Soal Pencabutan Perda, Pengamat: Lawan
 Zulfikar Sy - Kamis, 16 Juni 2016
Zulfikar Sy - Kamis, 16 Juni 2016 
                Ilustrasi
Merahputih Nasional- Pencabutan ribuan Perda oleh pemerintah pusat menimbulkan polemik yang berujung kritikan dari akademisi dan Aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Mereka menilai pemerintah terlalu buru-buru memutuskan mencabut Perda tanpa pendalaman sebelumnya.
Pengamat Hukum Tata Negara dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) M. Imam Nasef menilai instrusi pemerintah untuk mencabut Perda tanpa didahului kajian mendalam kontraproduktif dengan upaya mewujudkan good governance. Sebab, terkait hal ini bisa jadi pemerintah tidak memenuhi asas kepastian hukum, akuntabiltas, kecermatan dan kehati-hatian. Kalau dalam membatalkan Perda tidak ada kajian terlebih dahulu, maka Pemerintah dalam hal ini Mendagri sangat potensial melanggar sejumlah asas tadi.
Menurutnya, jika merujuk kepada ketentuan Pasal 250 dan 251 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah daerah (UU Pemda), hanya ada tiga alasan Perda dapat dibatalkan baik secara kumulatif maupun alternatif, yaitu bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum dan/atau kesusilaan.
"Kalau Mendagri tidak melakukan kajian terlebih dahulu bagaimana dapat menguji dan memastikan Perda tersebut bertentangan dengan ketiga hal itu? Pengujian ini sangat penting agar keputusan yang diambil Mendagri mencerminkan asas kepastian hukum dan akuntabilitas," terangnya, kepada awak media, kamis (16/6).
Berdasarkan hal tersebut, lanjutnya, Ia mendorong kepala daerah yang menemukan adanya indikasi pembatalan Perda yang tidak didasarkan pada tiga alasan sebagaimana disebutkan di atas untuk melakukan 'perlawanan' melalui jalur yang konstitusional untuk menantang keputusan Mendagri tersebut. Jalur dimaksud bisa dengan mengajukan keberatan secara langsung kepada Mendagri atau dengan mengajukan gugatan hukum.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri akan melakukan pengkajian terhadap sekitar 3.266 peraturan daerah (Perda) bermasalah. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menjelaskan perda bermasalah yakni peraturan daerah yang bertentangan dengan peraturan dan perundangan lain atau aturan di atasnya.
Perda tersebut nantinya akan dicabut jika terindikasi menghambat investasi dan pembangunan. Kemendagri akan terus melakukan komunikasi dengan pemerintah daerah terkait masalah tersebut.
BACA JUGA:
- Soal Pencabutan Perda, Mendagri: Bukan Perda Syariah
- Kemendagri akan Segera Cabut Perda-Perda Bermasalah
- Maarif Institute: Kota dengan Perda Syariah, Terendah Dalam Hal Pelaksanaan Nilai Islami
- Kemendagri Tunggu DPRD Banten Angkat Rano Karno jadi Gubernur
- Kemendagri Klaim Anggaran Pilkada Sudah Siap
Bagikan
Berita Terkait
Profil Akhmad Wiyagus, Pensiunan Polri yang Baru Dilantik Jadi Wamendagri
 
                      Mendagri Tito Bagi-Bagi Tugas 3 Wamen Jadi Koordinator Wilayah Berdasarkan Zona Waktu
 
                      Bupati di Jember dan Sidoarjo Konflik dengan Wakilnya, DPR Minta Kemendagri Turun Tangan
 
                      Minta Maaf Langsung ke Kepala SMPN 1, Wali Kota Prabumulih Arlan Ngaku Tindakannya di Luar Kontrol
 
                      Wali Kota Prabumulih Dapat Sanksi Keras dari Kemendagri, Disebut Main Copot Kepala SMPN 1 tanpa Prosedur Tepat
 
                      Mutasi Kepala SMP Negeri 1 Prabumulih Tidak Sesuai Aturan, Wali Kota Dapat Teguran Tertulis
 
                      Mendagri Tito Minta Pemda Hidupkan Lagi Siskamling untuk Jaga Keamanan Wilayah
 
                      Dirjen Kemendagri Tak Mau Larang Rakyat Kibarkan Bendera One Piece
 
                      300 BUMD Merugi Rp 5,5 Triliun, Tito: Banyak Diisi Orang Tak Profesional dan Tim Sukses
 
                      Kemendagri Usul Dana Parpol Naik Jadi Rp 3.000 per Suara, DPR Belum Putuskan Sikap
 
                      




