Studi Neurologi: Tidur Bisa Membantu Proses Emosi

Ananda Dimas PrasetyaAnanda Dimas Prasetya - Rabu, 18 Mei 2022
Studi Neurologi: Tidur Bisa Membantu Proses Emosi

Otak membantu memperkuat emosi positif dan melemahkan emosi negatif atau traumatis yang kuat selama tidur. (Foto: Unsplash/Zohre Nemati)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

KUALITAS tidur seringkali dikaitkan dengan tingkat emosi seseorang. Namun, seberapa besar pengaruhnya satu sama lain hingga saat ini masih diteliti lebih lanjut. Seperti yang dilakukan para peneliti di Departemen Neurologi Universitas Bern dan Rumah Sakit Universitas Bern, yang mengidentifikasi bagaimana otak mengatur emosi selama bermimpi saat tidur untuk mengkonsolidasikan penyimpanan emosi positif sambil meredam konsolidasi emosi negatif.

Studi ini mempelajari pentingnya tidur dalam kesehatan mental dan menawarkan cara untuk strategi terapi baru seperti dikutip dari jurnal Neuroscience pada Selasa (18/5).

Gerakan mata cepat saat tidur (REM atau paradoksikal) adalah keadaan tidur yang unik dan misterius di mana sebagian besar mimpi terjadi bersamaan dengan isi emosional yang intens. Namun, bagaimana dan mengapa emosi ini diaktifkan kembali belum diketahui dengan jelas.

Korteks prefrontal mengintegrasikan banyak emosi ini selama terjaga tetapi muncul secara paradoks diam selama tidur REM.

“Tujuan kami adalah untuk memahami mekanisme yang mendasari dan fungsi dari fenomena yang begitu mengejutkan,” kata Prof. Antoine Adamantidis dari Departemen Penelitian Biomedis (DBMR) di Universitas Bern dan Departemen Neurologi di Inselspital, Rumah Sakit Universitas Bern.

Baca juga:

Hubungan Tidur Cukup dengan Kesehatan Tubuh

Studi Neurologi: Tidur Bisa Membantu Proses Emosi
Saat REM sebagian besar mimpi terjadi bersamaan dengan isi emosional yang intens. (Foto: Pexels/Pixabay)

Memproses emosi, khususnya membedakan antara bahaya dan keamanan, sangat penting untuk kelangsungan hidup hewan. Pada manusia, emosi negatif yang berlebihan, seperti reaksi ketakutan dan kecemasan, menyebabkan kondisi patologis seperti Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD).

Di Eropa, sekitar 15 persen populasi dipengaruhi oleh kecemasan yang terus-menerus dan penyakit mental yang parah. Kelompok penelitian yang dipimpin oleh Antoine Adamantidis, memberikan wawasan tentang bagaimana otak membantu memperkuat emosi positif dan melemahkan emosi negatif atau traumatis yang kuat selama tidur REM. Studi ini dipublikasikan di jurnal Science.

Mekanisme ganda

Studi Neurologi: Tidur Bisa Membantu Proses Emosi
Tidur juga memengaruhi kesehatan metal. (Foto: Unsplash/Mert Kahveci)

Para peneliti pertama-tama mengkondisikan tikus untuk mengenali rangsangan pendengaran yang terkait dengan keamanan dan lainnya yang terkait dengan bahaya (rangsangan permusuhan). Aktivitas neuron di otak tikus kemudian direkam selama siklus tidur-bangun.

Dengan cara ini, para peneliti dapat memetakan berbagai area sel dan menentukan bagaimana ingatan emosional diubah selama tidur REM.

Neuron terdiri dari badan sel (soma) yang mengintegrasikan informasi yang berasal dari dendrit (input) dan mengirimkan sinyal ke neuron lain melalui aksonnya (output). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa soma sel tetap diam sementara dendritnya diaktifkan.

“Ini berarti pemisahan dua kompartemen seluler, dengan kata lain soma tertidur lelap dan dendrit terjaga,” jelas Adamantidis.

Pemisahan ini penting karena aktivitas dendrit yang kuat memungkinkan penyandian emosi bahaya dan keamanan, sementara penghambatan soma sepenuhnya memblokir output sirkuit selama tidur REM. Dengan kata lain, otak mendukung diskriminasi keamanan versus bahaya di dendrit, tetapi menghalangi reaksi berlebihan terhadap emosi, khususnya bahaya.

Baca juga:

Kamu Bisa Lebih Sehat Jika Tidur Sendiri, Tanpa Pasangan

Menurut para peneliti, koeksistensi kedua mekanisme bermanfaat bagi stabilitas dan kelangsungan hidup organisme. “Mekanisme dua arah ini penting untuk mengoptimalkan pembedaan antara sinyal berbahaya dan aman,” kata Mattia Aime dari DBMR, penulis pertama studi tersebut.

Jika diskriminasi ini hilang pada manusia dan reaksi ketakutan yang berlebihan dihasilkan, ini dapat menyebabkan gangguan kecemasan.

Temuan ini sangat relevan dengan kondisi patologis seperti gangguan stres pasca-trauma, di mana trauma terlalu terkonsolidasi di korteks prefrontal, hari demi hari selama tidur.

Temuan ini membuka jalan menuju pemahaman yang lebih baik tentang pemrosesan emosi selama tidur pada manusia, sekaligus membuka perspektif baru untuk target terapeutik untuk mengobati pemrosesan memori traumatis yang maladaptif, seperti gangguan stres PTSD dan konsolidasi awal yang bergantung pada tidur.

Penelitian tidur dan obat tidur telah lama menjadi fokus penelitian Universitas Bern dan Inselspital, Rumah Sakit Universitas Bern. “Kami berharap temuan kami tidak hanya menarik bagi pasien, tetapi juga masyarakat luas,” demikian jelas Adamantidis. (*)

Baca juga:

Selain Makan dan Olahraga, Tidur juga Menentukan Keberhasilan Diet

#Tidur #Kesehatan Mental #Mengontrol Emosi #Penelitian
Bagikan
Ditulis Oleh

Ananda Dimas Prasetya

nowhereman.. cause every second is a lesson for you to learn to be free.

Berita Terkait

Fun
Self-Care Menjadi Ruang Ekspresi dan Refleksi bagi Perempuan, Penting untuk Jaga Kesehatan Mental
Merawat diri tidak lagi sekadar urusan penampilan fisik, tetapi juga menjadi sarana penting untuk menjaga kesehatan mental dan keseimbangan emosional.
Dwi Astarini - Senin, 13 Oktober 2025
Self-Care Menjadi Ruang Ekspresi dan Refleksi bagi Perempuan, Penting untuk Jaga Kesehatan Mental
Lifestyle
The Everyday Escape, 15 Menit Bergerak untuk Tingkatkan Suasana Hati
Hanya dengan 15 menit 9 detik gerakan sederhana setiap hari, partisipan mengalami peningkatan suasana hati 21 persen lebih tinggi jika dibandingkan ikut wellness retreat.
Dwi Astarini - Senin, 13 Oktober 2025
The Everyday Escape, 15 Menit Bergerak untuk Tingkatkan Suasana Hati
Indonesia
Smart Posyandu Difokuskan untuk Kesehatan Jiwa Ibu setelah Melahirkan
Posyandu Ramah Kesehatan Jiwa diperkuat untuk mewujudkan generasi yang sehat fisik dan mental.
Dwi Astarini - Senin, 06 Oktober 2025
Smart Posyandu Difokuskan untuk Kesehatan Jiwa Ibu setelah Melahirkan
Indonesia
Kronologis Tewasnya Pekerja Lepas BRIN di Lokasi Penelitian Sesar Aktif Demak
Galian berukuran sekitar panjang 7 meter, lebar 1,5 meter, dengan kedalaman 2 meter itu tiba-tiba ambruk diduga karena struktur tanah yang labil.
Wisnu Cipto - Sabtu, 27 September 2025
Kronologis Tewasnya Pekerja Lepas BRIN di Lokasi Penelitian Sesar Aktif Demak
Indonesia
Pekerja Lepas Tewas di Lokasi Penelitian Sesar Aktif, Polres Demak Pastikan Bakal Periksa BRIN
Pekerja lepas Ahmad Zaedun (55), warga Desa Sumberejo, tewas tertimbun longsor di lokasi penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Wisnu Cipto - Sabtu, 27 September 2025
Pekerja Lepas Tewas di Lokasi Penelitian Sesar Aktif, Polres Demak Pastikan Bakal Periksa BRIN
Lifestyle
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Stres dapat bermanifestasi pada gangguan di permukaan kulit.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Fun
Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres
Pelarian Artscape hadir sebagai pelampiasan yang sehat dan penuh makna.
Ananda Dimas Prasetya - Senin, 04 Agustus 2025
Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres
Indonesia
Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya
Kelelahan mental merupakan sindrom yang dihasilkan dari stres terkait dengan pekerjaan kronis.
Dwi Astarini - Rabu, 30 Juli 2025
Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya
Lifestyle
Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui
Gangguan perasaan bisa berupa emosi yang tumpul atau suasana hati yang kacau
Angga Yudha Pratama - Sabtu, 26 Juli 2025
Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui
Indonesia
Dinkes DKI Jakarta Ungkap 15 Persen ASN Terindikasi Memiliki Masalah Kesehatan Mental
Hasil ini menjadi sinyal penting perlunya konsultasi lebih lanjut dengan tenaga profesional.
Ananda Dimas Prasetya - Senin, 21 Juli 2025
Dinkes DKI Jakarta Ungkap 15 Persen ASN Terindikasi Memiliki Masalah Kesehatan Mental
Bagikan