Playing Victim dan Victim Blaming, Ketahui Perbedaannya
Playing victim dan victim blaming memiliki perbedaan. (Foto: Unsplash/Noah Silliman)
KAMU pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah playing victim dan victim blaming. Kedua istilah ini bisa terjadi pada hubungan mana pun, baik itu pasangan, keluarga, pertemanan, atau pekerjaan.
Jika dilihat sekilas, playing victim dan victim blaming menggambarkan suatu kondisi yang tidak jauh berbeda, yaitu sama-sama menyalahkan. Namun, ada perbedaan signifikan di antara keduanya.
Mengutip laman Alodokter, playing victim tidak jatuh berbeda dengan victim mentality, yaitu perilaku seseorang yang merasa dirinya sebagai korban tetapi ia juga dengan sengajak melimpahkan kesalahannya kepada orang lain. Tujuannya untuk membelda diri agar tidak disalahkan dan tidak bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan.
Baca juga:
Apa yang Dimaksud 'Play Victim'? Jangan-Jangan Kamu Salah Satunya
Playing victim bisa dikatakan sebagai perilaku manipulatif untuk memengaruhi dan mengendalikan orang lain agar bisa memperoleh apa yang diinginkan. Ada beberapa contoh kalimat yang mengarah ke perilaku playing victim, seperti "Kamu terlalu sempurna buat aku, makanya aku ngerasa enggak bisa menghimbangi hidupmu dan mencari perempuan lain", "Oh, ini salahku karena sudah mengganggumu. Aku lupa, aku hanya ada ketika kamu membutuhkan sesuatu dariku."
Jika playing victim merupakan istilah untuk menggambarkan pelaku, victim blaming adalah situasi ketika korban disalahkan dan diminati pertanggungjawaban atas apa yang dilakukan. Korban juga turut disalahkan atas kasus yang telah menimpanya. Tindakan ini bisa mencakup kasus bullying, pemerkosaan, kekerasan fisik, pelecehan emosional, atau kekerasan dalam rumah tangga.
Baca juga:
"Kamu sih berpakaian kayak gitu, ya pantas saja kalau kamu mengalami pelecehan seksual", "Siapa suruh kamu keluar malam-malam? Kalau kamu enggak keluar pasti kamu enggak akan dirampok."
Playing victim tidak hanya menimbulkan dampak buruk bagi orang lain, tetapi juga diri sendiri. Orang yang playing victim bisa menjadi marah, frustasi, putus asa, dan tidak bisa meraskan kebahagiaan karena terus bersikap manipulatif.
Sementara itu, victim blaming bisa membuat korbannya merasa malu, marah, frustasi, atau kesepian, dan bisa melampiaskan emosinya pada kebiasaan buruk. Jika intimadi terus berlanjut, korban berisiko mengalami depresi bahkan berpikir untuk bunuh diri. (and)
Baca juga:
Waspadai Toxic Productivity Muncul di Masa Pandemi
Bagikan
Andreas Pranatalta
Berita Terkait
2 Juta Anak Alami Gangguan Kesehatan Mental, Kemenkes Buka Layanan healing 119.id Cegah Potensi Bunuh Diri
Hasil Cek Kesehatan Gratis: 2 Juta Anak Indonesia Alami Gangguan Kesehatan Mental
Ibu Negara Prancis Brigitte Macron Disebut Kena Gangguan Kecemasan karena Dituduh sebagai Laki-Laki
Self-Care Menjadi Ruang Ekspresi dan Refleksi bagi Perempuan, Penting untuk Jaga Kesehatan Mental
The Everyday Escape, 15 Menit Bergerak untuk Tingkatkan Suasana Hati
Smart Posyandu Difokuskan untuk Kesehatan Jiwa Ibu setelah Melahirkan
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres
Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya
Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui