Setiap Hari Ada 67 Ribu Orang Meninggalkan Rumah Akibat Bencana Dari Perubahan Iklim
Ilustrasi: Seorang warga menuntun sepeda motor di Jalan Damanhuri Samarinda, yang dilanda banjir akibat hujan di kawasan itu. ANTARA/M Ghofar
MerahPutih.com - Sekitar 250 juta orang telah terpaksa mengungsi akibat bencana iklim dalam 10 tahun terakhir, yang artinya lebih dari 67.000 orang setiap hari terpaksa meninggalkan rumahnya, menurut
Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) melansir sekitar 250 juta orang telah terpaksa mengungsi akibat bencana iklim dalam 10 tahun terakhir. Di mana artinya lebih dari 67.000 orang setiap hari terpaksa meninggalkan rumahnya.
"Jumlah ini naik 10 persen dibanding rata-rata selama sepuluh tahun hingga akhir 2023," kata UNHCR melalui pernyataan, Senin.
Disebutkan bahwa lokasi kamp pengungsian berada di wilayah yang sudah mengalami kondisi cuaca ekstrem atau akan mengalaminya dalam waktu dekat.
Baca juga:
Bencana Alam di Ciamis Terjadi di 12 Titik pada Minggu, Paling Banyak Tanah Longsor
"Pada 2050, 15 kamp pengungsi terpanas di duni yang berada di Gambia, Eritrea, Ethiopia, Senegal, dan Mali diprediksikan bakal menghadapi hampir 200 hari atau lebih tekanan panas berbahaya setiap tahunnya," demikian laporan tersebut.
Menurut UNHCR, banyak dari lokasi tersebut yang akan menjadi tidak layak huni akibat perpaduan mematikan antara panas ekstrem dan kelembapan tinggi.
Selain itu, pada 2040 jumlah negara yang menghadapi bahaya iklim ekstrem kemungkinan meningkat dari 3 menjadi 65 negara, katanya.
Sementara itu, Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva menyerukan para pemimpin dunia untuk tegas melawan mereka yang menolak penjelasan sains atas perubahan iklim.
Dalam pembukaan Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-30 (COP30) di Belém, wilayah Amazon, pada Senin, Lula secara langsung menantang skeptisisme iklim dan penyebaran misinformasi yang dinilainya menghambat kerja sama global.
Ia mengatakan bahwa di era misinformasi seperti sekarang, kaum obscurantis — penentang ilmu pengetahuan — tidak hanya menolak bukti ilmiah, tetapi juga kemajuan multilateralisme.
"Mereka mengendalikan algoritma, menebar kebencian, dan menyebar ketakutan. Mereka menyerang lembaga, ilmu pengetahuan, dan universitas. Kini saatnya kita kalahkan para penyangkal itu," kata Lula. (*)
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
BNPB: 1.137 Orang Tewas akibat Banjir Bandang dan Longsor di Sumatra
54 Mahasiswa UNS Terdampak Bencana di Sumatera Dapat Santunan Rp 1 juta
Brimob Dikerahkan Pulihkan Sumatera, Bertugas Selama 1 Bulan
Penanganan Bencana Sumatera Dinilai Tidak Terorganisir
Natal 2025 Jadi Momentum Solidaritas Sosial, Prabowo: Hati Kita Tertuju Pada Sumatera
Tanggap Darurat Di Sumut Diperpanjang Sampai Akhir Tahun
Satgas PKH Temukan Indikasi Korporasi-Individu yang Picu Banjir di Sumatra
[HOAKS atau FAKTA]: Luhut Ancam Hentikan Bantuan jika Aceh Meminta Bantuan Negara Lain
Peringati HUT ke-103, PAM Jaya Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana Sumatra
Jembatan Armco Hubungkan kembali Warga Birem Bayeun Aceh Timur