Terkait UMP Jatim, Muncul Paham Berseberangan di Tubuh SPSI
Para buruh saat demo penolakan terhadap Omnibus Law di Surabaya. (Foto: MP/Andik Eldon)
MerahPutih.com - Pengumuman terkait kenaikan upah minimum provinsi (UMP) yang diputuskan oleh Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menuai suara berseberangan di tubuh Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI).
Terbukti seperti yang disampaikan Ketua SPSI Jatim Ahmad Fauzi, keputusan UMP 2021 tak naik sesuai harapan buruh itu sangat realistis. Sebab situasi pandemi COVID-19 masih melanda saat ini.
"Bapak ibu sekalian, maka SPSI Jatim bersama-sama Dewan Pengupah Jatim mengambil langkah tegas dan jelas bahwa kenaikan UMP tahun ini tidak boleh didasarkan emosional, namun harus meyakinkan semua pihak bahwa kehidupan industri juga harus tetap jalan. Untuk itu, bersama gubernur, kami hampir dua minggu membicarakan UMP ini," ungkapnya saat dikonfirmasi, Minggu (01/10).
Baca Juga:
Ia menyarankan, kendati besaran UMP tidak sesuai harapan para buruh, ia juga meminta agar seluruh pekerja di Jawa Timur legowo (menerima) apa yang sudah disepakati.
"Kepada seluruh serikat pekerja, tokoh buruh, ini harus kita syukuri. Tak perlu meratapi bahwa ini kenaikan kecil. Sekali lagi, dengan mengucap alhamdulillah, SPSI Jatim syukuri yang telah dinaikkan oleh gubernur, nilainya menurut kita sudah cukup fantastis, tapi saya mengamini keputusan ini merupakan keputusan terbaik, dunia usaha masih tetap bisa kita selamatkan," tandasnya.
Sementara itu, pernyataan Ketua SPSI Jatim tersebut berbeda dengan rilis yang disebar oleh Sekretaris Jenderal SPSI Jatim Jazuli. Usai penetapan UMP digedok sebesar Rp1.868.777,08, KSPI Jatim justru bakal menggelar aksi dan menggugat pemerintah provinsi.
"Secara politik kami mengapresiasi keputusan Gubernur Khofifah yang menetapkan kenaikan UMP Jatim tahun 2021 dengan mengabaikan SE Menaker. Namun, kenyataannya SK UMP Jatim tahun 2021 tersebut tidak memberikan azaz kemanfaatan khususnya bagi buruh Jawa Timur," ungkapnya dikutip dari siaran pers yang disebar Jazuli di hari yang sama.
Jazuli melanjutkan, bagi mereka, UMP yang diputuskan Khofifah sangat kecil jauh di bawah UMK terendah di Jatim, yakni Kabupaten Magetan.
"Sebab saat ini, nilai UMK terendah di Jatim tahun 2020 sudah mencapai angka sebesar Rp1,9 juta, seharusnya nilai UMP Jatim tahun 2021 sebesar Rp2,5 juta atau setidaknya enggak lebih rendah dari nilai UMK tahun 2020," paparnya.
Baca Juga:
Di lain sisi, pihak KSPI juga mempertanyakan alasan kenaikan UMP yang hanya sebesar Rp100 ribu atau setara 5,6 persen. Dan menurut Jazuli, jika ini diterapkan, maka disparitas upah minimum kabupaten dan kota di Jatim akan tetap tinggi.
"Misalnya antara upah minimum kota tertinggi Kota Surabaya, dibandingkan upah minimum kota terendah Kabupaten Magetan akan tetap tinggi. Jika UMP 2021 diberlakukan, maka selisih UMK di dua kota tersebut 120 persen atau Rp2.416.381,86, lebih tinggi selisihnya dibanding 2020 Rp. 2.287.157,46" beber Jazuli.
Saat ini, KSPI Jatim juga masih mempelajari lebih lanjut terkait niat dari Khofifah. Bahkan, mereka akan menggugat secara hukum soal keputusan dari Gubernur Jatim nomor : 188/498/KPTS/013/2020 tentang Upah Minimum Provinsi Jawa Timur Tahun 2021. (Andika Eldon/Jawa Timur)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Pertalite Bikin Banyak Motor Mogok di Jatim, DPR Tegur Pertamina: Jangan Cuma Bilang "Hasil Uji Baik”
BMKG Ingatkan Potensi Cuaca Ekstrem di Jawa Timur 20-29 Oktober, Bisa Akibatkan Bencana Hidrometeorologi
Upah di Sumatera Selatan Diusulkan Naik 8 Persen
Hal Yang Bakal Diperhatikan Menaker Saat Akan Naikkan Upah Buruh
Rumus Kenaikan UMP 2026 Ditargetkan Kelar November, Pemerintah Bakal Merujuk Putusan MK 168
Dorong Penataan Pembangunan Pesantren, Pemerintah Jangkau Pihak Swasta
Polisi sudah Bergerak Selidik Ambruknya Bangunan Ponpes Al Khoziny
Bangunan Ambruk Ponpes Al-Khoziny Jadi Alarm Perbaikan Sistem Konstruksi Nasional
Belajar dari Tragedi Al-khoziny, Pimpinan Komisi V DPR Sebut Komitmen Infrastruktur Negara ke Pesantren masih Lemah
Situasi Surabaya dan Jawa Timur secara Umum Relatif Kondusif dan Terkendali Pasca-Demonstrasi yang Memanas, Sebut Polda