Polusi Sebabkan Pemanasan Global dan Kelangsungan Hidup Beruang Kutub

Ikhsan Aryo DigdoIkhsan Aryo Digdo - Selasa, 05 September 2023
Polusi Sebabkan Pemanasan Global dan Kelangsungan Hidup Beruang Kutub

Populasi beruang kutub hidup dalam kondisi yang berbeda-beda, namun semuanya bergantung pada lapisan es. (Foto: freepik/wirestock)

Ukuran:
14
Audio:

PARA ilmuwan mengatakan telah menemukan hubungan antara emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh aktivitas manusia dan reproduksi beruang kutub serta tingkat kelangsungan hidup untuk pertama kalinya dalam sebuah studi baru. Hal ini berpotensi mengatasi hambatan dalam melindungi spesies tersebut.

Seperti diberitakan oleh CNN, beruang kutub hidup di 19 populasi di seluruh Arktik dan ditemukan di Kanada, Amerika Serikat, Rusia, Greenland, dan Norwegia, menurut organisasi konservasi Polar Bears International.

Baca Juga:

Buat Kompos, Kontribusi Sederhana untuk Kurangi Polusi Udara

Kepala ilmuwan emeritus di Polar Bears International Steven Amstrup mengungkapkan bahwa populasi beruang kutub hidup dalam kondisi yang berbeda-beda, namun semuanya bergantung pada lapisan es untuk mengakses mangsa utama mereka, yaitu dua spesies anjing laut.

Ketika es laut mencair, beruang kutub terpaksa hidup dengan kondisi kekurangan makanan dan terpaksa bertahan hidup dengan cadangan lemak yang telah mereka kumpulkan sebelumnya. Beruang kutub biasanya memakan mangsanya dari permukaan lapisan es, yang jumlahnya semakin berkurang akibat pemanasan iklim akibat aktivitas manusia.

Beruang kutub memiliki lebih sedikit waktu untuk mencari makan dan membangun cadangan lemak. Mereka lebih banyak waktu terpaksa hidup tanpa makanan. Hal ini pada akhirnya menyebabkan penurunan populasi mereka.

Beruang kutub memakan mangsanya dari permukaan lapisan es, kini semakin berkurang akibat pemanasan iklim akibat aktivitas manusia. (Foto: freepik/rawpixels)

Para peneliti dari Polar Bears International, University of Washington, dan University of Wyoming, telah mengukur hubungan antara jumlah hari tanpa es yang harus dijalani oleh populasi beruang kutub dan jumlah polusi pemanasan planet yang dilepaskan ke atmosfer. Mereka juga meneliti tingkat kelangsungan hidup beruang kutub pada beberapa populasi, menurut penelitian yang diterbitkan Kamis di jurnal Science.

Para peneliti telah mempelajari gumpalan es wilayah kutub selama beberapa dekade. Terletak di lokasi di Kongsfjord, dekat Ny-Alesund, Svalbard, Norwegia, 6 April 2023. Lokasi Ny-Alesund sejak lebih dari 40 tahun yang lalu memiliki catatan penting. Ketika suhu Svalbard meningkat tujuh kali lebih cepat dibandingkan rata-rata global, maka pekerjaan para ilmuwan menjadi sangat penting karena apa yang terjadi di Arktik dapat berdampak pada permukaan laut global. Menyebabkan badai di Amerika Utara dan Eropa, dan faktor-faktor lain selain kawasan beku.

Sebuah studi baru memperingatkan Arktik mungkin akan bebas dari es di musim panas pada tahun 2030-an. Beruang kutub benar-benar "terancam" karena pemanasan iklim yang disebabkan oleh manusia berdasar pada Undang-Undang Spesies Terancam Punah AS, atau ESA, pada tahun 2008.

Baca Juga:

Air Purifier, Kawan Halau Polusi Udara

Namun, Departemen Dalam Negeri AS mengatakan ancaman terhadap spesies tertentu tidak dapat secara langsung dikaitkan dengan sumber gas rumah kaca tertentu. Badan-badan federal tidak perlu mempertimbangkan emisi ketika menyetujui sebuah proyek. Para peneliti mengatakan bahwa studi baru ini memberikan bukti hubungan langsung tersebut.

Para peneliti mengamati subpopulasi beruang kutub yang telah mengalami setidaknya 10 tahun dengan musim tanpa es dari tahun 1979 hingga tahun 2020. Mereka menemukan bahwa jumlah hari beruang kutub terpaksa hidup tanpa makanan meningkat seiring dengan meningkatnya emisi gas rumah kaca.

Beruang kutub terpaksa hidup tanpa makanan meningkat seiring dengan meningkatnya emisi gas rumah kaca. (Foto: freepik/wirestock)

Sebagai contoh, beruang kutub di Laut Chukchi di Samudra Arktik terpaksa tidak makan selama 12 hari pada tahun 1979. Jumlah ini meningkat menjadi sekitar 137 hari pada tahun 2020, dengan satu hari puasa ditambahkan untuk setiap 14 gigaton emisi gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer.

Steven Amstrup ungkapkan bahwa subpopulasi di daerah lapisan es biasanya tetap ada selama musim panas walau telah mengalami "pergeseran mendadak" menjadi lebih banyak hari tanpa es tanpa makanan. Subpopulasi di daerah seperti di Teluk Hudson mengalami peningkatan yang lebih lambat pada hari-hari mereka. Sehingga terpaksa hidup tanpa makanan dari waktu ke waktu, dibandingkan dengan subpopulasi di daerah di mana lapisan es biasanya tetap ada selama musim panas, seperti di Laut Beaufort Selatan.

Beruang yang masih berada di daerah dengan lapisan es biasanya bertahan lebih lama di musim panas, namun sekarang mengalami "perubahan mendadak" di lingkungan mereka. "Beruang-beruang ini membutuhkan penyesuaian yang signifikan dimana mereka harus menjalani hari-hari puasa yang tidak mereka alami sebelumnya," kata Amstrup.

Sebuah studi tahun 2020 yang melibatkan Amstrup menemukan bahwa jumlah hari beruang dapat bertahan hidup tanpa makanan bervariasi berdasarkan wilayah dan kondisi hewan, tetapi semakin banyak hari tanpa es yang dialami, semakin tajam penurunan reproduksi dan kelangsungan hidup. (dgs)

Baca Juga:

Sebaiknya Pakai Masker dalam Kondisi Polusi Udara

#Sains
Bagikan
Ditulis Oleh

Ikhsan Aryo Digdo

Learner.

Berita Terkait

Lifestyle
Kayak Manusia, Kucing Juga Bisa Kena Demensia
Temuan ini akan membantu ilmuwan mencari pengobatan baru bagi manusia.
Dwi Astarini - Jumat, 15 Agustus 2025
Kayak Manusia, Kucing Juga Bisa Kena Demensia
Lifestyle
Populasi Serangga Terancam Alterasi Pola El Nino yang Dipicu Perubahan Iklim
Artropoda disebut menjadi sumber makanan penting bagi burung dan hewan yang lebih besar.??
Dwi Astarini - Kamis, 07 Agustus 2025
Populasi Serangga Terancam Alterasi Pola El Nino yang Dipicu Perubahan Iklim
Dunia
Arkeolog Temukan Bukti Penyintas Letusan Gunung Vesuvius Kembali Tinggal di Reruntuhan Pompeii
Pompeii setelah tahun 79 muncul kembali, bukan sebagai kota, melainkan sebagai kumpulan bangunan yang rapuh dan suram, semacam kamp.
Dwi Astarini - Kamis, 07 Agustus 2025
Arkeolog Temukan Bukti Penyintas Letusan Gunung Vesuvius Kembali Tinggal di Reruntuhan Pompeii
Lifestyle
Batu Mars Terbesar di Dunia Dilelang, Terjual Seharga Rp 86,25 Miliar
Dikenal dengan nama NWA 16788, meteorit ini memiliki berat 24,5 kilogram.
Dwi Astarini - Kamis, 17 Juli 2025
Batu Mars Terbesar di Dunia Dilelang, Terjual Seharga Rp 86,25 Miliar
Lifestyle
Jokowi Terkena Alergi Parah, para Ahli Sebut Perubahan Iklim Memperburuk Kondisi Ini
Gejala alergi tak lagi bisa dianggap sepele.
Dwi Astarini - Senin, 23 Juni 2025
Jokowi Terkena Alergi Parah, para Ahli Sebut Perubahan Iklim Memperburuk Kondisi Ini
Fun
Kenapa Kita Suka Share dan Lihat Konten Hewan Lucu di Media Sosial? Ini Jawaban Ilmiahnya!
Sebuah studi dari Concordia University mengungkap bahwa membagikan foto atau video hewan lucu di media sosial ternyata bisa memperkuat koneksi dan hubungan digital. Simak penjelasannya!
Hendaru Tri Hanggoro - Jumat, 13 Juni 2025
Kenapa Kita Suka Share dan Lihat Konten Hewan Lucu di Media Sosial? Ini Jawaban Ilmiahnya!
Fun
Strawberry Moon di Yogyakarta dan Malang! Ini Fakta Menarik di Baliknya yang Terjadi 18,6 Tahun Sekali
Strawberry Moon bukan berarti bulan berwarna merah muda. Simak fakta menarik tentang fenomena langit langka yang hanya terjadi setiap 18,6 tahun sekali ini.
Hendaru Tri Hanggoro - Kamis, 12 Juni 2025
Strawberry Moon di Yogyakarta dan Malang! Ini Fakta Menarik di Baliknya yang Terjadi 18,6 Tahun Sekali
Fun
Bahaya Screen Time Terlalu Lama Bagi Anak, Dari Cemas hingga Agresif
Studi dari American Psychological Association temukan bahwa screen time berlebihan berkaitan dengan kecemasan, depresi, dan agresi pada anak-anak. Konten dan dukungan emosional juga berperan penting.
Hendaru Tri Hanggoro - Rabu, 11 Juni 2025
Bahaya Screen Time Terlalu Lama Bagi Anak, Dari Cemas hingga Agresif
Dunia
Seniman Tak Mau Kalah dari Ilmuwan yang Temukan Olo, Ciptakan Warna Baru yang Disebut Yolo
Stuart Semple klaim ciptakan warna cat baru hasil eksperimen ilmiah.
Hendaru Tri Hanggoro - Sabtu, 26 April 2025
Seniman Tak Mau Kalah dari Ilmuwan yang Temukan Olo, Ciptakan Warna Baru yang Disebut Yolo
Fun
Ilmuwan Klaim Temukan Warna Baru yang Disebut Olo, Dianggap Bisa Bantu Penyandang Buta Warna
Ilmuwan temukan warna ‘olo’ — biru-hijau super pekat yang hanya terlihat dengan teknologi laser Oz.
Hendaru Tri Hanggoro - Senin, 21 April 2025
Ilmuwan Klaim Temukan Warna Baru yang Disebut Olo, Dianggap Bisa Bantu Penyandang Buta Warna
Bagikan