Sebelum Reformasi, Mendag Minta Organisasi Perdagangan Dunia Perhatikan Indonesia
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. (MerahPutih.com/Mauritz)
MerahPutih.com - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita meminta agar Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) tetap memperhatikan negara berkembang, termasuk Indonesia, saat mereformasi organisasinya.
"WTO sebaiknya tidak melupakan dan mengabaikan hal-hal yang belum terselesaikan, seperti perundingan putaran Doha dan hal lainnya, serta tetap memperhatikan kepentingan negara berkembang dan negara kurang berkembang," kata Enggartiasto di Jakarta, Minggu (25/11).
Reformasi WTO diyakini akan membawa perubahan positif bagi sistem perdagangan multilateral dan diharapkan tetap mampu mengakomodasi kepentingan negara berkembang, termasuk Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Enggar usai bertemu dengan Direktur Jenderal WTO Roberto Azevedo di kantor WTO, Jenewa, Swiss.
Sementara itu, lanjut Enggar, sebagai koordinator G-33, Indonesia juga menginginkan agar reformasi WTO juga terus memperhatikan hal-hal seperti public stock holding dan mekanisme special safeguard.
Terkait hal tersebut, Enggar menggarisbawahi tanggapan Dirjen Azevedo yang menegaskan bahwa WTO tidak akan mengabaikan hal yang belum terselesaikan.
Enggar menjelaskan, usulan untuk mereformasi WTO didasarkan pada semakin merebaknya ketidakpastian pada sistem perdagangan dunia.
WTO juga dinilai semakin melemah dalam menjalankan fungsinya, terutama terlihat dari tidak berkembangnya penyelesaian perundingan putaran Doha.
Kemudian juga proteksionisme yang banyak dilakukan negara anggota dan tekanan perdagangan yang meningkat, ancaman blokde Amerika Serikat (AS) terhadap pengisian anggota Appellate Body (AB), serta kurang efektifnya sistem monitoring WTO.
"Dengan demikian, usulan reformasi dan modernisasi mencakup tiga fungsi WTO, yaitu monitoring, mekanisme penyelesaian sengketa, dan negosiasi," katanya.
Usulan reformasi dan modernisasi WTO sebelumnya telah disepakati beberapa negara pendukung seperti Kanada, Australia, Brasil, Chile, Jepang, Kenya, Korea, Meksiko, Selandia Baru, Norwegia, Singapura, Swiss, dan Uni Eropa melalui pertemuan Joint Communication di Ottawa, Kanada, 24 25 Oktober 2018.
Terkait dengan monitoring dan transparansi, negara-negara pendukung reformasi WTO berpendapat bahwa sistem monitoring WTO harus diperkuat untuk mengatasi tekanan perdagangan yang meningkat akhir-akhir ini.
Bagikan
Berita Terkait
Dewan Badan Banding WTO Mati Suri, RI Minta Uni Eropa Patuhi Putusan Sengketa Biodiesel
Raker Mendag dengan Komisi VI DPR Bahas Pagu Anggaran Kemendag Tahun 2026
Transaksi UMKM Dalam Negeri Periode Januari - Agustus 2025 Tembus Rp 1,49 Triliun
Mendag RI Bujuk Arab Saudi untuk Tingkatkan Kerja Sama Perdagangan
Indonesia Menang Sengketa Biodiesel Lawan Uni Eropa
Mendag Busan: MBG Bisa Jadi Model Rujukan Makan Bergizi Terukur dan Berkelanjutan
Neraca Perdagangan Mei 2025 Surplus USD 4,30 Miliar
Pemerintah Tolak Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping Impor Benang Filamen Sintetis Asal China
Harga Patokan Ekspor Tembaga Naik Tipis di Paruh Pertama Juni 2025
UU Perlindungan Konsumen Baru Harus Mampu Jerat Penjual Barang Ilegal di Platform Digital