Pakar Beberkan Bukti BPN Prabowo-Sandi Takut Berkompetisi

Pasangan Prabowo-Sandi saat bertemu pengusaha nasional di Jakarta (MP/Ponco Sulaksono)
Merahputih.com - Pakar Komunikasi Politik Lely Arrianie menilai keputusan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menolak Metro TV sebagai salah satu stasiun televisi penyiar debat keempat Pilpres 2019 menunjukkan pesan ketakutan dalam berkompetisi.
"Pesan ketakutan itu sekaligus mengisyaratkan ketidakpercayaan diri sebagai kelompok politik yang tengah berkompetisi," ujar Lely dalam keterangan tertulis, Kamis (28/3)
Dalam pandangannya, sikap itu tak lebih dari ketidakdewasaan BPN dalam menghadapi kontestasi politik. Selain itu, BPN juga dinilai tidak siap menyikapi framing media massa jelang Pemilu 2019.
"Padahal, dukungan rakyat tidak melihat apakah ada media yang mendukung atau tidak dalam framing berita," kata Lely.
Tanpa bermaksud menggurui, pemegang gelar Doktor dari Universitas Padjadjaran Bandung itu menyampaikan, secara sederhana framing adalah membingkai sebuah peristiwa. Dengan kata lain, hal itu digunakan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan wartawan atau media massa ketika menyeleksi isu dan menulis berita.
"Dan sekali lagi, dukungan rakyat tidak melihat apakah ada media yang mendukung atau tidak dalam framing berita," tegas Ketua Program pasca Sarjana Komunikasi Universitas Jayabaya Jakarta tersebut.

Lely menyarankan agar BPN segera menghentikan upaya pemboikotan terhadap media massa tersebut mengingat pers merupakan bagian dari pilar demokrasi. "Proses demokrasi tidak bisa dilepaskan dari peran pers. Tidak zamannya lagi mendiskreditkan media penyampai pesan politik di tengah hegemoni media saat ini," tegasnya.
Jika kreatif, sambungnya, masih banyak cara yang bisa dilakukan BPN untuk menyampaikan pesan politiknya kepada masyarakat jika tak ingin menggunakan jalur media massa.
"Masih banyak media selain media massa yang bisa dipakai BPN untuk menyampaikan pesan politiknya. Bisa lewat organisasi, komunikasi interpersonal, bisa juga lewat kelompok kepentingan," kata Lely dikutip Antara.
Lely juga berharap kepada semua pihak untuk menghentikan narasi-narasi negatif soal pemilu yang akan digelar kurang dari tiga pekan lagi itu. Bahayanya, jika narasi-narasi tanpa data dan fakta itu dipercaya masyarakat, demokrasi Indonesia justru akan kembali mundur ke belakang.

"Dan ketidakpercayaan terhadap penyelenggara dan penyelenggaraan pemilu yang akan digelar dengan cara menuduh seolah akan terjadi kecurangan, itu justru bagian dari upaya melemahkan proses demokrasi yang selama ini dilakukan. Padahal pemilu kita ini menjadi frame of referency (kerangka acuan) bagi negara lain dalam mengelola peristiwa politik yang sama," jelas dia.
Sebelumnya, Koordinator Juru Bicara BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak mengaku sudah melayangkan surat keberatan ke KPU karena menunjuk Metro TV sebagai televisi penyelenggara debat Pilpres 2019.
"Keberatan kami didasari surat KPI yang menyatakan ada potensi pelanggaran keadilan dan proporsionalitas pemberitaan terkait dengan Capres 01 dan 02," cuit Dahnil lewat akun twitternya @Dahnilanzar beberapa waktu lalu. (*)
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
Dewan Pers Mau Berantas Media Pakai Nama Mirip Lembaga Negara

Kolaborasi Lintas Kementerian Upayakan Solusi Atasi PHK Jurnalis

Ketua Dewan Pers Baru Ajak Media Jangan Jadi Budak Trafik Algoritma

Gelombang PHK di Sejumlah Media, DPD sebut Tanda Demokrasi Indonesia Dalam Bahaya

Komisi III DPR Terima Masukan Pemred Media Massa terkait Larangan Liputan Sidang

Dubes Belanda Dukung Media Independen, Kunci Kurangi Disinformasi dan Perkuat Demokrasi

6 Jam Prabowo Kumpulkan Para Pimred di Hambalang, Bahas Apa?

6 Jam Prabowo Kumpulkan Para Pimred di Hambalang Bahas Ini

Akhirnya, Jasad Wartawan Metro TV Korban Ledakan Speedboat Basarnas Ditemukan Setelah 7 Hari

Ada Ancaman PHK Massal di Media Konvensional, DPR Minta Komdigi Segera Bertindak
