Prof. Ikrar Beberkan Pengerahan Aparat di Pilkada Demi Menangkan Calon yang Didukung Jokowi

Prof. Ikrar Nusa Bakti di Forum Demokrasi bertajuk “Selamatkan Demokrasi di Sumatera Utara”. (Foto: Dok. PDIP)
MerahPutih.com - Ilmuwan dan aktivis politik, Prof. Ikrar Nusa Bakti mengingatkan warga Sumatera Utara (Sumut) untuk menunjukkan keberanian melawan penggunaan aparat negara untuk memenangkan calon yang didukung Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).
Seruan itu disampaikan dalam pidatonya di Forum Demokrasi bertajuk “Selamatkan Demokrasi di Sumatera Utara” yang digelar di Le Polonia Hotel, Kota Medan, Minggu (17/11).
Hampir 1000 orang tokoh masyarakat Sumut dari berbagai kelompok turut hadir di gelaran acara itu.
“Tanpa keberanian rakyat, takkan mungkin ada perubahan. Kita harus kembalikan Indonesia ke relnya yang benar dan demokrasi kita bisa laksanakan,” kata Ikrar Nusa Bakti.
Baca juga:
Apa yang dikatakannya tersebut bukanlah dilatarbelakangi soal menang atau kalah dalam pemilu. Tetapi soal bagaimana penggunaan aparat untuk pemenangan calon tertentu akan merusak demokrasi dan ujungnya mengorbankan rakyat.
“Ini bukan soal menang atau kalah dalam pemilu. Tapi bagaimana kita melawan penggunaan aparat negara, aparat desa, aparat ASN, digunakan hanya kemenangan calon yang didukung oleh Jokowi,” katanya.
Padahal, lanjut Ikrar, ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang jelas melarang pejabat negara, Polisi, TNI, hingga aparat desa/kelurahan cawe-cawe di dalam pilkada.
Baca juga:
Paslon Pilkada Rame-Rame Sowan Jokowi, PDIP Solo: Itu Hak Mereka
Ikrar juga mengatakan gerakan rakyat perlu dilakukan demi menyelamatkan Indonesia dari penguasa tiran. Ia menjelaskan tiran adalah penguasa yang merasa dirinya berada di atas kekuasaan yang lain. Ia menyontohkan Raja Louis XIV di Prancis yang menyatakan negara adalah saya, sehingga dia bisa menentukan apa yang dibutuhkan negara.
“Sayangnya ini terjadi pada kita sejak 2023, ketika seorang penguasa merasa dia lah yang paling tertinggi sehingga menentukan apa yang harus dilakukan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya. Sampai sekarang ini masih terasa," bebernya.
“Mengapa tirani ini harus dipatahkan? Masa Indonesia yang satu untuk semua dan semua untuk satu, kalah dengan penguasaan oleh satu keluarga?,” tambahnya.
Baca juga:
RK Yakin Elektabilitas RIDO Naik Usai Jokowi Mendukung Secara Terang-terangan
Ikrar juga menggali memori ketika di 1997/1998, semua rakyat bersatu padu dengan TNI dan Polri untuk merubah Indonesia yang saat itu otoriter menjadi negara demokratis. Sayangnya, demokrasi itu hanya berlangsung selama 26 tahun.
“Dan ternyata ia dihancurkan bukan oleh senjata atau tangan besi kekuasaan, tapi dilakukan pemimpin bangsa yang jabatannya presiden, yang dahulu dielukan Jokowi adalah kita, tapi dia merusak demokrasi Indonesia, sehingga kita masih sulit mengembalikan situasi kedaulatan benar-benar di tangan rakyat, sampai 3-5 kali pemilu ke depan,” pungkasnya. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
KPU RI Pantau Langsung TPS di Pilkada Ulang Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka

24 Daerah Laksanakan Pemungutan Suara Ulang Pada Agustus 2025

Pilkada Barito Utara Berulang, Komisi II DPR Usulkan Evaluasi Pilkada

Gugat ke MK, Paslon Pilkada Barito Utara Malah Terbukti Juga Main Politik Uang

KPU Tetapkan Bupati Serang Terpilih Hasil PSU, Istri Mendes Kembali Menang

Gugatan Mental di MK, Pemenang Pilkada Puncak Jaya Tetap Duet Yuni Wonda-Mus Kogoy

KPU DKI Kembalikan Sisa Hibah Pilgub Rp 448 Miliar, Pramono: Wujud Tata Kelola Pemerintahan Transparan dan Akuntabel

KPU DKI Evaluasi Surat Suara Tak Sah dalam Pilkada Jakarta 2024

Pengumuman Hasil Penghitungan PSU Kabupaten Serang Dijadwalkan Pada 24 November, Penetapan Kembali Tunggu Gugatan

59 Orang Terluka dalam Perang Panah di Mulia Puncak Jaya, Brimob Pisahkan Pakai Gas Air Mata
