paling berbahaya ialah depresi di tingkatan ketiga. Cara membedakannya gimana? Kalau stres itu lebih singkat waktunya, cepat banget kita bangkitnya kalau burnout ini kelelahan yang luar biasa secara mental," ujar Putu.
Dampak dari parental burnout ialah timbulnya jarak ke anak. Seorang ibu merasa mengurus anak adalah pekerjaan yang tak lagi membutuhkan kedekatan emosional. "Karena kita sebenarnya penginnya off tapi enggak bisa break, akhirnya kita ke anak hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya aja bukan kebutuhan emosionalnya," tuturnya.
Baca juga:
Parental burnout biasanya disebabkan multiperan yang dijalani ibu seperti menjadi diri sendiri, ibu, istri, pekerja dan guru. Semua tugas ini terpaksa harus dijalani secara bersamaan pada tahun 2020, sehingga banyak ibu mengalami parental burnout.

"Riset dari KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), 2020 ini berat sekali khususnya para ibu karena adaptasi yang dilakukan para ibu ini luar biasa besarnya. Peran yang sangat banyak ini perlu diadaptasikan sehingga tingkat stres terus meningkat entah itu nantinya jadi survive atau depresi," kata Putu.
Guna mengatasi parental burnout, seorang ibu harus beristirahat sejenak dari rutinitas harian. Ketika mengambil jeda, kamu bisa bercerita masalah tersebut ke teman, suami ataupun keluarga, meregulasi hingga memberikan afirmasi positif ke diri sendiri.
"Kalau misalnya burnout ini terjadi, wajib take a break, karena badan kita sama pikiran kita itu udah enggak sinkron, bonding-nya udah enggak kerasa. Nah kalau hal-hal itu sudah kita lakukan dan hal-hal itu masih terjadi segera kontak ahli," tutupnya. (Yni)
Baca juga:
'Hantaman' Pandemi COVID-19 Tak Menyurutkan Daya Beli Konsumen Indonesia
Bagikan
Berita Terkait
Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak

Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian

DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran

Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar

Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional

Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa
