Overthinking dan Pencitraan di Media Sosial


Jangan terlalu memikirkan like dan komentar orang lain. (Foto: Unsplash/Noah Silliman)
MEDIA sosial telah mengubah cara kita berpikir dan bertindak pada era kiwari. Kita berkomunikasi melalui pesan teks dalam media sosial. Sangat mudah untuk menyukai foto seseorang di Instagram, mengambil swafoto dengan cepat, atau bahkan mengomentari salah satu unggahan terbaru. Kita menggunakan hal-hal itu sebagai cara untuk terhubung dengan orang-orang yang kita minati meskipun pada kenyataannya itu tidak berarti banyak.
Kita menggunakan terlalu banyak waktu untuk menyunting, memotong, dan mengubah foto kita agar tampak sempurna. Kita memastikan swafoto dalam pencahayaan yang sempurna agar tidak terlihat buruk. Bahkan terkadang kerap memaksakan diri untuk membuat feed Instagram atau foto selfie agar terlihat sempurna.
Tidak sedikit yang paham bahwa overthinking akan setiap hal kecil di media sosial tidaklah sepadan. Lagi pula, siapa yang bilang bahwa feed Instagram harus sempurna? Tidak ada yang menyuruh kita terlihat sempurna di setiap foto atau video yang diambil. Cintai dirimu dan cintai apa yang kamu unggah.
Menurut penulis R.D. Asti, dalam bukunya Everything About Overthinking, overthinking tentang sesuatu yang begitu sepele tidak sepadan dengan waktumu. Kebanyakan orang bahkan tidak memperhatikan bagaimana penampilanmu di foto, seringkali mereka hanya menikmati obrolan denganmu di dunia nyata.
Jika mereka tidak tertarik, rasanya juga tidak apa-apa. Ini bukan akhir dunia. Tidak perlu menghabiskan terlalu banyak waktu bertanya-tanya, "Mengapa si A tidak membalas pesanku?" atau "Apakah aku mengatakan sesuatu yang salah? Atau karena fotoku jelek?".
Baca juga:

R.D. Asti mencoba menegaskan bahwa biarkan akun media sosial menjadi outlet untuk kita, biarkan itu menjadi cara untuk mengekspresikan diri. Jika ingin mengunggah foto konyol dirimu dengan teman-temanmu, lakukanlah. Fotonya tidak harus sempurna, tetapi itu bisa menunjukkan waktu khusus dan menyenangkan yang kamu miliki bersama teman-temanmu.
Berhentilah membiarkan akun media sosial menggerogotimu. Jangan terlalu memikirkan apakah unggahanmu mendapatkan like atau tidak, atau siapa saja yang melihat cerita Instagram kamu. Sebaiknya unggahlah sesuatu karena kamu menyukainya. Luangkan waktu untuk mencintai dirimu dan cobalah untuk tidak terlalu memikirkannya. Ini hanya media sosial, tidak harus sempurna.
Namun perlu dicatat juga, jangan sampai kamu oversharing ke media sosial. Oversharing biasanya terjadi karena kita ingin terhubung dengan orang lain, terutama jika kita kesepian. Bisa juga karena kamu berasal dari keluarga yang terbiasa oversharing dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa oversharing meningkat seiring bertambahnya usia.
Orang-orang yang usianya lebih tua lebih cenderung berbagi informasi daripada orang-orang yang lebih muda. Perilaku ini bisa berbahaya karena seseorang bisa saja mengungkapkan informasi pribadinya kepada orang tak dikenal yang ingin memanfaatkannya.
Baca juga:

Di sisi lain kamu mungkin bertanya-tanya, apakah oversharing selalu buruk? Tidak juga. Banyak orang mencari nafkah dari oversharing seperti selebritas acara reality show, vlogger Youtube, dan influencer. Kita senang melihat kehidupan orang lain dan mengetahui pendapat mereka.
Kuncinya adalah mencari tahu waktu dan tempat untuk oversharing dan memahami pengaruhnya terhadap kesehatan mental. Langkah pertama adalah mempelajari kapan kita sebaiknya oversharing dan bagaimana kita dapat menariknya kembali.
Cara termudah untuk berhenti oversharing adalah dengan meluangkan waktu sejenak untuk berpikir sebelum berbagi. Bayangkan efek dari informasi yang ingin kamu bagikan. Kamu juga harus menahan diri untuk mengunggah sesuatu ketika sedang marah, kesal, atau emosional. Sebab, kamu mungkin mengatakan sesuatu yang tidak kamu sengaja tapi bisa memicu hancurnya hubungan atau rusaknya persahabatan. (and)
Baca juga:
Bagikan
Andreas Pranatalta
Berita Terkait
Polisi Masih Buru Akun Media Sosial yang Sebarkan Provokasi Demo dan Penjarahan

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Provokasi Bakar Bandara Soetta di TikTok, Pekerja Swasta Jadi Tersangka

Layanan TikTok Live Dikabarkan Dimatikan

Terima Challenge Ekstrem, Streamer Prancis Jean Pormanove Meninggal saat Siaran Langsung

Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres

Australia Masukkan YouTube ke Larangan Media Sosial untuk Anak-Anak di Bawah 16 Tahun

Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya

Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui

Dinkes DKI Jakarta Ungkap 15 Persen ASN Terindikasi Memiliki Masalah Kesehatan Mental
