Wakil Ketua KPK: Jika Pacar Anda Bupati, Pemberian Bisa Dianggap Suap


Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat memberi sambutan dalam webinar "Pengendalian Gratifikasi: Mancabut Akar Korupsi" disiarkan melalui kanal Youtube KPK, Selasa (30/11). ANTARA/Benardy Ferdiansyah
MerahPutih.com - Komisi Pemberantasan Korupsi mengingatkan kepada seluruh pejabat negara agar tidak terlibat gratifikasi. Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron menuturkan, mendapatkan hadiah dari siapa pun termasuk pacar atau mertua bisa dianggap suap jika tidak melaporkan pemberian itu.
"Anda dengan pacar, Anda dengan mertua, itu tidak masalah, tetapi kalau kemudian ternyata pacar Anda adalah bupati, mertua Anda adalah Dirjen atau menteri, itu yang kemudian sudah diliputi aspek hukum gratifikasi," kata Ghufron saat memberi sambutan dalam webinar "Pengendalian Gratifikasi: Mancabut Akar Korupsi" disiarkan kanal Youtube KPK, Selasa (30/11).
Baca Juga
Dugaan Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa di Hulu Sungai Utara, Dua Saksi Diperiksa KPK
Ghufron mengatakan penerimaan gratifikasi dapat menghambat objektivitas penyelenggara negara. Oleh karena itu, ia mengimbau kepada pejabat pemerintahan untuk menghindari kebiasaan buruk tersebut.
"Objektivitas dan keadilan atau "fairness, bisa terganggu karena adanya gratifikasi," kata Ghufron.
Pada prinsipnya, kata dia, gratifikasi adalah suatu bentuk hadiah atau pemberian, baik barang uang ataupun jasa kepada penyelenggara negara. Oleh karena itu, ia mengatakan gratifikasi itu dianggap suap jika tidak dilaporkan selama 30 hari kerja.
"Tetapi kemudian kalau 30 hari kerja karena mendapat sesuatu baik di rumah di kantor ataupun di mana pun berada selama 30 hari kerja maka kemudian gratifikasi tersebut yang diasumsikan hukum sebagai suap karena iktikad baik Anda melaporkan, maka gugur statusnya sebagai suap," tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Ghufron menyampaikan jumlah laporan gratifikasi kepada KPK selama tahun 2015 sampai September 2021 sebanyak 7.709 laporan dan yang ditetapkan menjadi milik negara sebanyak 6.310 laporan.
"Ini yang perlu kami sampaikan, statistik laporan gratifikasi yang masuk ada 7.709 laporan yang kemudian kami tetapkan menjadi milik negara 6.310 laporan. Sementara nilainya kalau diuangkan ada Rp 171 miliar," ungkap Ghufron.
Baca Juga
KPK Langsung Bereaksi Usai Vonis Gubernur Sulsel Lebih Rendah dari Tuntutan
Ia kembali mengingatkan tidak menerima sesuatu dalam memberikan layanan publik harus menjadi kesadaran bagi setiap penyelenggara negara
"Sekali lagi, gratifikasi bukan berarti akhir ataupun final, (pelaporan) gratifikasi hanya cara bagi kita agar layanan publik bisa objektif, bisa adil. Tidak berarti kemudian semakin banyak laporan gratifikasi tidak berarti kemudian bebas korupsi, gratifikasinya sudah banyak dilaporkan tetapi yang dilaporkan yang kecil-kecil, ternyata yang besar tidak dilaporkan," tutup Ghufron.
Gratifikasi dianggap pemberian suap sebagaimana diatur dalam Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman pidananya 4 tahun sampai 20 tahun penjara dan denda dari Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.
Menurut penjelasan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, gratifikasi meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Namun, ancaman pidana tersebut tidak berlaku jika penerima gratifikasi melaporkan kepada KPK paling lambat 30 hari kerja sebagaimana ketentuan Pasal 12C. KPK mengimbau pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk menolak gratifikasi yang dilarang pada kesempatan pertama. (*)
Baca Juga
Gali Kasus Dugaan Korupsi Mesin Giling Tebu, KPK Periksa EVP PTPN Holding
Bagikan
Andika Pratama
Berita Terkait
KPK Segera Umumkan Tersangka Korupsi Kuota Haji, Ini 3 Nama yang Sudah Dicekal

Indeks Integritas Pemkot Anjlok, Alarm Bagi Status Solo Percontohan Kota Anti Korupsi

KPK Desak Pemerintah Patuhi Putusan MK Soal Rangkap Jabatan

Pakar Hukum UNAIR Soroti Pasal Kontroversial RUU Perampasan Aset, Dinilai Bisa Jadi Pedang Bermata Dua

Bekas Milik Koruptor, Baju Seharga Goceng Laku Rp 2,6 Juta di Lelang KPK

Kasus Korupsi Kuota Haji, KPK Sita Uang dari Khalid Basalamah

PBNU Desak KPK Segera Umumkan Tersangka Korupsi Kuota Haji Biar tidak Jadi Bola Liar

KPK Cecar Eks Sekjen Kemenag Proses Terbitnya SK Kuota Haji Tambahan Era Menag Yaqut

KPK Menggali Keterangan Khalid Basalamah Terkait Perolehan Kuota Haji Khusus

Lisa Mariana di Mabes Polri Bilang Terima Duit Banyak dari RK, KPK Janji Dalami Libatkan PPATK
