Pandemi, Siswa Difabel Pesimis Bisa Kembali Sekolah


Tantangan anak dengan disabilitas di masa pandemi. (Sumber: Pexels/junita)
PANDEMI yang terjadi selama setahun ke belakang membuat dunia kalang kabut. Tidak ada satupun negara yang luput dari terjangan badai COVID-19. Virus dengan nama lain Corona ini melumpuhkan semua aspek kehidupan. Mulai dari aspek ekonomi hingga sosial. Semua aktivitas terhenti. Mulai dari bekerja kantoran, berniaga hingga sekolah, dilakukan secara daring.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Save the Children yang dilakukan di 46 negara, sebanyak 85 persen orang tua terutama ibu dari anak-anak dengan penyandang disabilitas khawatir jika anak-anak mereka tidak bisa kembali bersekolah. Orang tua dari murid perempuan bahkan tiga kali lipat cenderung tidak yakin bahwa anaknya dapat kembali ke sekolah.
Baca juga:
Didesain Khusus, Pakaian ini Mudahkan Difabel

Curhatan siswa disabilitas tentang pandemi dalam sebuah puisi. (Sumber: Save the Children)
"Kekhawatiran mereka sangat beralasan dan dapat dipahami karena tantangan mereka tiga kali lipat daripada yang lainnya," ujar CEO Save the Children Indonesia, Selina Patta Sumbung. Tantangan tersebut antara lain kesetaraan akses, minimnya pemahaman warga, dan terbatasnya pengetahuan dan keterampilan para tenaga pendidik dalam memberikan layanan pendidikan inklusi berkualitas.
Selina juga menyoroti risiko learning lost terhadap anak penyandang disabilitas. Menurutnya, hal tersebut dapat berdampak pada tumbuh kembang murid yang bersangkutan. "Masalah ini perlu segera ditangani. Pemerintah, organisasi, dan masyarakat harus sama-sama menprioritaskan akses dan layanan pendidikan inklusi yang berkualitas," ujarnya.

Baca juga:
Disabilitas Bukan Halangan untuk 5 Tokoh ini Menginspirasi Dunia
Tantangan belajar selama masa pandemi juga dirasakan oleh seorang siswi penyandang disabilitas. Pelajar bernama Ranti tersebut mengungkapkan pola pembelajaran di masa pandemi dan bagaimana ia menyikapinya.
"Di masa pandemi, semua pembelajaran menjadi daring. Setiap hari latihan soal dan dicatat di buku tulis padahal saya mengalami keterbatasan fisik untuk menulis," bebernya. Dirinya berharap guru-guru bisa lebih dekat dengan murid disabilitas. Dengan demikian, para guru bisa memahami kebutuhan dan tantangan siswa seperti dirinya.
"Saya berharap diperbanyaknya akses pendidikan gratis untuk anak disabilitas agar tidak ada lagi anak-anak disabilitas yang putus sekolah karena alasan biaya dan guru bisa lebih memberikan cara belajar yang sesuai dengan keragaman disabilitas," harap Ranti. (avia)
Baca juga:
Bagikan
Berita Terkait
Atap SMKN 1 Cileungsi Ambruk Timpa 31 Siswa, Dedi Mulyadi: Dipastikan Kualitas Pembangunannya Buruk

Sekolah Ditargetkan Kembali Lancar di Rabu, 3 September 2025

Ikut Demo karena Ajakan di Media Sosial, Ratusan Pelajar dari Luar Jakarta Dihentikan Polisi saat Menuju Gedung MPR/DPR

Strategi Disdik DKI Cegah Siswa Ikut Demo, Pemberlakuan Belajar Jarak Jauh hingga Pengawasan Khusus pada Sekolah Rawan

Pemerintah Targetkan 12 Sekolah Garuda Rampung pada 2026, 4 Siap Beroperasi

Kurangi Angka Pengangguran, Penyandang Disabilitas di Jakarta Harus Diberi Kesempatan Bekerja

Pelajar Indonesia Kesulitan Membaca Jam Analog, Kemampuan Numerasi Siswa Rendah
Gubernur Pramono Beri Akses Gratis untuk Disabilitas, Lansia, dan Pemilik KJP Masuk Wisata Jakarta

Fenomena Gunung Es, masih Banyak Anak di Jakarta yang Putus Sekolah

Negara Salurkan Rp 354,09 Buat Kebutuhan Hidup Anak Yatim Piatu, Diberikan ke Anak di Bawah 18 Tahun
