Korea Selatan kembali Gelar Adu Banteng, Aktivis Hewan Langsung Bereaksi Lempar Kecaman


Turnamen adu banteng di Korea Selatan.(foto: Dok KAWA)
MERAHPUTIH.COM - ARENA adu banteng di Kabupaten Dalseong, Daegu, Korea Selatan, Rabu (30/4), ramai lagi. Dua ekor banteng beradu di arena. Inilah turnamen adu banteng yang kembali diperbolehkan digelar.
Di luar arena adu banteng, keramaian yang tak kalah bising juga terjadi. Koalisi organisasi advokasi, termasuk Korea Animal Rights Advocates (KARA) dan Korean Animal Welfare Association (KAWA), menggelar unjuk rasa. Ketegangan meningkat setelah para aktivis menyoroti spanduk promosi yang menawarkan anak sapi hidup sebagai hadiah undian, sebuah pelanggaran terhadap Undang-Undang Perlindungan Hewan Korea yang melarang penggunaan hewan sebagai hadiah.
Sebagai tanggapan, pejabat Dalseong mengatakan hadiah tersebut akan diganti dengan uang tunai atau patung anak sapi emas. Hal itu mengundang masyarakat untuk memverifikasinya langsung pada hari acara.
Aksi ini digelar setelah pemerintah daerah di Korea menggelar kembali turnamen adu banteng meskipun ada kekhawatiran terkait dengan wabah penyakit kaki dan mulut baru-baru ini. Inilah pangkal penolakan keras dari kelompok-kelompok pemerhati hak-hak hewan.
Kelompok pengunjuk rasa, yang tergabung dalam Aliansi Nasional untuk Menghapus Adu Banteng yang Kejam, menyerukan penghentian segera kegiatan adu banteng dengan alasan kekejaman terhadap hewan dan risiko terhadap keamanan hayati. Mereka menentang dimulainya kembali turnamen yang kontroversial di Dalseong dan beberapa kabupaten lain seperti Changnyeong dan Jinju di Provinsi Gyeongsang Selatan. Turnamen ini sebelumnya menunda acara karena wabah penyakit ternak pada Maret lalu.
Baca juga:
Kebakaran Hutan, Jamur Pinus Kesayangan Warga Korea Selatan Terancam Hilang
Warisan Budaya vs Penyiksaan Hewan
Saat beberapa pemerintah daerah membela acara ini sebagai bagian dari warisan budaya Korea, para pengkritik menilai praktik tersebut mengeksploitasi hewan demi hiburan dan perjudian. Kontroversi ini kembali memicu perdebatan tentang pendanaan publik untuk kegiatan semacam itu.
Menurut para aktivis, tujuh pemerintah daerah berencana atau telah menggelar turnamen adu banteng tahun ini, dengan sebagian telah menerima alokasi anggaran. Daerah-daerah tersebut meliputi Dalseong, Changnyeong, Jinju, Changwon, Uiryeong, dan Boeun, serta Kabupaten Cheongdo di Provinsi Gyeongsang Utara, yang mengoperasikan arena adu banteng sepanjang tahun meskipun tidak menerima dana langsung untuk kegiatan itu tahun ini.
Para aktivis mencatat, meskipun pemerintah sebelumnya menunda acara demi mencegah penyebaran penyakit, kini para pejabat daerah justru memaksakan penyelenggaraan turnamen meski kasus penyakit kaki dan mulut masih terus muncul di wilayah selatan. “Menggelar turnamen adu banteng selama tiga minggu berturut-turut, saat infeksi baru masih terjadi ialah tindakan yang gegabah,” ujar seorang pejabat dari koalisi pemerhati hewan, seperti dilansir The Korea Times.
Pemerintah pusat sendiri mulai mengambil jarak dari dukungan terhadap praktik ini. Pada Januari lalu, Administrasi Warisan Budaya Korea memutuskan untuk tidak meninjau permintaan penetapan adu banteng sebagai warisan budaya tak benda, dengan alasan bahwa bentuk adu banteng modern sangat berbeda dari akar tradisionalnya.
Namun, beberapa kota tetap mengalokasikan anggaran melalui mekanisme mendadak. Dalam kasus Dalseong, Kota Daegu awalnya tidak merencanakan dukungan apa pun, tetapi dewan kota akhirnya meloloskan pendanaan setelah dipengaruhi seorang anggota dewan dari distrik tersebut. Para aktivis memperingatkan bahwa pendanaan terselubung seperti itu bisa mendorong upaya-upaya lokal untuk terus mengadakan adu banteng meski mendapat penolakan yang semakin luas dari publik.
Saat menanggapi kritik tersebut, seorang pejabat Kabupaten Dalseong mengklaim semua banteng yang berpartisipasi telah divaksinasi dan tidak lagi berisiko tertular penyakit. Ia juga mengecilkan tuduhan kekejaman. “Dalam banyak kasus, banteng justru berusaha mundur daripada bertarung. Sekitar sepertiga dari mereka hanya mundur saja,” kata dia.
Namun, para aktivis menegaskan memaksa hewan bertarung dalam kondisi stres, terlepas dari ada atau tidaknya luka fisik yang terlihat, tetaplah merupakan bentuk kekejaman. Salah satu foto yang dirilis aktivis memperlihatkan seekor banteng berdarah sedang ditarik keluar dari arena menggunakan cincin di hidungnya setelah pertandingan.
Ketika ditanya apakah turnamen akan terus digelar tahun depan, pejabat Dalseong menyatakan masih terlalu dini untuk memutuskan, tapi anggaran di masa depan amat mungkin akan dikurangi, bukan ditambah.
Sementara itu, koalisi aktivis berjanji akan melanjutkan aksi protes terhadap pemerintah daerah lain yang berencana menggelar turnamen serupa.
“Sudah saatnya masyarakat kita berkembang menjadi masyarakat yang menghargai kehidupan hewan, bukan mengeksploitasinya demi hiburan,” ujar seorang pejabat dari koalisi tersebut.(dwi)
Baca juga:
Bagikan
Berita Terkait
Aji Mumpung Banget ini, Seoul Tawarkan Paket Wisata dengan Kelas Tari 'KPop Demon Hunters'

Indonesia U-23 Tertinggal di Babak Pertama, Gol Tunggal Korsel Dicetak Menit ke-6

Cara Ramah Pulau Jeju Ingatkan Wisatawan yang Bertingkah, tak ada Hukuman

Tergolong Senior, Ketua Federasi Woodball Korea Selatan Berumur 65 Tahun Turun Langsung di Asian Cup 2025, Sampaikan Pujian Penyelenggaraan di JSI Resort

Bill Gates bakal Jadi Bintang Tamu Acara Bincang-Bincang Korsel, 'You Quiz on the Block', Ngobrolin Yayasan Kemanusiaannya

Pakai Gambar Bendera Matahari Terbit, Oasis Hadapi Kecaman di Korea padahal Sebentar lagi Manggung di Seoul

Kim Nam-gil Bikin Proyek Kebudayaan, Ikut Rayakan HUT Kemerdekaan Ke-80 Korsel

Hadiah-Hadiah Mewah Mengantarkan Mantan Ibu Negara Korea Selatan Kim Keon-hee ke Penjara, enggak lagi Bisa Tampil Glamor

Mantan Ibu Negara Korea Selatan Kim Keon-hee Ditahan, Pertama dalam Sejarah Pasangan Mantan Presiden Dipenjara

Dikeluarkan dari Writers Guild of America, Park Chan-wook Bantah Langgar Aturan Organisasi
