Polri Sebut Pemecatan Ferdy Sambo Putusan Kolektif Kolegial


Suasana pembacaan putusan sidang komisi kode etik Irjen Pol. Ferdy Sambo disiarkan melalui saluran Polri TV dipantau dari Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta, Jumat (26/8). ANTARA/Laily Rahmawaty
MerahPutih.com - Sidang Komisi Kode Etik memutuskan untuk menjatuhkan sanksi berupa sanksi pemberhentian dengan tidak hormat atau PTDH terhadap Irjen Ferdy Sambo karena terbukti melanggar kode etik kepolisian.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, Komisi Kode Etik Polri menjatuhkan sanksi berupa penempatan khusus selama 21 hari. Hukuman ini tentunya sudah dijalankan oleh Ferdy Sambo tinggal menunggu sisanya.
Baca Juga
Dapat Sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat, Irjen Ferdy Sambo Banding
"Sanksi yang diberlakukan yang pertama adalah sanksi etika yaitu perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela," kata Dedi Prasetyo di Jakarta, Jumat (26/8).

Menurut Dedi, penjatuhan sanksi terhadap Ferdy Sambo oleh pimpinan sidang telah memutuskan secara kolektif kolegial.
"Meskipun yang bersangkutan mengajukan banding, ini merupakan haknya sesuai dengan Pasal 69, diberi kesempatan untuk menyampaikan banding secara tertulis tiga hari kerja," kata Dedi.
Selain itu, kata Dedi, sidang etik Ferdy Sambo menghadirkan 15 orang saksi dan mengakui apa yang mereka lakukan. Mayoritas saksi merupakan anak buah Ferdy Sambo.
"Perbuatan tersebut betul adanya mulai dari merekayasa kasusnya kemudian menghilangkan barang buktinya dan juga menghalang-halangi dalam proses penyidikan," ujar Dedi.
Baca Juga
Jadi Saksi Kunci Sidang Etik Ferdy Sambo, Bharada E Tak Dihadirkan Langsung
Dia melanjutkan, 15 saksi itu terbagi menjadi tiga klaster. Yang pertama adalah tiga orang terkait peristiwa penembakan Brigadir J di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
”Ada Bharada E, Bripka R dan KM,” terang Dedi.
Klaster kedua, ada lima orang saksi yakni terkait obstruction of justice atau menghalang-halangi penyidikan, yakni ketidakprofesionalan dalam olah TKP. Kemudian klaster ketiga juga masuk dalam kategori juga obstruction of justice.
”Berupa merusak atau menghilangkan barang bukti berupa CCTV,” katanya.
Para saksi, kata Dedi, mengakui seluruh perbuatan masing-masing peran yang dilakukan.
"Irjen FS juga sama tidak menolak apa yang disampaikan oleh kesaksian para saksi tersebut artinya perbuatan tersebut betul adanya mulai dari merekayasa kasusnya kemudian menghilangkan barang buktinya dan juga menghalang-halangi dalam proses penyidikan," ujar Dedi. (Knu)
Baca Juga
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Bripka Rohmat Pelindas Affan Kurniawan tak Dipecat, Hanya Disanksi Demosi 7 Tahun

Pejabat Tinggi Polri Dilantik, Komjen Syahardiantono Jabat Kabareskrim, Irjen Asep Edi Resmi Jadi Kapolda Metro Jaya

Alasan Pakai Robot, Polri Khawatir Anggotanya Jadi Korban di Lokasi Rawan dan Berbahaya

Mabes Polri Tak Mau Kalah dengan Negara Lain soal Penggunaan Robot untuk Tugas Kepolisian

Mutasi Besar-Besaran di Mabes Polri, Pejabat KPK Dapat Jabatan Kapolda Sultra

Kasus Ijazah Palsu, Bareskrim Ambil Sampel 7 Ijazah Rekan Jokowi di Solo Jadi Pembanding

Kasus Ajudan Kapolri Ancam Tempeleng Jurnalis, Mabes Polri: Harusnya Bisa Dihindari

Kapolres Ngada Diproses Propam Polri, Diduga Terlibat Kasus Asusila

Cegah Lonjakan Harga saat Bulan Ramadan, Pelaku Penyelewengan Bahan Pokok Diancam Pidana

Terimbas Efisiensi Anggaran, Mabes Polri ‘Perketat’ Perjalanan Dinas dan Rapat
