Pakar Pertanyakan Dasar Tuntutan Jaksa dalam Kasus Migor

Andika PratamaAndika Pratama - Rabu, 28 Desember 2022
Pakar Pertanyakan Dasar Tuntutan Jaksa dalam Kasus Migor

Suasana persidangan kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (27/9/2022). ANTARA/Tri Meilani Ameliya.

Ukuran:
14
Audio:

MerahPutih.com - Terdakwa kasus dugaan korupsi ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dituntut hukuman dari 7 hingga 12 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum.

Sejumlah pakar hukum mempertanyakan tuntutan yang beragam tersebut dengan uang pengganti hingga puluhan triliun rupiah.

Baca Juga

Bantah Tuntutan Jaksa, Terdakwa Ungkap Penyebab Kelangkaan Migor

Pakar hukum pidana, Chairul Huda menyebut tuntutan tersebut hal yang aneh. Menurutnya, uang pengganti itu hanya diterapkan bagi orang yang memperoleh pertambahan kekayaan dari tindak pidana korupsi.

“Jadi bagaimana mungkin mereka dituntut Rp 10 triliun sementara tidak ada pertambahan kekayaan mereka sebesar itu," ujarnya kepada wartawan, Rabu (28/12).

Ia menyebut Jaksa melakukan tuntutan tidak berlandaskan hukum. Menurutnya, majelis hakim selayaknya menolak tuntutan tersebut, dan mempertimbangkan semua fakta di persidangan.

Dalam kasus ini, di persidangan lalu, terdakwa Stanley MA dituntut membayar uang pengganti Rp 868.720.484.367,26 (Rp 868 miliar) jika tidak dibayar maka diganti dengan hukuman penjara selama 5 tahun.

Kemudian, Pierre Togar Sitanggang dituntut membayar uang pengganti Rp 4.554.711.650.438 (Rp 4,5 triliun) jika tidak dibayar maka diganti dengan hukuman penjara selama 5 tahun dan 6 bulan. Sedang Master Parulian dituntut membayar uang pengganti Rp 10.980.601.063.037 (Rp 10,98 triliun) jika tidak dibayar maka diganti dengan hukuman penjara selama 6 tahun.

Di persidangan, JPU meminta hakim menegaskan, jika uang pengganti tersebut tidak dibayarkan maka harta benda milik terdakwa dan korporasi akan disita.

Dihubungi terpisah, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menegaskan, tuntutan uang pengganti itu berbeda dengan ganti rugi.

"Uang pengganti itu didasarkan pada pethitungan fakta yang riil, pemunculan sebuah jumlah harus didukung dengan bukti dan perhitungan yang riil, jadi tidak asal memunculkan nominal saja tanpa rasionalusasi yang jelas," jelasnya.

Sedangkan ganti rugi itu bisa bersifat subjektif, kata dia. Artinya selain kerugian riil juga bisa ditambah dengan potensi, atau "keuntungan yang diharapkan" atau bunga atau kelebihan jumlah jika uang itu dikelola.

“Sehingga jumlahnya bisa sangat subjektif, yakni pokok kerugian plus bunga, nah jika jumlah tuntutan Rp 10 triliun itu ada perhitungannya, maka itu cukup beralasan, tetapi jika asal sebut jumlah saja tanpa rasionalisasinya, maka itu bs dikatakan ngawur,” kata Fickar.

Sementara, Guru Besar Ilmu Kebijakan Pajak Universitas Indonesia (UI), Prof. Haula Rosdiana juga mempertanyakan dasar tuntutan dan mengkritisi lebih jauh. Haula menyebut, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 pun disebutkan, kerugian yang terjadi dalam tindak pidana korupsi sulit untuk dibuktikan secara akurat.

Baca Juga

LCW Bantah Pernah Usulkan Revisi Persetujuan Ekspor CPO

Di sisi lain, hingga saat ini belum ada aturan yang mengatur metode penghitungan kerugian perekonomian negara.

"Ini bertentangan dengan prinsip perumusan tindak pidana yang seharusnya memenuhi prinsip hukum harus tertulis, harus ditafsirkan seperti yang dibaca, tidak multitafsir. Kalau ini belum diatur bahaya, setiap orang nanti pakai metode berbeda sesuai dengan seleranya, tidak ada kepastian dan standarisasi," ungkapnya

Haula yang juga sempat memberi keterangan di persidangan sebagai saksi ahli kasus minyak goreng menyampaikan bahwa metode menggunakan input-output (I-O) tak tepat. Sebab, metode itu biasanya digunakan untuk perencanaan pembangunan.

"Itu berarti bukan sesuatu yang real. Kita berbicara mengenai tuntutan hukum, berarti harus fakta hukum dong, kalau fakta hukum itu bukan prediksi atau asumsi. Saya sudah sampaikan juga, kok pakai tabel I-O tahun 2016, sekarang aja 2022," ujarnya.

Disampaikan juga padahal pengusaha mengalami kerugian, seperti dipaksa menjual minyak goreng sesuai harga eceran tertinggi (HET) di saat harga CPO melambung.

"Ada yang tidak dijelaskan dalam detil oleh ahli yang digunakan JPU, yaitu pengorbanan produsen berkaitan dengan HET itu, bagaimana dia tetap menjual meskipun sebetulnya itu sudah dibawah harga keekonomisan," jelas Haula.

Hal janggal lainnya adalah terkait tak dipertimbangkannya pemenuhan minyak goreng di pasaran (DMO) dan benefit ekspor yang menjadi pemasukan negara.

"Bagaimana mungkin totalnya sekian, ini kita bicara hukum ya. Saya netral aja, saya prihatin kalau sesuatu tidak jelas itu dipaksakan, pakai metode apalagi nanti, mau bagaimana sementara UU belum pernah ngatur," terang dia.

Oleh karenanya, ia meminta agar ada kejelasan terkait hal ini dengan memberikan kepastian hukum. Jangan tiba-tiba menunjuk orang untuk menghitung kerugian negara tanpa metode yang jelas.

"JPU menuntut sesuatu yang sebetulnya belum jelas dan tidak bisa dihitung. Tidak bisa dihitung. Belum ada dasar hukum untuk menentukan bagaimana dihitung dan siapa yang menghitung. Apakah betul negara hukum berlaku seperti itu, bisa nunjuk siapa saja. Harus kembali ke konstitusi kita bahwa kita ini adalah negara hukum," pungkasnya.

Seperti diketahui, terdapat lima terdakwa dalam kasus ini. Di antaranya mantan Dirjen Daglu Kementerian Perdagangan Indra Sari Wisnu Wardhana dan tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.

Lalu, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group Stanley MA dan General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang. (Pon)

Baca Juga

Eks Dirjen Daglu Kemendag Ungkap Penyebab Kelangkaan Migor

#Pengadilan Tipikor #Kasus Suap #Minyak Goreng
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Berita Terkait

Indonesia
KPK Tahan Putri Eks Gubernur Kaltim Awang Faroek Terkait Suap Tambang Rp 3,5 M
Awang Faroek diketahui telah meninggal dunia pada 22 Desember 2024 lalu, sehingga penetapan tersangka menjadi gugur secara hukum.
Wisnu Cipto - Rabu, 10 September 2025
KPK Tahan Putri Eks Gubernur Kaltim Awang Faroek Terkait Suap Tambang Rp 3,5 M
Indonesia
Immanuel Ebenezer Cuci Tangan soal 'Sultan Kemnaker' hingga Sebut 3 Mobil Dibawa Anaknya
Eks Wamenaker, Immanuel Ebenezer, dinilai cuci tangan soal Sultan Kemnaker. Ia juga menyebutkan, tiga mobil yang dicari KPK telah dibawa anaknya.
Soffi Amira - Rabu, 03 September 2025
Immanuel Ebenezer Cuci Tangan soal 'Sultan Kemnaker' hingga Sebut 3 Mobil Dibawa Anaknya
Indonesia
KPK Tetapkan Ketua Kadin Kaltim Donna Faroek sebagai Tersangka
KPK juga telah menetapkan ayah Donna, Awang Faroek, dan pengusaha tambang Rudy Ong Chandra (ROC) sebagai tersangka.
Ananda Dimas Prasetya - Senin, 25 Agustus 2025
KPK Tetapkan Ketua Kadin Kaltim Donna Faroek sebagai Tersangka
Indonesia
KPK Sita Uang Rp 2,4 Miliar hingga Mobil Rubicon terkait Kasus Bos Inhutani V
Sejumlah barang bukti disita KPK saat melakukan OTT terhadap Direktur Utama PT Industri Hutan atau Inhutani V, Dicky Yuana Rady.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 14 Agustus 2025
KPK Sita Uang Rp 2,4 Miliar hingga Mobil Rubicon terkait Kasus Bos Inhutani V
Indonesia
KPK Jerat Bos Inhutani V Tersangka Suap Kerja Sama Pengelolaan Kawasan Hutan
KPK tetapkan Direktur Utama PT Inhutani V Dicky Yuanda Rady dalam kasus suap.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 14 Agustus 2025
KPK Jerat Bos Inhutani V Tersangka Suap Kerja Sama Pengelolaan Kawasan Hutan
Indonesia
Gerakan Pangan Murah di Seluruh Indonesia, Polri-Bulog Jual Beras hingga Minyak di Bawah Harga Normal
Kegiatan ini digelar untuk menstabilkan harga pangan, terutama beras, agar tetap terjangkau masyarakat.
Dwi Astarini - Kamis, 14 Agustus 2025
Gerakan Pangan Murah di Seluruh Indonesia, Polri-Bulog Jual Beras hingga Minyak di Bawah Harga Normal
Indonesia
KPK Konfirmasi Bupati Pati Sudewo Termasuk Pihak yang Diduga Terima Suap DJKA
Bupati Pati Sudewo pernah terseret kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan.
Ananda Dimas Prasetya - Rabu, 13 Agustus 2025
KPK Konfirmasi Bupati Pati Sudewo Termasuk Pihak yang Diduga Terima Suap DJKA
Indonesia
Terjaring OTT, Bupati Kolaka Timur Abdul Azis Bungkam saat Tiba di Markas KPK
Ia tiba di markas antirasuah setelah ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Makassar, Sulawesi Selatan, pada Kamis (7/8) malam.
Frengky Aruan - Jumat, 08 Agustus 2025
Terjaring OTT, Bupati Kolaka Timur Abdul Azis Bungkam saat Tiba di Markas KPK
Indonesia
JPU KPK Hadirkan 3 Bos Sekuritas di Sidang Korupsi Investasi Taspen
JPU menghadirkan tujuh saksi dari sejumlah perusahaan efek yang diduga terlibat dalam transaksi Sukuk Ijarah II TPS Food yang tengah diperkarakan.
Ananda Dimas Prasetya - Jumat, 08 Agustus 2025
JPU KPK Hadirkan 3 Bos Sekuritas di Sidang Korupsi Investasi Taspen
Indonesia
KPK Bongkar Kasus Suap Pembangunan Rumah Sakit Lewat OTT di Tiga Lokasi
KPK membongkar kasus dugaan korupsi pembangunan rumah sakit lewat operasi tangkap tangan (OTT) di tiga lokasi berbeda pada Kamis (7/8) hari ini.
Frengky Aruan - Kamis, 07 Agustus 2025
KPK Bongkar Kasus Suap Pembangunan Rumah Sakit Lewat OTT di Tiga Lokasi
Bagikan