Pfizer Izinkan Negara Berkembang Produksi Pil COVID-19


Pfizer mengatakan perjanjian itu akan memungkinkan produsen obat lokal untuk memproduksi pil. (japantimes.com)
PERUSAHAAN obat AS Pfizer telah menandatangani kesepakatan untuk memungkinkan pil eksperimental pengobatan COVID-19 dibuat dan dijual di 95 negara berkembang.
Kesepakatan dengan organisasi nirlaba Medicines Patent Pool yang didukung PBB itu dapat membuat obat yang tengah diajukan untuk mendapat persetujuan tersebut tersedia untuk 53 persen populasi dunia. Namun, tidak termasuk beberapa negara yang memiliki pandemi COVID-19 yang besar, termasuk Brasil. Pfizer mengatakan pil itu mengurangi risiko penyakit parah pada orang dewasa yang rentan.
BACA JUGA:
Dalam sebuah pernyataan pada Selasa (16/11), Pfizer mengatakan perjanjian itu akan memungkinkan produsen obat lokal untuk memproduksi pil, dengan tujuan memfasilitasi akses yang lebih besar ke populasi global.

Pfizer tidak akan menerima royalti atas penjualan di negara-negara berpenghasilan rendah dan mengatakan akan mengabaikan royalti di semua negara yang termasuk dalam perjanjian sementara, selama COVID-19 tetap menjadi situasi darurat kesehatan masyarakat yang ditetapkan WHO.
Pada awal November, Pfizer mengatakan uji klinis menunjukkan bahwa pil COVID-19, Paxlovid, mengurangi risiko masuk rumah sakit atau kematian hingga 89 persen untuk pasien dewasa berisiko tinggi.
Charles Gore, direktur Medicines Patent Pool, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pemberian lisensi itu penting karena obat oral ini sangat cocok untuk negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah dan dapat memainkan peran penting dalam menyelamatkan nyawa.
BACA JUGA:
Sebagian besar negara yang termasuk dalam daftar penerima paten berada di Afrika atau Asia. Namun, negara-negara seperti Brasil, Tiongkok, Rusia, Argentina, dan Thailand, yang telah mengalami wabah besar, bukan bagian dari kesepakatan.
Beberapa ahli mengatakan, ini tidak cukup untuk mengatasi ketidaksetaraan dalam akses ke perawatan dan vaksin COVID-19.
Pfizer dan perusahaan farmasi lainnya juga menolak seruan untuk mencabut paten pada vaksin COVID-19 mereka.
Doctors Without Borders mengatakan 'kecewa' bahwa kesepakatan itu tidak membuat pil COVID-19 Pfizer tersedia di seluruh dunia, dalam sebuah pernyataan kepada Associated Press.

"Dunia tahu sekarang bahwa akses ke alat medis COVID-19 perlu dijamin untuk semua orang, di mana saja, jika kita benar-benar ingin mengendalikan pandemi ini," kata penasihat kebijakan hukum kelompok itu, Yuanqiong Hu.
Pada Oktober, pembuat obat lain, Merck, mengumumkan kesepakatan serupa dengan Medicines Patent Pool untuk memungkinkan produsen memproduksi pil COVID-19 molnupiravir sendiri.(aru)
BACA JUGA:
Bagikan
Berita Terkait
DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran

Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar

Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional

Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa

Periksakan ke Dokter jika Vertigo Sering Kambuh Disertai Gejala Lain, Bisa Jadi Penanda Stroke

Iuran BPJS Kesehatan Bakal Naik, Alasanya Tambah Jumlah Peserta Penerima Bantuan Iuran
