Tradisi Memanjangkan Telinga Suku Dayak Hampir Punah


Tradisi memanjangkan telinga pada suku Dayak sudah hampir punah, hanya orang-orang tua saja yang masih terlihat memiliki telinga panjang (Foto: itanurjannah.blogspot)
Telingaan aruu, yang artinya daun telinga panjang, merupakan tradisi turun-temurun, baik oleh pria maupun wanita Suku Dayak. Pemasangan anting-anting dilakukan sejak bayi, diawali dengan ritual nucuk penikng atau penindikan daun telinga. Namun tentunya anting-anting saat bayi berbeda dari anting-anting dewasa.
Bagaimana hingga telinga bisa memanjang? Proses penindikan seperti umumnya, menggunakan jarum. Lubang tindikan awalnya hanya diberi hiasan berupa benang sebagai pengganti anting-anting.
Setelah luka tindikan sembuh, benang diganti pintalan kayu gabus, yang seminggu sekali diganti dengan yang berukuran lebih besar. Pintalan ini akan mengembang saat terkena air, sehingga lubang untuk anting-anting pun membesar.
Lubang yang membesar itu pun kemudian digantungi anting-anting berbahan tembaga, yang disebut belaong. Berat dan jumlah yang terus ditambah menyebabkan daun telinga memelar hingga menyentuh pundak. Penambahan anting-anting dilakukan menyesuaikan usia dan status sosial.
Jenis anting-anting pada tradisi ini secara umum dibagi dua, yaitu hisang semhaa dan hisang kavaat. Hisang semhaa dipasang di sekeliling lubang daun telinga, sedangkan hisang kavaat dipakai pada lubang daun telinga.

Tradisi memanjangkan daun telinga ini bertujuan menunjukkan identitas kebangsawanan dan simbol kecantikan. Sementara Suku Dayak Iban percaya bahwa pemberat telinga ini merupakan bentuk latihan kesabaran dan ketahanan akan penderitaan maupun rasa sakit.
Bagi perempuan Dayak, daun telinga diperbolehkan memanjang sampai sebatas dada, sedangkan lelaki tidak boleh lebih dari bahu. Pada Suku Dayak Iban, lubang telinga lebih seperti huruf O, bukan memanjang. Daun telinga yang memanjang ini dapat memendek setelah belasan hingga puluhan tahun tidak menggunakan hisang kavaat.
Tidak semua subetnik Dayak di Kalimantan melakukan hal tersebut, hanya beberapa kelompok suku, di antaranya Dayak Kenyah, Kayaan, Iban, dan Taman. Akan tetapi, tradisi ini tidak lagi atau pun jarang dilakukan, khususnya bagi generasi muda Dayak meski mereka tinggal di pedalaman. Hanya tersisa beberapa orang dari generasi tua yang tampak masih memegang teguh tradisi.
Para pemerhati Suku Dayak juga mengatakan tradisi ini sudah pada tahap kritis. Nucuk penikng (penindikan) masih dilakukan, namun tidak dengan telingaan aruu. Arus modernisasi menjadi penyebab ancaman kepunahan identitas budaya Dayak ini. Selain itu, generasi muda Dayak lebih memilih perhiasan yang menyerupai daun telinga panjang lengkap dengan hisang kavaat-nya.
Baca juga artikel Baduy, Suku Adat Sunda di Selatan Banten yang Penuh Misteri.
Bagikan
Berita Terkait
Jangan Diabaikan! Kerusakan Pendengaran Akibat Suara Keras Sound Horeg Bisa Jadi Permanen, Begini Pencegahannya

Korea Selatan kembali Gelar Adu Banteng, Aktivis Hewan Langsung Bereaksi Lempar Kecaman

Lebaran Sapi, Tradisi Unik Warga Lereng Merapi Boyolali Rayakan Hewan Ternak

Tarian Gundala-Gundala Ritual Pemanggil Hujan dari Tanah Karo

Lomba Dayung Jukung, Tradisi Unik 17 Agustusan di Kalimantan Selatan

Menjaga Tradisi dan Alam Kalimantan lewat Tenun

3 Tradisi Unik di Indonesia Merayakan Idul Adha

Ahli Sebut Bersihkan Telinga Pakai Cotton Bud Berbahaya

[HOAKS atau FAKTA]: Suku Dayak Protes Pembangunan IKN
![[HOAKS atau FAKTA]: Suku Dayak Protes Pembangunan IKN](https://img.merahputih.com/media/d2/cf/ad/d2cfadd8acd5e5f7bd90d7ee6c4e1bf9_182x135.jpg)
Mengenal Makna Tradisi Imlek 'Yu Sheng'
