Risiko Komplikasi pada Pengidap Hipertensi yang Tidak Patuh Minum Obat


Cegah risiko komplikasi dengan menerapkan gaya hidup sehat dan patuh minum obat (Foto: Pixabay/stevepb)
PENGIDAP tekanan darah tinggi atau hipertensi yang tidak patuh dalam minum obat, sangat berisiko tinggi terkena komplikasi kardiovaskular.
Itu dipaparkan oleh Dokter spesialis jantung dr. Devie Caroline, apabila kepatuhan minum obat kurang optimal, maka akan menyebabkan hipertensi menjadi tidak terkontrol.
Baca Juga:

"Akibatnya, bisa meningkatkan risiko komplikasi kardiovaskular seperti stroke dan penyakit jantung iskemik," jelas Sekretaris Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) Surabaya Devie, seperti yang dikutip dari laman Antara.
Namun, minum obat bukanlah hal pertama yang harus dilakukan untuk mengontrol tekanan darah. Gaya hidup sehatlah yang menjadi kuncinya. Tapi. apabila tidak berhasil, langkah selanjutnya yaitu minum obat.
Dokter Devie menuturkan, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2018, prevalensi hipertensi di Indonesia berada di angka 34,11 persen. Tercatat 13,3 persen di antaranya tidak minum obat sama sekali. Kemudian sebanyak 32,3 persen tidak rutin minum obat.
Alasan para pengidap hipertensi tidak minum obat, karena merasa sehat, kunjungan tidak teratur ke fasilitas layanan, minum obat tradisional, lupa minum obat, menggunakan terapi lain, tak mampu membeli obat, takut akan efek samping, serta obat hipertensi tak tersediri pada fasilitas pelayanan kesehatan.
Lebih lanjut Devie menjelaskan, bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggarisbawahi kepatuhan minum obat, serta dipengaruhi oleh beberapa faktor. Seperti kondisi kesehatan, motivasi diri, pengetahuan tentang hipertensi, dukungan keluarga, sosial ekonomi, sistem kesehatan, dan terapi.
"Faktor yang berhubungan dengan kondisi kesehatan ini adalah yang sering sulit dihadapi. Hipertensi biasanya tidak bergejala, sehingga saat gejalanya muncul itu sudah kondisinya tidak terkontrol dalam sekian waktu," jelas Devie.
Baca Juga:

Supaya penderita hipertensi bisa teratur atau patuh minum obat, Devie memberikan sejumlah strategi yang bisa dilakukan. Seperti dengan memakai alat kesehatan elektronik yang kini mulai banyak beredar.
"Misalnya, pengingat lewat SMS atau ada aplikasi di smartphone mengenai edukasi kesehatan," tutur Devie.
Kemudian, regimen pengobatan yang awalnya kompleks dari segi frekuensi, jumlah obat hingga durasi pengobatan, dibuat jadi lebih sederhana. Seperti menggunakan pil kombinasi, guna mengarangi jumlah tablet atau pil yang diminum setiap hari.
Selanjutnya, menurut Devi penting juga untuk melakukan edukasi kepada pasien. Yakni dengan melakukan kunjungan rumah setiap dua bulan, untuk dilakukan edukasi dan konseling perilaku hidup sehat, konseling kepatuhan obat, hingga penjdwalan konsultasi.
"Tujuan intervensi ini membantu pasien untuk memahami hipertensi, memahami pilihan terapi yang ada, dan memahami konsekuensi jangka panjang jika tekanan darah tidak diterapi dengan baik," tutupnya. (Ryn)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian

DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran

Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar

Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional

Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa

Periksakan ke Dokter jika Vertigo Sering Kambuh Disertai Gejala Lain, Bisa Jadi Penanda Stroke
