Perubahan Iklim Dunia Kian Mengkhawatirkan


Perubahan Iklim Dunia Kian Mengkhawatirkan (Foto: Pixabay/marcinzoswiak)
KEBIJAKAN yang saat ini berlaku untuk mengatasi krisis iklim di seluruh dunia akan mengarah pada kerusakan iklim 'bencana'. Pada KTT Cop26 November lalu, sejumlah negara sepakat untuk mengajukan rencana membatasi pemanasan global hingga kenaikan 1,5 derajat celcius. Itu di atas tingkat pra-industri, yang merupakan batas keselamatan menurut para ilmuwan. Sejumlah negara berjanji akan membatasi kenaikan suhu di bawah 2 derajat celcius.
Namun, kebijakan serta langkah-langkah yang disahkan dan dilaksanakan oleh sejumlah pemerintah, tampaknya akan menyebabkan kenaikan suhu yang jauh lebih besar, setidaknya 2,7 derajat celcius. Hal itu melampaui ambang batas keamanan relatif dan berpotensi naik hingga 3,6 derajat celcius.
Baca Juga:
Dampak Krisis Iklim, Anak Kelahiran 2020 Berpotensi Alami Nasib Menyedihkan
Tentunya ini akan memiliki dampak 'bencana' dalam bentuk cuaca ekstrem, kenaikan permukaan laut, dan perubahan iklim global yang tidak bisa diubah.

Tiga mantan direktur dari Konvensi Kerangka Kerja PBB soal perubahan iklim menulis bersama di Guardian. Pertama kali mereka menulis bersama di sebuah surat kabar, soal konsekuensi bencana apabila gagal memenuhi janji nasional tentang iklim dan tindakan kebijakan nyata untuk mengikuti mereka.
Para pemimpin yang terdiri dari Michael Zammit Cutajar, Yvo de Boer dan Christiana Figueres itu menulis dalam Perjanjian Paris 2015, semua pemerintah setuju untuk berupaya membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat celcius. Saat ini masyarakat berhak bertanya apakah upaya mereka sudah tercapai? Kemana arah mereka dan seberapa tulus mereka? Ilmu pengetahuan menunjukan tindakan pada dekade ini untuk mengurangi efek rumah kaca sangat penting.
Mereka menunjuk pada temuan Panel Antarpemerintah soal perubahan iklim yang telah diterbitkan, di mana digambarkan sebagai 'atlas penderitaan'. Gambaran yang menunjukan kehancuran luas yang mungkin terjadi apabila kita gagal dalam mengatasi emisi gas rumah kaca dengan segera.
Selain itu, mereka juga menulis segudang laporan tentang cuaca ekstrem yang kita saksikan pada tahun 2022. Yang menunjukan bahwa harus segera mengambil tindakan nyata.
"Perubahan iklim terus berlangsung, semakin kita mengunci masa depan yang menampilkan lebih banyak kerusakan, lebih banyak kerawanan pangan, kenaikan permukaan laut, ancaman ketahanan air, kekeringan hingga penggurunan. Karena itu para pemerintah negara harus berindak melawan perubahan iklim seraya menangani krisis mendesak lainnya," tulis para pemimpin tersebut.
Baca Juga:
Saat ini tindakan negara-negara maju dinilai mengecewakan. Mereka lamban dalam mengurangi emisi, dan tidak menyediakan dana bagi negara-negara miskin sebagai bantuan untuk mengatasi dampak kerusakan iklim.

Bulan ini menandai peringatan 50 tahun Konferensi Stockholm, ketika perwakilan dari seluruh dunia pertama kali memutuskan bahwa keadaan lingkungan global menjadi perhatian serius. Diperlukan adanya tindakan internasional terpadu untuk memecahkan masalah seperti polusi, hilangnya spesies, lahan degradasi dan penipisan sumber daya.
Seperti yang dikutip dari laman The Guardian, Pejabat PBB mengungkapkan, peringatan itu diharapkan bisa mendorong pemerintah di sejumlah negara untuk memperbarui tekad mereka, meskipun geopolitik 'dingin', sebelum terlambat semuanya
Perekonomian yang berubah dengan cepat, itu mendorong iklim lebih aman dan menyejhaterakan masyarakat. Masyarakat khususnya kalangan anak muda dalam melihat perubahan iklim dibatasi untuk mengakses kebenaran.
Seperti pada Konferensi Stockholm, kita membutuhkan para pemimpin nasional untuk mengingat apa yang ditunjukkannya soal potensi aksi kooperatif, bahkan di masa-masa sulit. Masyarakat perlu melihat para pemimpin memenuhi janji perubahan iklim mereka, untuk kepentingan manusia, kemakmuran dan Bumi.
Saat pemerintah bergulat dengan harga energi yang tinggi dan kenaikan harga pangan, mantan kepala iklim PBB berpendapat untuk langkah cepat ke energi bersih, yang sekarang kompetitif secara ekonomi dengan bahan bakar fosil.
Menurut para pemimpin tersebut, sekarang tidak ada alasan untuk tidak mengambil jalur energi bersih. Banyak pelaku korporasi memahami perlunya tindakan dini di bidang ini. Tetapi pemerintah masih perlu memberi insentif untuk transisi. (Ryn)
Baca juga:
Anak Kelahiran 2020 dan Selanjutnya Terancam Krisis Iklim Parah
Bagikan
Berita Terkait
Populasi Serangga Terancam Alterasi Pola El Nino yang Dipicu Perubahan Iklim

Survei C3S: Juni 2025 Bulan Terpanas Ketiga dalam Sejarah

Tak Ada Musik di Planet Mati: 15 Musisi Satukan Suara untuk Iklim

Prochlorococcus: Bakteri Mikro Penyelamat Bumi yang Terhubung Melalui Nanotube

Perubahan Iklim Bikin Cuaca Dingin Ekstrem tak Terlalu Parah

Libatkan 15 Musisi dalam Negeri Album Kompilasi 'sonic/panic Vol. 2' Resmi Mengudara
IKLIM Kembali Hadirkan Album 'sonic/panic', Libatkan 15 Musisi Tanah Air dari Berbagai Genre

Gili Tramena di NTB Terancam Lenyap karena Perubahan Iklim

Nigeria dan Inggris Bahas Pendanaan Penanganan Perubahan Iklim

118 Juta Warga Afrika Terancam Krisis Iklim di 2023
