Dugaan Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa di Hulu Sungai Utara, Dua Saksi Diperiksa KPK

Bupati Hulu Sungai Utara nonaktir Abdul Wahid meninggalkan Gedung Merah Putih KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Jumat (1/10/2021). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/rwa.
Merahputih.com - Kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2021-2022 terus didalami Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terbaru, penyidik memeriksa dua orang saksi dalam perkara ini.
Dua orang saksi tersebut yakni Bobby Koesmanjaya selaku pendiri dan pengasuh pondok pesantren (ponpes) dan Ferry Riandy Wijaya dari pihak swasta. Keduanya diperiksa untuk tersangka Bupati Hulu Sungai Utara nonaktif Abdul Wahid (AW).
Baca Juga
KPK Tetapkan Bupati Hulu Sungai Utara Tersangka Suap dan Gratifikasi
"Hari ini, bertempat di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik mengagendakan pemeriksaan saksi untuk tersangka AW," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (30/11).
KPK telah menetapkan Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi.
Penetapan Abdul Wahid sebagai tersangka merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat Maliki (MK) selaku Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Hulu Sungai Utara, Marhaini (MRH) dari pihak swasta/Direktur CV Hanamas, dan Fachriadi (FH) dari pihak swasta/Direktur CV Kalpataru.

KPK menduga pemberian komitmen bagian yang diduga diterima Abdul Wahid melalui Maliki, yaitu dari Marhaini dan Fachriadi dengan jumlah sekitar Rp 500 juta.
Selain melalui perantaraan Maliki, Abdul Wahid juga diduga menerima komitmen bagian dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara, yaitu pada 2019 sekitar Rp 4,6 miliar, pada 2020 sekitar Rp 12 miliar, dan pada 2021 sekitar Rp 1,8 miliar.
Baca Juga
Selain itu, selama proses penyidikan berlangsung, tim penyidik telah mengamankan sejumlah uang dalam bentuk tunai dengan pecahan mata uang rupiah dan juga mata uang asing yang hingga saat ini masih terus dilakukan penghitungan jumlahnya.
Atas perbuatannya, Abdul Wahid disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 65 KUHP. (Asp)
Bagikan
Asropih
Berita Terkait
KPK Ungkap 'Rayuan' Oknum Kemenag Agar Khalid Basalamah Pindah dari Haji Furoda ke Khusus

Bos Sritex Terseret Kasus Korupsi, Nunggak PBB Rp 1,1 Miliar ke Pemkab Sukoharjo

KPK Segera Umumkan Tersangka Korupsi Kuota Haji, Ini 3 Nama yang Sudah Dicekal

Indeks Integritas Pemkot Anjlok, Alarm Bagi Status Solo Percontohan Kota Anti Korupsi

Ketua Baleg DPR Pastikan RUU Perampasan Aset Dibahas Tahun ini, Tekankan Transparansi Publik

KPK Desak Pemerintah Patuhi Putusan MK Soal Rangkap Jabatan

Pakar Hukum UNAIR Soroti Pasal Kontroversial RUU Perampasan Aset, Dinilai Bisa Jadi Pedang Bermata Dua

Bekas Milik Koruptor, Baju Seharga Goceng Laku Rp 2,6 Juta di Lelang KPK

5 Pasal Kontroversial dalam RUU Perampasan Aset yang Perlu Direvisi, Pakar UNM Ungkap Risiko Kriminalisasi dan Kehilangan Kepercayaan Publik

Kasus Korupsi Kuota Haji, KPK Sita Uang dari Khalid Basalamah
