Perjanjian DCA RI-Singapura, Tukar Lahan Latihan Militer Dengan Ekstradisi Buronan

Yudi Anugrah NugrohoYudi Anugrah Nugroho - Jumat, 13 Oktober 2017
Perjanjian DCA RI-Singapura, Tukar Lahan Latihan Militer Dengan Ekstradisi Buronan

Pernjanjian DCA-ET Republik Indonesia dan Singapura pada tahun 2007. (akarpadinews)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

KETUA Komisi I DPR, membidangi pertahanan dan informasi luar negeri, Theo L Sambuaga, menyaksikan penandatanganan Perjanjian Kerjasama Pertahanan atau Defense Cooperation Agreement (DCA) antara RI-Singapura, di Istana Tampak Siring, Bali, 27 April 2007.

Seusai Menteri Pertahanan RI, Juwono Sudarsono dan Menteri Singapura, Teo Chee Hean, membubuhkan tanda tangan, justru timbul keganjilan karena terkesan tertutup, bahkan Theo Sambuaga beserta kolega di Komisi I tak mengetahui rincian perjanjian.

“Kami memang sudah mendengar beberapa waktu sebelumnya tentang rencana perjanjian itu, tapi baru tahu gambaran isinya setelah dua hari sebelumnya diinformasikan oleh Menteri Luar Negeri dalam satu pertemuan,” kata Theo dalam buku Teguh Santosa dkk, Komisi I: Senjata, Satelit, Diplomasi.

Belakangan diketahui isi perjanjian DCA menjalin kesepakatan pinjam lahan untuk latihan militer Singapura dengan barter Extradition Treaty (ET) atau perjanjian ekstradisi buronan Indonesia di Singapura. “Jadi, kira-kira ide perjanjian ini adalah menukar lahan dengan buronan dan uang”.

Singapura, dengan angkatan militer tercanggih di Asia Tenggara, tak memiliki cukup lahan untuk melakukan latihan tempur. Mereka mengincar Indonesia sebagai tempat meningkatkan kemampuan para prajurit.

Sementara Indonesia sangat kewalahan mengejar buronan terutama kasus korupsi ketika berada di Singapura karena tak memiliki perjanjian ekstradisi.

Tak heran bila para bankir dan pegusaha tersangkut kasus korupsi, seperti Sjamsul Nursalim (kasus BLBI BDNI), Maria Pauline Lumowa (pembobol Bank BNI cabang Kebayoran), Sujiono Timan (korupsi BPUI), Bambang Sutrisno (kasus BLBI Bank Surya), Agus Anwar (kasus BLBI Bank Pelita), dan Djoko S Tjandra (kasus hak tagih Bank Bali) memilih Singapura sebagai surga pelarian.

Sementara itu, sebuah lahan seluas 32.000 hektare, di Baturaja, Sumatera Selatan, telah dipersiapkan sebagai buah kesepakatan. Pihak miiter Singapura akan menyewa lahan tersebut untuk latihan tebak-menembak.

Sejumlah kalangan, baik anggota parlemen dan akademisi bereaksi keras terhadap perjanjian DCA. Mereka bingung dengan logika pertukaran perjanjian ekstradisi dengan perjanjian pertahanan. “buron harus ditukar buron, dan perjanjian pertahanan haruslah menguntungkan kedua belah pihak secara militer dan strategis,” tulis Teguh Santosa.

Pada Rapat Kerja dengan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda, 25 Juni 2007, Komisi I DPR menolak secara tegas perjanjian DCA. “Komisi I menolak DCA dalam bentuk seperti saat ini karena merugikan kepentingan nasional,” ungkap Wakil Ketua Komisi I Yusron Ihza Mahendra, Fraksi Bintang Pelopor, dikutip Kompas, 26 Juni 2007.

Senada dengan sang kolega, Sidarto Danusbroto, juga berkebertan dengan isi perjanjian DCA. Perjanjian pertahanan, menurut Sidarto, seharusnya berbentuk latihan bersama, kerja sama pendidikan, atau kerja sama teknis dan bukan dalam bentuk menyerahkan begitu saja lahannya untuk dijadikan medan latihan tempur, apalagi latihan tersebut, Singapura tak harus mengajak TNI, melainkan bisa mengajak mitra dari negara lain.

“Bentuk kerja sama seperti itu dikhawatirkan justru dapat menjadi embrio lahirnya pakta pertahanan dan menjadikan Indonesia pangkalan terdepan bagi Singapura dan kekuatan Barat untuk menghadapi kekuatan militer ekonomi baru yang tumbuh pesat, Tiongkok,” kata Sidarto.

Penggunaan wilayah Indonesia sebagai latihan militer Singapura sesungguhnya bukan barang baru. Pada tahun 1995, Singapura telah memiliki Military Training Area (MTA) di perairan Tanjung Pinang. Tapi pada perkembangannya militer Singapura kerap melibatkan pihak ketiga, seperti Amerika Serikat dan Australia tanpa persetujuan Indonesia. Imbasnya, pada 2003, pemerintah RI memutuskan untuk tidak lagi memberikan fasilitas MTA kepada Singapura.

Di sisi lain, perjanjian ekstradisi pun sama sekali tak menguntungkan Indonesia, sebab Singapura hanya bisa mendepak seorang buronan, tanpa bisa mengembalikan aset-asetnya. Singapura pun menolak ketentuan ekstradisi berlaku surut hingga 15 tahun.

Lantaran desakan legislatif, pemerintah RI bersedia merevisi perjanjian, namun pihak Singapura keburu melakukan aksi sepihak meratifikasi dokumen Tampaksiring. Perjanjian DCA-ET antara RI-Singapura pun batal, ‘put a side’. (*)

#Perjanjian DCA-ET #Latihan Militer SIngapura #Perjanjian Ekstradisi
Bagikan

Berita Terkait

Indonesia
DPR Sahkan UU Ekstradisi RI-Rusia
DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengesahan Perjanjian antara Republik Indonesia dan Federasi Rusia mengenai Ekstradisi menjadi UU.
Wisnu Cipto - Kamis, 02 Oktober 2025
DPR Sahkan UU Ekstradisi RI-Rusia
Indonesia
Ekstradisi Pertama RI-Rusia: Alexander Vladimirovich Zverev Digiring Masuk Aeroflot di Bandara Bali
Indonesia dan Rusia untuk pertama kalinya dalam sejarah menyepakati perjanjian esktradisi di antara kedua negara.
Wisnu Cipto - Jumat, 11 Juli 2025
Ekstradisi Pertama RI-Rusia: Alexander Vladimirovich Zverev Digiring Masuk Aeroflot di Bandara Bali
Indonesia
Buronan Interpol Alexander Vladimirovich Zverev Pecah Telur Perjanjian Ekstradisi Pertama RI-Rusia
Penyerahan Alexander Vladimirovich Zverev yang berstatus buronan interpol itu merupakan langkah ekstradisi pertama antara Pemerintah Federasi Rusia dan Pemerintah Indonesia.
Wisnu Cipto - Kamis, 10 Juli 2025
Buronan Interpol Alexander Vladimirovich Zverev Pecah Telur Perjanjian Ekstradisi Pertama RI-Rusia
Indonesia
Presiden Kabulkan Ekstradisi WN Rusia Buronan Interpol, Sempat 1 Tahun Ditahan di Polda Metro
Zverev adalah warga negara Rusia dan seluruh tindak pidana dilakukan di wilayah hukum Rusia.
Wisnu Cipto - Kamis, 10 Juli 2025
Presiden Kabulkan Ekstradisi WN Rusia Buronan Interpol, Sempat 1 Tahun Ditahan di Polda Metro
Indonesia
DPR Terima Puluhan 'Surat Sakti', Perjanjian Ekstradisi RI-Rusia Siap Disahkan?
Rapat Paripurna DPR RI Ke-21 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2024-2025, yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir, Cucun Ahmad Syamsurizal, dan Saan Mustopa, memiliki empat agenda utama
Angga Yudha Pratama - Selasa, 01 Juli 2025
DPR Terima Puluhan 'Surat Sakti', Perjanjian Ekstradisi RI-Rusia Siap Disahkan?
Indonesia
Sidang Ekstradisi Paulus Tannos Juni, Singapura Minta Indonesia Paling Lambat Lengkapi Berkas 30 April
Indonesia tidak bisa campur tangan karena kelayakan ekstradisi sudah menyangkut yurisdiksi hukum nasional Singapura.
Wisnu Cipto - Rabu, 16 April 2025
Sidang Ekstradisi Paulus Tannos Juni, Singapura Minta Indonesia Paling Lambat Lengkapi Berkas 30 April
Indonesia
Ekstradisi Paulus Tannos Tinggal Menunggu Hasil Sidang di Singapura
Supratman juga mengatakan pihaknya terus melakukan komunikasi dengan Singapura
Angga Yudha Pratama - Jumat, 28 Februari 2025
Ekstradisi Paulus Tannos Tinggal Menunggu Hasil Sidang di Singapura
Indonesia
Menkum Klaim Sudah Tandatangani Surat Permintaan Ekstradisi Paulus Tannos
Supratman mengatakan urusan dokumen ekstradisi Tannos terus digenjot.
Ananda Dimas Prasetya - Senin, 17 Februari 2025
Menkum Klaim Sudah Tandatangani Surat Permintaan Ekstradisi Paulus Tannos
Indonesia
Dubes RI untuk Singapura: Proses Ekstradisi Paulus Tannos Tak Ada Kendala
Aparat penegak hukum Indonesia tinggal menyerahkan surat pendukung bahwa Tannos akan menjalani proses hukum di Indonesia.
Ananda Dimas Prasetya - Selasa, 28 Januari 2025
Dubes RI untuk Singapura: Proses Ekstradisi Paulus Tannos Tak Ada Kendala
Indonesia
Paulus Tannos Ditangkap, LSAK Harap Kasus Korupsi E-KTP Bisa Dibongkar hingga Akarnya
Paulus Tannos ditangkap, LSAK pun ingin kasus korupsi e-KTP bisa dibongkar hingga akarnya.
Soffi Amira - Sabtu, 25 Januari 2025
Paulus Tannos Ditangkap, LSAK Harap Kasus Korupsi E-KTP Bisa Dibongkar hingga Akarnya
Bagikan