Pentingnya Batasan Pencabutan Aduan Tindak Pidana Rudapaksa ke Istri/Suami
Ilustrasi (MerahPutih/Alfi Rahmadhani)
Merahputih.com - Pakar hukum Universitas Borobudur (Unbor) Jakarta, Faisal Santiago memandang penting ada batas pencabutan aduan terkait dengan tindak pidana rudapaksa (perkosa) terhadap istri/suami. Sehingga, ketentuan ini perlu masuk dalam RUU KUHP.
"Kalau berkali-kali melapor ke polisi, kemudian dicabut berulang-ulang, perlu perlindungan terhadap istrinya," kata Faisal dikutip Antara, Kamis (17/6).
Baca Juga:
Pemerintah Tarik RUU KUHP Dari Prolegnas 2021
Hal itu dikatakannya merespons pasal perkosaan terhadap suami/istrinya yang sah, persetubuhan dengan anak, atau persetubuhan dengan seseorang. Padahal diketahui bahwa orang lain tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya.
Namun, dalam RUU KUHP Pasal 132 Ayat (1) Huruf f disebutkan bahwa kewenangan penuntutan dinyatakan gugur jika ditariknya pengaduan bagi tindak pidana aduan.
Ia menegaskan bahwa pencabutan tindak pidana aduan ini adalah hak setiap masyarakat karena merupakan delik aduan. Akan tetapi, pertanyaannya bagaimana kalau perbuatan itu berulang-ulang.
Oleh karena itu, Faisal memandang perlu ada frasa 'tidak mengulangi perbuatan' dalam ketentuan yang mengatur gugurnya kewenangan penuntutan dalam Bab IV RUU KUHP agar pelaku tidak melakukan kembali rudapaksa terhadap korban (suami/istri).
Dengan demikian, jika memerkosa kembali suami/istri, proses hukum tetap berlanjut hingga pengadilan, bahkan pelaku terancam pidana penjara paling lama 12 tahun sebagaimana ketentuan di dalam Pasal 479 Ayat (1) RUU KUHP.
Prof. Faisal mengemukakan bahwa pada zaman sekarang pasal yang mengatur hubungan suami/istri perlu mendapat perhatian. Misalnya, ada unsur paksaan dari suami untuk minta dilayani tetapi ditolak istri karena sedang haid, capek, atau hal lainnya.
Baca Juga:
ICJR Bingung DPR Ngotot Bahas RUU KUHP di Tengah Wabah Corona
"Dalam hukum Islam istri memang tidak boleh menolak. Namun, dalam persepsi hukum nasional perlu dimasukkan dalam KUHP, apalagi dilakukan dengan unsur paksaan dan kekerasan, bahkan dengan cara pemerkosaan," kata Guru Besar Unbor tersebut. (*)
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
Kasasi MA Kabulkan Tuntutan Awal JPU, Vonis Predator Seks Agus Buntung Jadi 12 Tahun Bui
Komisi III DPR dan Pemerintah Sepakat Bentuk Panja RUU Penyesuaian Pidana
Komisi III DPR Ungkap RUU Penyesuaian Pidana untuk Menyesuaikan KUHP
Menteri Hukum Tegaskan KUHAP Baru Berlaku 2026, Sudah Sinkron dengan KUHP
Mayat Perempuan Mengapung di Citarum Karyawan Alfamart, Dibunuh dan Diperkosa Rekan Kerja
Aksi Demo Mahasiswa Tolak RKUHAP di Gerbang Pancasila Gedung DPR
Menteri PPPA Turunkan Tim ke Cianjur Pantau Kasus 12 Orang Perkosa Seorang Anak
Anak di Bawah Umur di Cianjur Diperkosa 12 Orang, Polisi Harus Gerak Cepat Tangkap Buron
Diciduk di Tasikmalaya, Pria Bekasi Tega Perkosa Anak Tirinya 2 Tahun Mengaku Dirasuki Setan
Perkosa Anak Tiri 3-4 Kali Sebulan Selama 2 Tahun, Pria di Bekasi Terancam 15 Tahun Bui