Presiden Jokowi Belum Perlu Minta Maaf pada PKI


Pengunjuk rasa dari Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) kota Bandung berunjukrasa menentang PKI di depan Gedung Sate Bandung, Jawa Barat, Senin (31/8). (ANTARA FOTO/Agus Bebeng)
MerahPutih Politik - Pelaku sejarah yang juga salah satu pemikir terkemuka di Indonesia Harry Tjan Silalahi mengutarakan saat ini pemerintah belum perlu melakukan permintaan maaf kepada Partai Komunis Indonesia (PKI).
Menurutnya Presiden Joko Widodo belum perlu memintaa maaf kepada para korban lantaran situasi dan dinamika politik di tanah air belum memungkinkan.
"saya kira situasi politik belum diterima saat ini," katanya saat dijumpai Merahputih.com, Rabu (23/9).
Mantan Ketua Partai Katolik Indonesia itu melanjutkan meskipun peristiwa Gerakan 30 September sudah lima puluh tahun berlalu, namun hingga kini ingatan bangsa Indonesia terhadap PKI masih begitu kuat.
Di tepi lain sebagian kelompok masyarakat masih memandang PKI adalah partai terlarang yang memiliki sejarah kelam masa lampau. Kelompok masyarakat yang dimaksud Harry Tjan adalah kelompok Islam. Sebab perseteruan antara PKI dengan kelompok Islam sudah sangat lama sekali terjadi.
"Islam itu tidak satu dalam menilai. Tapi secara garis besar mereka tidak setuju dengan PKI," beber Tjan.
Menurut Tjan, saat ini perlu dikaitkan antara korban dengan peristiwa politik. Untuk saat ini yang terpenting adalah saling kerja sama dam mengerti. Untuk mengatasi hal ini, perlu ditangani secara kultural dan psikologis. Sebab, bangsa ini begitu majemuk.
"Kapan itu (minta maaf), saat terjadi terang, mudah-mudahan jangan jadi luka bangsa terlalu lama," kata dia.
Sebelumnya kabar santer yang beredar Presiden Joko Widodo bakal melakukan permintaan maaf terbuka kepada keluarga PKI. Namun demikian Presiden Jokowi urung melakukan hal tersebut.
Kepastian tersebut diutarakan oleh Pengurus Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti. Dalam pertemuannya dengan Presiden Jokowi pada Selasa (22/9) ia memastikan bahwa Presiden Jokowi tidak akan meminta maaf kepada PKI.
"Isu yang berkembang bahwa pemerintah akan meminta maaf, sudah diklarifkasi, presiden tak akan melakukan itu apalagi sampai sampai membuat permintaan maaf," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti.
Apalagi, kata dia, baik Muhammadiyah, Nadhlatul Ulama, dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) juga tidak mendukung pemerintah melakukan hal tersebut. Presiden menyampaikan jawaban itu atas pertanyaan pihak Muhammadiyah.
"Tak ada penjelasan tentang itu, tapi saya kira beliau punya prisnsip, pada hal ini, Muhammadiyah, NU, ormas lain dan TNI posisi mendukung pemerintah. Kata presiden, kalau kami meminta maaf kami akan berhadapan dengan NU, Muhammadiyah, TNI," katanya lagi. (Mad)
BACA JUGA:
- DPR Dalami Motif CIA Ungkap Peristiwa 30 September 1965
- Dokumen G30S Dipublikasikan, CIA Sebut Nama Soeharto
- Instabilitas Politik dan Ekonomi Jadi Pemicu Munculnya Isu PKI?
- Kemunculan Atribut PKI Berpotensi Kuat Gerus Ideologi Pancasila
- Pengamat Politik: Soeharto Bukan Dalang G30SPKI
Bagikan
Bahaudin Marcopolo
Berita Terkait
Langkah Prabowo Beri Abolisi dan Amnesti Ternyata 'Bangun Jembatan Retak' Order Baru, Lama dan Reformasi

Cerita Ajudan Saat Jokowi Pemulihan Sekaligus Liburan di Bali Bersama Semua Cucu

Jelaskan Izin PT GAG Tidak Dicabut, Menteri Bahlil Singgung-Singgung Orba

Peringati 27 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pamerkan Tengkorak Korban Kekejaman Orba

Polemik Usulan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Setara Institute Khawatir soal Kebangkitan Orba

Anggota Watimpres Era Presiden Jokowi, Djan Faridz Jalani Pemeriksan KPK

Menhan Sjafrie Bantah Orde Baru Hidup Lagi akibat UU TNI

Bantah Isu Militerisasi dan Otoritarianisme, Menteri HAM: Orde Baru Bangkit Hanya Imajinasi

Pulang ke Solo, Jokowi Akan Dilibatkan dalam Kegiatan Kampung oleh Pengurus RT/RW Setempat

Diculik dan Disiksa di Era Orba, 4 Aktivis PRD Masuk Kabinet Prabowo
