Sains

Setengah Juta Hiu Terancam Dibunuh Demi Vaksin COVID-19

Ikhsan Aryo DigdoIkhsan Aryo Digdo - Kamis, 01 Oktober 2020
Setengah Juta Hiu Terancam Dibunuh Demi Vaksin COVID-19

(cover) Setengah juta hiu teracam dibunuh demi vaksin COVID-19. (unsplash @davidclode)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

PARA ilmuwan mengejar waktu untuk mencari vaksin COVID-19. Sayangnya, banyak yang harus dikorbankan. Hiu bisa jadi korbannya.

Melansir laman VICE, sejumlah perusahaan farmasi diketahui menggunakan minyak dari hati hiu, spesifiknya squalene dalam pengembangan vaksin mereka.

Baca juga:

Lindungi Paus Artinya Selamatkan Krisis Iklim

Kenapa squalene? zat ini memainkan peran yang penting dalam pengembangan vaksin karena fungsinya sebagai "adjuvan," agen farmakologis yang meningkatkan kekuatan obat-obatan tertentu dengan menguatkan respons imun pada penerima.

Squalene juga diketahui marak digunakan untuk pembuatan konsmetik. Stefanie Brendl, pendiri dan direktur eksekutif Shark Allies mengatakan industri squalene telah mengambil 2,7 juta hiu untuk penggunaan kosmetik, dan diprediksi akan meningkat dua kali lipat pada 2024 dan tiga kali lipat pada 2027.

Hiu paus paling banyak diburu untuk minyak hatinya. (Foto: unsplash/sebaspenalambarri)

Kabar ini tentunya mengkhawatirkan para konservasionis yang telah bersusah payah berusaha untuk meningkatkan populasi hiu yang saat ini sangat rentan.

"Jika semua orang di dunia menerima satu dosis vaksin, sekitar 250.000 hiu harus dikorbankan. Dua dosis untuk setiap orang di dunia sama dengan setengah juta hiu," ucap Brendl dalam sebuah pernyataan.

Tidak bermaksud untuk menganggu proses vaksin COVID-19, Brendl hanya khawatir karena masih banyaknya hal yang tidak kita ketahui mengenai pandemi. Seperti seberapa besar, berapa lama pandemi ini akan berlangsung.

"Dengan ini, jika kita tetap memutuskan untuk menggunakan hiu, jumlah hiu yang diambil untuk produk ini bisa sangat tinggi, tahun demi tahun demi tahun," ucap Brendle.

Baca juga:

Siripnya Sepanjang Manusia, Ini Ukuran Hiu Megalodon Sebenarnya

Mengutip Euronews, dia berharap agar squalene yang sustainable digunakan dalam aplikasi non-kritis di mana alternatifnya sama efektifnya dengan squalene dari hiu. Juga semua pengujian vaksin tambahan di masa depan memberikan pertimbangan yang sama pada sumber dari tanaman.

"Mendapatkan bahan dari hewan liar bukanlah solusi jangka panjang, ini bisa menimbulkan biaya ekologis yang sangat besar, membuat usaha konservasi hiu selama ini menjadi sia-sia," ucap Brendl di laman Euronews.

Konservasionis berharap ilmuwan juga menguji sumber squalene yang plant-based. (Foto: unsplash/nci)

Ilmuwan tentunya sangat mengetahui dampak ekologis yang bisa terjadi jika mereka harus menggunakan minyak dari hati hiu. Saat ini ilmuwan tengah berusaha mencari solusi alternatif yang lebih berkelanjutan agar tidak menganggu populasi hiu.

Dalam beberapa tahun terakhir, para ilmuwan mulai beralih ke sumber squalene plant-based yang lebih berkelanjutan, termasuk minyak nabati dari dedak padi, bibit gandum, dan zaitun.

Pada 2013, tim peneliti di Polandia mencatat minyak dari biji bayam dapat digunakan sebagai sumber squalene. Lalu, pada 2015, tim peneliti di AS memproduksi squalene secara biosintesis menggunakan bakteri yang direkayasa secara genetik. (lev)

Baca juga:

Monster Loch Ness, Fakta atau Mitos?

#COVID-19 #Virus Corona #Vaksin Covid-19 #Sains #Ikan Hiu
Bagikan
Ditulis Oleh

Ikhsan Aryo Digdo

Learner.

Berita Terkait

Indonesia
Penanganan Penyakit Tuberculosis Bakal Contoh Pola Pandemi COVID-19
Salah satu fokus dalam penanganan Tb adalah memperluas skrining atau deteksi dini. Masyarakat diimbau untuk tidak takut melakukan pemeriksaan, karena TBC dapat disembuhkan dengan pengobatan yang konsisten.
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 17 Oktober 2025
Penanganan Penyakit Tuberculosis Bakal Contoh Pola Pandemi COVID-19
Indonesia
Kasus ISPA di Jakarta Naik Gara-Gara Cuaca, Warga Diminta Langsung ke Faskes Jika Ada Gejala
Gejala umum ISPA yang harus diwaspadai meliputi batuk, pilek, nyeri tenggorokan, dan demam
Angga Yudha Pratama - Kamis, 16 Oktober 2025
Kasus ISPA di Jakarta Naik Gara-Gara Cuaca, Warga Diminta Langsung ke Faskes Jika Ada Gejala
Dunia
Ilmuwan Peneliti Material Baru Terima Hadiah Nobel Kimia, Temuannya Dapat Bantu Selamatkan Planet
Penemuan mereka berpotensi mengatasi beberapa masalah terbesar di planet ini, termasuk menangkap karbon dioksida untuk membantu mengatasi perubahan iklim dan mengurangi polusi plastik melalui pendekatan kimia.
Dwi Astarini - Jumat, 10 Oktober 2025
 Ilmuwan Peneliti Material Baru Terima Hadiah Nobel Kimia, Temuannya Dapat Bantu Selamatkan Planet
Dunia
Tiga Ilmuwan Raih Hadiah Nobel Fisika, Berjasa dalam Komputasi Kuantum
Membuka jalan bagi lahirnya generasi baru komputer superkuat.
Dwi Astarini - Rabu, 08 Oktober 2025
Tiga Ilmuwan Raih Hadiah Nobel Fisika, Berjasa dalam Komputasi Kuantum
Indonesia
Sea World Ancol Rayakan Ulang Tahun ke-33, Hadirkan Hiu Berjalan Halmahera
Spesies hiu endemik dari Maluku Utara ini kini berstatus 'Hampir Terancam' menurut IUCN.
Ananda Dimas Prasetya - Jumat, 03 Oktober 2025
Sea World Ancol Rayakan Ulang Tahun ke-33, Hadirkan Hiu Berjalan Halmahera
Lifestyle
Kayak Manusia, Kucing Juga Bisa Kena Demensia
Temuan ini akan membantu ilmuwan mencari pengobatan baru bagi manusia.
Dwi Astarini - Jumat, 15 Agustus 2025
Kayak Manusia, Kucing Juga Bisa Kena Demensia
Lifestyle
Ciri-Ciri dan Risiko Warga Yang Alami Long COVID
Gejala long COVID tidak selalu sama pada setiap orang. Sebagian mengalami hanya satu keluhan, seperti sesak napas atau kelelahan (fatigue), sementara yang lain menghadapi kombinasi beberapa gangguan.
Alwan Ridha Ramdani - Selasa, 12 Agustus 2025
Ciri-Ciri dan Risiko Warga Yang Alami Long COVID
Lifestyle
Populasi Serangga Terancam Alterasi Pola El Nino yang Dipicu Perubahan Iklim
Artropoda disebut menjadi sumber makanan penting bagi burung dan hewan yang lebih besar.??
Dwi Astarini - Kamis, 07 Agustus 2025
Populasi Serangga Terancam Alterasi Pola El Nino yang Dipicu Perubahan Iklim
Dunia
Arkeolog Temukan Bukti Penyintas Letusan Gunung Vesuvius Kembali Tinggal di Reruntuhan Pompeii
Pompeii setelah tahun 79 muncul kembali, bukan sebagai kota, melainkan sebagai kumpulan bangunan yang rapuh dan suram, semacam kamp.
Dwi Astarini - Kamis, 07 Agustus 2025
Arkeolog Temukan Bukti Penyintas Letusan Gunung Vesuvius Kembali Tinggal di Reruntuhan Pompeii
Lifestyle
Batu Mars Terbesar di Dunia Dilelang, Terjual Seharga Rp 86,25 Miliar
Dikenal dengan nama NWA 16788, meteorit ini memiliki berat 24,5 kilogram.
Dwi Astarini - Kamis, 17 Juli 2025
Batu Mars Terbesar di Dunia Dilelang, Terjual Seharga Rp 86,25 Miliar
Bagikan