Pemerintah Disebut Langgar Putusan MK, Tetap Lantik Wamen sebagai Komisaris BUMN
Gedung MK. (Foto: Antara)
MERAHPUTIH.COM - PEMOHON putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan larangan wakil menteri (wamen) merangkap jabatan, Viktor Santosa Tandiasa, menyayangkan langkah pemerintah yang justru menambah jumlah wamen menduduki kursi komisaris badan usaha milik negara (BUMN).
Menurut Viktor, sikap pemerintah tersebut bertolak belakang dengan putusan MK Nomor 128/PUU-XXIII/2025 yang dibacakan pada 28 Agustus 2025. Dalam putusan itu, MK menegaskan wamen tidak diperbolehkan merangkap jabatan.
"Ini tentunya sangat ironis dan menggambarkan mental pejabat yang suka melanggar hukum," kata Viktor dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (17/9).
Viktor juga mengkritik pemerintah karena dinilai tidak mendukung implementasi putusan MK tersebut. Ia menegaskan MK telah memberikan jeda waktu dua tahun agar pemerintah segera menarik wamen dari jabatan rangkap. Namun, pemerintah justru dinilai memanfaatkan masa transisi itu untuk menambah jumlah wamen sebagai komisaris.
“Namun, sepertinya pemerintah malah sengaja menyalahartikan waktu 2 tahun yang diberikan seperti aji mumpung, malah dengan sengaja menempatkan wamen merangkap jabatan di komisaris BUMN sampai habis waktu 2 tahun yang diberikan MK,” ujarnya.
Baca juga:
Jadi Wamen Haji dan Umroh, Dahnil Anzar Simanjuntak Punya Harta Rp 27 Miliar
Seperti diketahui, dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk yang digelar Selasa (16/9), tiga wakil menteri resmi ditunjuk sebagai komisaris. Mereka yakni:
1. Wakil Menteri Komunikasi Digital, Angga Raka Prabowo, sebagai komisaris utama.
2. Wakil Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Silmy Karim, sebagai komisaris.
3. Wakil Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Ossy Dermawan, sebagai komisaris.
Sebelumnya, MK memutuskan wakil menteri dilarang rangkap jabatan sebagai komisaris di badan usaha milik negara (BUMN) melalui putusan nomor 128/PUU-XXIII/2025.
?
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam pertimbangan hukum MK menegaskan, Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019 telah dengan jelas menyatakan seluruh larangan rangkap jabatan yang berlaku bagi menteri juga berlaku bagi wakil menteri.
Pertimbangan hukum tersebut, kata Enny, bersifat mengikat karena merupakan bagian dari putusan MK yang final dan tidak dapat dipisahkan dari amar putusan. "Dalam batas penalaran yang wajar, peraturan perundang-undangan dimaksud salah satunya yakni UU 39/2008. Oleh karena itu, penting bagi Mahkamah menegaskan dalam amar Putusan a quo mengenai larangan rangkap jabatan bagi wakil menteri termasuk sebagai komisaris, sebagaimana halnya menteri agar fokus pada penanganan urusan kementerian," kata Enny dalam sidang, Kamis (28/8).
Selain itu, MK juga berpendapat wakil menteri memerlukan konsentrasi waktu untuk menjalankan jabatannya sebagai komisaris. "Terlebih, pengaturan larangan rangkap jabatan karena berkaitan pula dengan prinsip penyelenggaraan negara yang bersih, bebas dari konflik kepentingan, serta pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik," kata Enny.
Atas dasar hal tersebut, MK memutuskan untuk mengabulkan permohonan pemohon dan melarang wamen rangkap jabatan.
“Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan Pemohon I untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan.(Pon)
Baca juga:
Mensesneg Tegaskan Pemerintah Hormati Putusan MK Larang Wamen Rangkap Jabatan di BUMN
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
BUMN Indonesia Menang Kontrak Proyek Malolos-Clark Railway di Filipina, Nilainya Rp 3,16 T
Danantara Optimis Raih Rp 140 Triliun Pada 2025 Dari Dividen BUMN
Menkeu Perintahkan Pemda Simpan Duit Lebih di BPD Tidak di Bank BUMN
Prabowo Jadikan WNA Bos BUMN, Pengamat: Bukti Kualitas Pejabat BUMN Sekarang Tidak Kompeten
MPR Tidak Masalahkan WNA Jadi Direksi BUMN
WNA Boleh Pimpin BUMN, Kejagung Sebut Tetap Bisa Diproses Hukum jika Rugikan Negara
Kejagung Tegaskan WNA Bos BUMN tidak Kebal Hukum di Indonesia, Apalagi Kasus Korupsi
KPK Tegaskan WNA yang Pimpin BUMN Tetap Wajib Lapor LHKPN dan Bisa Diusut jika Korupsi
Komisi Kejaksaan Hormati Putusan MK soal Pembatasan Imunitas Jaksa
2 Syarat WNA Ekspatriat Boleh Jadi Bos BUMN Versi Legislator