Pengamat Nilai PSBB Transisi di DKI Enggak Jelas Juntrungannya

Pengecekan suhu tubuh di titik pemeriksaan akses keluar masuk di RW 06 Kelurahan Kramat yang menjadi wilayah pengendalian ketat, Jumat (5/6/2020). (ANTARA/HO/ Dokumentasi Kelurahan Kramat)
Merahputih.com - Pengamat perkotaan Azas Tigor Nainggolan menilai, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi di DKI Jakarta terkesan tak jelas juntrungannya. Menurut Tigor, yang terjadi di lapangan seolah tak ada bedanya suasana saat PSBB Transisi dengan masa sebelum ada pandemi COVID-19.
"Kondisi lapangan di Jakarta sejak digulirkan PSBB Transisi di Jakarta memang kacau tanpa penjelasan atau pendidikan pada warga tentang proses tahapan ini," kata Tigor dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (19/6).
Baca Juga
Anies Akhirnya Terbitkan Pergub Masa Transisi Perpanjang PSBB
Sementara, kemacetan lalu lintas dan kerumunan warga di tempat umum masih saja terjadi. Lalu banyak tempat tidak memenuhi standar atau protokol kesehatan seperti tidak ada alat cuci tangan, pengaman kontak langsung, tidak ada Physical Distancing.
Sopir mikrolet dan penumpangnya tidak menggunakan masker tanpa pembatasan kapasita muatan. Banyak penjual makanan atau pedagang lainnya tidak menggunakan masker. Terjadi kerumunan dimana-mana, seperti di depan stasiun kereta. Angkutan umum massal seperti Transjakarta muatannya lebih.
Tigor melihat, warga menterjemahkan sendiri istilah kebijakan pemprov Jakarta yang digulirkan Anies sebagai PSBB Transisi. Hal ini menandakan istilah PSBB Transisi tidak jelas, tidak dipahami masyarakat sehingga masyarakat tidak melakukan protokol kesehatan.
"Semua kekacauan itu menjadi lebih parah lagi tidak ada pengawasan dan penegakan protokol kesehatan oleh aparat pemprov Jakarta," imbuh Koordinator Forum Warga Kota Jakarta ini.

Tigor menyebut, ketidakjelasan ini mengakibatkan tidak adanya langkah sistematis membangun penanganan pandemi COVID-19 dalam PSBB Transisi.
Akibatnya PSBB Transisi itu hanya istilah dan di lapangan yang terjadi keliaran dan improvisasi masing-masibg stake holder atau pengelola layanan publik.
Seperti pengelola kawasan perdagangan, pertokoan dan transportasi jalan sendiri-sendiri. "Hasilnya ya masyarakat suka-suka saja dan berpotensi lonjakan kasus positif COVID-19," imbuh Tigor.
Ia menduga, Gubernur DKI Anies Baswedan tidak mau mendengar masukan dan berjalan dengan pikirannya sendiri. Seperti mempolitisir pandemi COVID-19 untuk kepentingan politik kekuasaannya sendiri.
"Anies langkahnya bukan menangani pencegahan penyebaran Covid tetapi memproduksi pasien positif COVID-19," papar Tigor.
Ia mendesak ada perbaikan yang harus segera dilakukan pemprov Jakarta adalah membuat kebijakan perpanjangan PSBB kembali dan menjalankannya secara ketat. Serta mengawasi pelaksanaan PSBB secara benar sesuai protokol kesehatan.
Baca Juga
Tanpa 'Surat Sakti' 26 Ribu Kendaraan Dilarang Masuk Jakarta
Jika langkah ini tidak segera dilakukan maka Jakarta akan kembali menjadi daerah teratas kembali sebagai provinsi zona merah Covid 19.
"Pemprov Jakarta harus bekerja baik, lakukan pengawasan dan penegakan PSBB sesuai protokol kesehatan, bukan lagi standar PSBB Transisi yang tidak jelas itu," tutup Tigor. (Knu)
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
Ciri-Ciri dan Risiko Warga Yang Alami Long COVID

Kemenkes Temukan 1 Kasus Positif COVID dari 32 Spesimen Pemeriksa

178 Orang Positif COVID-19 di RI, Jemaah Haji Pulang Batuk Pilek Wajib Cek ke Faskes Terdekat

Semua Pasien COVID-19 di Jakarta Dinyatakan Sembuh, Tren Kasus Juga Terus Menurun Drastis

Jakarta Tetap Waspada: Mengungkap Rahasia Pengendalian COVID-19 di Ibu Kota Mei 2025

KPK Minta Tolong BRI Bantu Usut Kasus Korupsi Bansos Presiden Era COVID-19

KPK Periksa 4 Orang Terkait Korupsi Bansos Presiden Era COVID-19, Ada Staf BRI

COVID-19 Melonjak, Ini Yang Dilakukan Menkes Budi Gunadi Sadikin

COVID-19 Mulai Melonjak Lagi: Dari 100 Orang Dites, Sebagian Terindikasi Positif

Terjadi Peningkatan Kasus COVID-19 di Negara Tetangga, Dinkes DKI Monitoring Rutin
