Psikolog Tekankan Bahaya Depresi


Jangan anggap enteng depresi. (Foto: Unsplash/Stefano Pollio)
KATA depresi mungkin sudah melekat di masyarakat dan beberapa sering mengalaminya, entah karena pekerjaan, karier, ekonomi, sampai relasi. Psikolog klinis Ratih Ibrahim, M.M pun mengajak masyarakat lebih menyadari bahaya depresi jika tidak ditangani dengan baik.
"Saya mau mengajak kita semua untuk aware dengan apa sebetulnya depresi itu dan bagaimana kemudian sampai kepada bunuh diri," kata Ratih yang merupakan Ketua II Bidang Kemitraan Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia dalam webinar Major Depressive Disorder with Suicidal Ideation, dilansir ANTARA, Sabtu (10/9).
"Mungkin kita pernah mendengar itu kadang-kadang. 'Aduh, mau mati saja deh bawaannya'. Terus teman kita pikir ini lebay banget. Padahal hati-hai, lo. Itu adalah sebuah tanda yang perlu disikapi secara tidak sembarang," lanjutnya.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2022, Ratih menyebutkan bahwa satu dari delapan orang di seluruh dunia atau sekitar 970 juta orang di dunia mengalami gangguan mental. Kecemasan dan depresi menjadi gangguan mental yang paling umum.
Baca juga:
Jauh Persamaan Antara Stres, Depresi, dan Gangguan Kecemasan

Rati pun menegaskan, data yang ditunjukkan WHO tersebut merupakan jumlah yang tidak main-main. Ia juga menegaskan bahwa depresi bisa membunuh seseorang secara diam-diam sehingga tidak bisa diremehkan.
"Dalam perjalanan saya sebagai seorang profesional kesehatan jiwa, saya menemukan memang betul-betul depresi ini enggak main-main," katanya.
Menurut Ratih, depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan mood depresif, kehilangan minat, self esteem semakin turun, muncul perasaan bersalah terus-menerus, serta aktivitas sehari-hari yang terus terganggu.
Baca juga:
Atasi Depresi dengan 5 Gawai Canggih

"Bila tidak ditangani secara serius memang akan masuk ke major depressive disorder (MDD) dan muncul keinginan untuk bunuh diri," ujarnya.
Depresi akan memengaruhi kesehatan fisik, penurunan performa dan prestasi, penurunan kualitas hubungan dengan teman dan keluarga, penurunan produktivitas, serta penurunan kesempatan berkontribusi dalam masyarakat.
Ia mengingatkan agar masyarakat terus menyadari pentingnya menjaga lima aspek yang terdiri dari fisik, kognitif, emosi, perilaku, dan sosial sebagai upaya pencegahan depresi.
Jika dijabarkan, aspek fisik menganjurkan agar masyarakat memperhatikan asupan nutrisi dan istirahat yang seimbang, diiringi dengan olahraga rutin dan aktivitas fisik. Aspek kognitif berarti menjaga pola pikir tetap berkembang, sehingga dapat berpikir positif dan realistis.
Untuk aspek perilaku dapat diwujudkan dengan cara mengumpulkan emosi dan aktivitas positif serta meningkatkan aktivitas intelektual, contohnya seperti membaca buku dan menonton film beredukasi. Sedangkan aspek sosial menganjurkan untuk bersosialisasi, jika dimungkinkan secara tatap muka, serta terhubung dengan keluarga.
"'Intinya adalah kita bangun support system untuk kita sendiri dan juga untuk keluarga kita, teman-teman terdekat kita supaya tidak sendirian," tutupnya. (and)
Baca juga:
Bagikan
Andreas Pranatalta
Berita Terkait
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres

Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya

Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui

Dinkes DKI Jakarta Ungkap 15 Persen ASN Terindikasi Memiliki Masalah Kesehatan Mental

Ingat! Depresi Bukan Aib, Jangan Resistan Terhadap Pengobatan

Kalau Kamu Rasakan 3 Hal Ini Lebih dari 2 Pekan, Dokter Bilang Itu Depresi Lho!

Antony Ngaku Depresi di Manchester United, Mengurung Diri hingga Tidak Makan Berhari-hari

Mengenali Gangguan Mental Sejak Dini: Ini Perbedaan Bipolar dan Skizofrenia pada Anak dan Remaja

Apa Saja Gejala Awal Penyebab Skizofrenia Pada Anak-Anak dan Remaja
