Beberapa Bulan Lagi, akan Ada Pil untuk Mengobati COVID-19


Setidaknya ada tiga antivirus yang menjanjikan untuk COVID-19 berada dalam tahap uji klinis. (seekingalpha.com)
KESEMPATAN berikutnya untuk mengalahkan COVID-19 segera datang. Pengobatan jangka pendek pil harian yang dapat melawan virus pada tahap awal setelah diagnosis ini dapat mencegah gejala berkembang setelah seseorang terpapar.
“Antivirus oral berpotensi tidak hanya mengurangi durasi sindrom COVID-19 seseorang, tetapi juga berpotensi membatasi penularan ke orang-orang di rumah jika kamu sakit,” kata Timothy Sheahan, ahli virologi di University of North Carolina-Chapel Hill, AS yang telah membantu merintis terapi ini.
Antivirus sudah menjadi perawatan penting untuk infeksi virus lainnya, termasuk hepatitis C dan HIV. Salah satu yang paling terkenal adalah Tamiflu, pil yang diresepkan secara luas yang dapat mempersingkat durasi influenza dan mengurangi risiko rawat inap jika diberikan dengan cepat.
BACA JUGA:
Uji Coba Vitamin A untuk Pengobatan Kehilangan Penciuman Akibat COVID-19
Obat-obatan, yang dikembangkan untuk mengobati dan mencegah infeksi virus pada manusia dan hewan, bekerja secara berbeda tergantung pada jenisnya. Namun, mereka dapat direkayasa untuk meningkatkan sistem kekebalan untuk melawan infeksi, memblokir reseptor sehingga virus tidak dapat memasuki sel sehat, atau menurunkan jumlah virus aktif dalam tubuh.

Seperti diberitakan WebMD (25/9), setidaknya ada tiga antivirus yang menjanjikan untuk COVID-19 berada dalam tahap uji klinis. Hasil uji coba tersebut diharapkan selesai pada akhir musim gugur atau musim dingin, kata Carl Dieffenbach, direktur Divisi AIDS di Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular, yang mengawasi pengembangan antivirus.
“Saya pikir kita akan memiliki jawaban tentang kemampuan pil ini dalam beberapa bulan ke depan,” kata Dieffenbach.
Urutan pertama adalah obat dari Merck & Co. dan Ridgeback Biotherapeutics yang disebut molnupiravir, kata Dieffenbach. Ini adalah produk yang sedang diuji di Seattle, AS. Dua lainnya termasuk kandidat dari Pfizer, yang dikenal sebagai PF-07321332, dan AT-527, antivirus yang diproduksi oleh Roche dan Atea Pharmaceuticals.
Cara Kerja Obat COVID-19

Pfizer telah meluncurkan uji coba gabungan fase 2 dan 3 dari obat COVID-19 yang diproduksinya. (newson6.com)
Obat-obat tersebut bekerja dengan mengganggu kemampuan virus untuk bereplikasi dalam sel manusia. Dalam kasus molnupiravir, enzim yang menyalin materi genetik virus dipaksa untuk membuat begitu banyak kesalahan sehingga virus tidak dapat bereproduksi. Itu, pada gilirannya, mengurangi viral load pasien, mempersingkat waktu infeksi dan mencegah jenis respons imun berbahaya yang dapat menyebabkan penyakit serius atau kematian.
Sejauh ini, baru satu obat antivirus, remdesivir, yang disetujui untuk mengobati COVID-19. Namun, itu diberikan secara intravena kepada pasien yang cukup parah dan dirawat di rumah sakit. Selain itu, remdesivir tidak dimaksudkan untuk penggunaan awal dan luas. Sementara kandidat teratas yang tengah diteliti dapat dikemas sebagai pil.
Sheahan, yang juga melakukan penelitian praklinis pada remdesivir, memimpin penelitian awal pada tikus yang menunjukkan bahwa molnupiravir dapat mencegah penyakit awal yang disebabkan oleh SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19. Formula ini ditemukan di Emory University dan kemudian diakuisisi oleh Ridgeback dan Merck.
Uji klinis telah diikuti, termasuk uji coba awal 202 peserta musim semi lalu yang menunjukkan bahwa molnupiravir dengan cepat mengurangi tingkat virus menular. CEO Merck Robert Davis mengatakan pada bulan ini, bahwa perusahaan mengharapkan data dari uji coba fase 3 yang lebih besar dalam beberapa minggu mendatang, dengan potensi untuk mencari otorisasi penggunaan darurat dari Food and Drug Administration sebelum akhir tahun.
Pfizer meluncurkan uji coba gabungan fase 2 dan 3 dari produknya pada 1 September, dan pejabat Atea mengatakan mereka mengharapkan hasil dari uji coba fase 2 dan fase 3 akhir tahun ini. Jika hasilnya positif dan penggunaan darurat diberikan untuk produk apa pun, kata Dieffenbach, distribusi dapat dimulai dengan cepat.
Itu berarti jutaan orang segera dapat memiliki akses ke obat yang diberikan secara oral setiap hari, idealnya satu pil, yang dapat diminum selama lima hingga 10 hari pada konfirmasi pertama infeksi COVID-19.(aru)
Bagikan
Berita Terkait
Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian

DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran

Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar

Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional

Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa

Periksakan ke Dokter jika Vertigo Sering Kambuh Disertai Gejala Lain, Bisa Jadi Penanda Stroke
