Pakar Hukum: UU Baru Berlaku, KPK Tak Lagi Independen


Pakar hukum pidana, Abdul Fickar Hadjar (Foto: fh.trisakti.ac.id)
MerahPutih.Com - Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi yang disahkan Rapat Paripurna DPR pada 17 September lalu resmi berlaku hari ini Kamis (17/10). Dengan berlakunya UU KPK yang baru, sejumlah perubahan akan terjadi di lembaga antirasuah.
Dalam Pasal 3 versi UU lama, lembaga antirasuah disebut sebagai lembaga negara. Namun dalam UU KPK yang baru, KPK disebut sebagai lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif.
Baca Juga:
Pasal 3 UU 30/2002 hasil revisi, berbunyi bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Selain dibawah rumpun eksekutif, pegawai KPK tidak lagi independen.

Sehingga mereka yang bertugas di KPK adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) alias PNS. Mereka harus taat para peraturan perundang-undangan mengenai ASN. Sebelumnya, pegawai KPK bukanlah PNS melainkan diangkat karena keahliannya.
Hal ini tertuang dalam Pasal 1 ayat 6 yang berbunyi, pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi adalah aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan aparatur sipil negara.
Menanggapi berlakunya UU KPK baru, pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menilai kinerja KPK ke depan tidak lagi independen, karena berada di bawa kekuasaan negara. Terlebih pegawai KPK kini berada di jajaran eksekutif.
"KPK yang dahulunya independen, dengan status pegawai KPK menjadi ASN, sekarang menjadi lembaga eksekutif murni," kata Fickar kepada wartawan, Kamis (17/10).
Fickar memprediksi, tak akan ada lagi kasus-kasus besar yang dapat ditangani KPK. Sebab, kinerjanya yang awalnya independen, kemudian diawasi secara menyeluruh dengan adanya dewan pengawas.
"Jadi dengan adanya dewan pengawas yang ditunjuk presiden yang diberi kewenangan judicial. Seperti izin sadap, penahanan dan penyitaan menjadi hal yang aneh," jelas Fickar.
Baca Juga:
Karena itu, Fickar memandang seharusnya kinerja dewan pengawas bukan seperti pimpinan KPK. Karena hal itu merupakan kewenangan yang dimiliki pimpinan.
"Menjadi aneh secara sistematik, karena dewan pengawas bukan aparatur penegak hukum," tandasnya.(Pon)
Baca Juga:
Tarik Ulur Perppu KPK, Jokowi Gamang di Bawah Tekanan Oligarki Parpol?
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Politikus PKS Usul Perampasan Aset Disatukan Dengan Revisi Undang-Undang KPK, Hindari Aparat Gunakan Sebagai Alat Pemerasan

KPK Dalami Peran Gubernur Kalbar Ria Norsan di Kasus Proyek Jalan Mempawah

Terjaring OTT KPK, Wamenaker Immanuel Ebenezer Punya Harta Rp17,6 Miliar

KPK Sebut OTT Direksi Inhutani V Terkait Suap Pengurusan Izin Pemanfaatan Kawasan Hutan

KPK Tangkap 9 Orang Terkait Dugaan Korupsi di BUMN Inhutani V

KPK Gelar OTT di Jakarta Terkait Kasus di BUMN Inhutani V

Ditangkap setelah Rakernas NasDem, Bupati Koltim Dibawa ke Markas KPK Hari Ini

Bupati Koltim Ditangkap setelah Rakernas Partai NasDem

KPK Bongkar Kasus Suap Pembangunan Rumah Sakit Lewat OTT di Tiga Lokasi

Soal OTT Bupati Kolaka Timur, NasDem Minta KPK Tak Bikin 'Drama'
