Potret Parno Lansia Hadapi COVID-19


Lansia cemas hadapi COVID-19. (Sumber: Pexels/Teona Swift)
PONSEL Nur, perempuan paruh baya itu tidak pernah berhenti berbunyi. Ada saja pesan masuk di grup Whatsapp yang menginfokan rekan kerja, saudara dan tetangganya yang terpapar COVID-19.
Ia menggenggam erat ponselnya setelah sebuah pengeras suara di Masjid dekat rumahnya mengumumkan orang meninggal. Ya, itu adalah teman pengajiannya yang juga meninggal karena COVID-19. Tangannya gemetar, lulutnya lemas, keringat dingin pun mengucur di dahinya.
Baca juga:
Gelombang kedua COVID-19 yang melonjak gila-gilaan tersebut membuatnya frustasi bukan main. Ia dan sang suami sudah berumur. Selain itu, kendati ia sudah memasuki usia kepala lima, ia masih aktif bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara di sebuah instansi yang membuatnya lebih sering work from office dan bertemu dengan rekan kerjanya yang tidak mematuhi protokol kesehatan.
Sayangnya, anaknya yang tinggal bersamanya juga masih ngeyel kelayapan di luar rumah. Seolah itu belum cukup, dirinya juga mengidap penyakit autoimun yang membuatnya sulit mendapatkan vaksin COVID-19.
Ketika akhirnya pemerintah mengimbau Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), ia benar-benar membentengi dirinya dan keluarganya. Rumahnya tertutup rapat, belanja keperluan sehari-hari dilakukan secara daring, tidak ada satupun yang boleh bertandang ke rumahnya bahkan termasuk anak sulungnya yang tinggal tidak jauh dari kediamannya.
Nur bukanlah satu-satunya lansia yang dibuat resah karena COVID-19 gelombang kedua. Ada begitu banyak lansia yang juga merasakan hal yang sama. Menurut psikiater di klinik Sudirman Medical Centre, dr. Gusti Rai Wiguna SpKJ, lansia rentan mengalami depresi jika anggota keluarganya tidak memiliki kewaspadaan serupa.
"Para lansia merasa sudah taat protokol kesehatan, enggak keluar tapi misalnya ada anaknya atau cucunya masih keluar ke warung, ngopi ketemu temannya, apalagi kalau ada yang percaya teori konspirasi. Di satu sisi bingung gimana mau memarahinya. Mereka sudah taat prokes tetapi keluarga enggak kompak. Itu yang menyiksa mereka," urai pria yang kerap disapa Rai tersebut.

Akibatnya, orang-orang usia lanjut akan mengalami sejumlah psikosomatik. Mereka sulit tidur, maagnya muncul, dan migrain berulang.
Hal utama yang membuat mereka kian kepikiran adalah bagaimana ia melihat orang lain tidak bisa bersikap seketat mereka. "Mereka merasa percuma. Saya sudah capek-capek melakukan hal ini tapi orang lain kok enggak paham," jelas Rai.
Baca juga:
Menurut Rai dalam mengarungi pandemi, modal utamanya adalah kekompakan. "Kuncinya adalah bagaimana kita bersikap terhadap pandemi ini. Kalau ada yang enggak kompak itu mengganggu keharmonisan," ujarnya.

Selain itu, hal penting lainnya adalah berbagi kekhawatiran antara anggota keluarga. "Jangan sampai ada pandangan 'saya enggak mau cerita ke anak saya karena enggak mau buat dia kepikiran'. Jangan-jangan anak kita juga berpikir begitu. Ini harus ditangani bersama," ungkapnya.
Hal penting lainnya yang perlu dilakukan oleh para lansia di masa pandemi adalah dengan tetap aktif. "Penting untuk tetap aktif. Seringkali dipandang berbeda, enggak ngapa-ngapain padahal kita harus tetap aktif," ucapnya. (avia)
Baca juga:
Sejumlah Negara Pakai Eventbrite untuk Jadwalkan Vaksin COVID-19, Apa Itu?
Bagikan
Berita Terkait
Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian

DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran

Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar

Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional

Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa

Periksakan ke Dokter jika Vertigo Sering Kambuh Disertai Gejala Lain, Bisa Jadi Penanda Stroke
